Hold Me Tight ( boyslove)

Labil



Labil

0"Perhatikan diri mu sendiri dulu."     
0

Nathan tersentak, Max masih dengan suara dinginnya meski di satu waktu tubuhnya menjadi tak terkendali. Nathan merasakan debaran jantungnya yang begitu kuat tak berselang lama. Di tarik paksa dengan cengkraman kuat yang menyasar pergelangan, memposisikan dirinya setengah membungkuk, hingga wajah pria berparas oriental yang mendongak itu berjarak amat dekat dengannya yang terjatuh.     

Hembusan napas memburu yang saling bertabrakan, menerpa wajah keduanya yang kompak menegang. Puncak hidung mereka bahkan hampir bersentuhan, bola mata keduanya meliar, seolah saling kejar untuk menyamai maksud masing-masing.     

Ruang sepi yang menyamankan privasi, seolah menumpuk residu segala kejadian yang tak ubahnya hanya momen dewasa. Suara desah bersahutan, geraman nikmat, atau bahkan suara tabrakan kulit saat ritme gila-gilaan sudah tak sabar lagi untuk menunggu waktu merasakan tubuh yang menggelinjang, merasakan pompaan sampai habis tak tersisa, dan balasan kasih sayang setelahnya dengan penutup ciuman teramat dalam. Menumpuk segalanya dalam bentuk ilusi pergerakan yang semakin jelas.     

Nathan masih mengingat itu semua, ranjang  empuk yang acak kali menenggelamkan tubuh miliknya saat Max mengungkungnya dengan kuasa. Hawa di seluruh ruangan yang memanas dengan aroma membaur yang begitu menggairahkan di udara.     

Nathan mengingat itu semua, meski tak bisa di bohongi jika ia merasakan gelayar godaan untuk bisa kembali pada saat-saat membahagiakan itu. Menutup segala ketakutan, membutakan mata atau bahkan pendengaran dari kabar-kabar di luaran sana yang memang menyatakan kebenaran. Sekedar mencapai kepuasan diri tanpa pemikiran berlebihan yang seolah menjadi dua kubu, membuatnya menjadi sulit untuk melangkahkan kaki sesuai dengan arah yang di tuju sejak awal. Terlebih dengan keinginan  egois yang di rasakannya sudah tak masuk akal.     

Namun seolah kembali tertampar pada segala yang sudah terlanjur terjadi. Terlebih dengan dukungan dari sebagian besar egonya yang merasa terkhianati dan akhirnya melakukan aksi pemberontakan. Nathan yang tak lagi nyaman dengan segala kekangan yang di rasa sama sekali tak menguntungkan dari pihaknya. Melepaskan, Nathan memutuskan hal itu menjadi yang terbaik.     

Lagi pula dengan perhatian Max pada Lea yang di tunjukkan langsung padanya, walau hanya melalui panggilan telpon, pria jangkun itu nampak amat tulus mengatakan kekhawatirannya, tak sedikit pun peduli akan kehadiran Nathan, kan?     

Seolah segala yang pernah di ungkapkan pria jangkun itu hanya sekedar lelucon belaka. Dari awal atau bahkan sampai saat ini, mereka tak ada keterikatan apa pun, kan?     

"Kau banyak berkeringat, ku harap bukan karena memikirkan sesuatu yang sudah berlalu."     

Netra kelam milik Nathan seketika saja menyipit, alisnya bahkan berkerut dalam. Max membalasnya terlalu jauh, setelah membuatnya kaku dengan kekhawatiran atas kondisi pria itu, kali ini Max ingin mempermainkannya lagi?     

Berbanding terbalik dengan ucapannya yang seolah menendang kasar Nathan supaya lekas menjauh, kenapa pula dengan jemari besar yang amat panas itu menyelasar area wajahnya? Helai rambut lembab miliknya yang mengenai mata, bahkan di bantu sibakkan dengan gerakan yang begitu lembut?     

Ini benar-benar gawat!     

Nathan bergegas menjauh sebelum ia lebih dalam terjebak pada permainan yang coba di lakukan oleh Max. Menumpu lengannya di bahu pria itu, lantas menegakkan kembali posisi tubuhnya.     

Sedikit membuatnya kecewa, saat Max yang melepaskan cekalan tangannya dengan bergegas memutus intens. Pria jangkun itu beringsut membaringkan tubuhnya. Satu lengannya terangkat untuk menumpu kepala, malah dengan bodohnya membuat Nathan bereaksi berlebihan dengan menelan ludah kasar. Sungguh, kenapa Max nampak begitu seksi dengan bagian atasnya yang telanjang? Di balik denyutan menyakitkannya di kepala, kenapa pula Nathan harus menambah beban diri dengan desakan menyulitkan? Duduk di titik pusat kejantanan milik Max yang selalu nampak menggembung, membungkukkan tubuhnya di atas bagian berkeringat milik pria itu, menyelasarkan jemarinya balas menyentuh di sana. Kecupan di setiap detail? Atau bahkan sampai jilatan pada titik hilang rambut-rambut halus milik Max yang ada di area pinggul?     

Kali ini bahkan Nathan sampai merasakan dengungan keras di kepalanya. Sontak menutup mata saat merasakan ilusi kelam yang menabraknya dengan begitu cepat. Buku jarinya kemudian bergerak tanpa tuntunan, menekan bagian bawah miliknya yang seperti memberontak. Geraman pun di tahan sekuat tenaga, bibir bawahnya bahkan sampai di gigit kuat dengan wajah berkerut dalam saat libidonya tiba-tiba saja naik tanpa bisa di kendalikan.     

Tak bisa beranjak dari titik tumpunya, benar-benar sudah seperti membeku. Sampai akhirnya Nathan di buat tersadar oleh sebuah suara dengan nada mempermalukan yang tertangkap oleh pendengarannya.     

"Kau ingin terus berdiri di sana? Menunggui ku sampai aku kembali terbangun esok hari?"     

Jelas saja terkesiap, seluruh anggota tubuhnya serentak aktif. Kembali, rasa panas di rasakannya sekujur tubuh, bahkan rona wajahnya menjadi sangat merah kala pandangan Max memberi kode tumpukan kedua telapak tangannya pada bagian kejantanannya.     

Meringis malu, terlebih saat ini Max berdecih dengan kepala menggeleng seolah tak habis pikir.     

Kali ini Nathan mengumpat dirinya sendiri yang tak bisa mengambil kendali. Rasanya ingin bergegas pergi dan mengubur dirinya di dalam pasir, kalau tidak melihat Max yang semakin bebal dengan kondisinya yang lemah.     

Menghentakkan telapak kaki telanjangnya, layaknya persiapan pada pacuan kuda yang memaksanya untuk segera bergerak.     

Dengan wajah yang menebal, Nathan kemudian bergegas mempersiapkan wadah kecil yang berisi air panas. Saat ia hendak kembali masuk ke dalam ruangan milik Max, pria itu malah sedikit teralih pada bagian kaki yang mencuat di bagian punggung sofa yang ada di ruangan menonton.     

Rasanya masih punya hati untuk tak membuat Jevin mengalami lemah tubuh yang sama. Sekali lagi, bergerak layaknya nyonya pemilik rumah, bahkan Nathan sudah menyelimuti remaja itu dengan kain tebal yang di ambilnya di ruangan pintu kedua.     

Cklekk     

Max menyambutnya dengan pandangan intens saat Nathan kembali memasuki ruangan itu. Bergerak cepat untuk mendekat, Nathan kemudian membasahi handuk kecil yang di dapatkannya. Tak lagi meminta izin untuk menyeka tubuh keras milik Max.     

"Sungguh, aku tak mempunyai maksud lain dari pada hanya sekedar khawatir dengan mu. Kau benar-benar tak baik-baik saja. Walau hanya sedikit, biarkan aku berguna untuk saat ini."     

"Bagaimana dengan mu?"     

Nathan makin merona saat pertanyaan pria itu di pikirnya memiliki makna ganda. Tentang fisiknya atau pandangan dari pemilik netra berwarna hijau keabuan yang menyasar satu titik pada area tengah perpotongan kakinya itu?     

"Kenapa memangnya? Aku baik-baik saja," ucap Nathan yang menutup gelagat kegugupannya dengan menarik bangun tubuh Max. Lengan berotot pria itu yang dengan telaten di usap lembut dengan kain basahnya. Area punggung pun tak lupa.     

"Kau belum makan dari tadi," jelas Max yang kemudian memutus intensnya saat Nathan yang bermaksud membalas.     

Tahu jika Max masih menaruh kemarahan padanya, Nathan yang berusaha meredam, kemudian menyelesaikan tugas terakhirnya dengan bantu mengenakan setelan tidur milik Max.     

Menampakkan diri biasa saja, bahkan Nathan sekalinya mengganti sampai celana dalam pria itu.     

"Dari pada mencerna makanan malam hari, aku lebih tertarik untuk merebahkan tubuh lelah ku," ucap Nathan yang merasa bangga dengan kebaikan hatinya kali ini. Layaknya seorang ibu yang sukses mendandani putra kecilnya dengan begitu rapi.     

Senyumnya tanpa sadar terukir, bermaksud beranjak dan segera pergi mencari tempat yang nyaman untuk merebahkan tubuh lelahnya. Sebelum sebuah suara bernada olokan dengan lagi-lagi pergerakan yang mencegahnya.     

"Dasar keras kepala!"     

"Kyaa!"     

Nathan terpekik, tubuhnya di buat melayang yang kemudian terhempas jatuh di permukaan ranjang yang lembut. Tubuhnya bahkan sampai memantul, belum sempat terhenti, dan Max sudah membuat Nathan kembali terkesiap dengan tindakannya. Pria jangkun itu meletak     

"Apa yang kau lakukan?"     

"Seperti yang kau katakan, tak ada maksud lain. Sebagai seorang pria, aku memang pantang menerima kebaikan tanpa sedikit pun membalasnya."     

Nathan yang kali ini tak lagi memberontak, bahkan saat Max menarik tubuhnya dan tanpa pikir panjang langsung melecuti kain yang menutupi sekujur tubuh miliknya. Menggunakan bekas handuk dan air yang sama, dengan telaten pria jangkun itu merawat Nathan.     

Mengenakan Nathan kemeja kebesaran milik Max, tanpa satu lapis celana pun melengkapi dalaman pendeknya.     

"Sudah impas, ku rasa aku bisa tidur nyenyak untuk malam ini."     

Cuppp     

Nathan memberikan kecupan singkat di pipi Max. Telapak tangannya bahkan menakup rahang tegas milik pria berparas oriental yang terlihat pucat itu. Tak bisa di pungkiri jika Nathan memang sedikit terbawa suasana, pandangannya yang sejak tadi tak sekali pun teralih pada perhatian Max.     

Jika menjalin hubungan seperti dulu sudah di rasa tak mustahil. Mungkin hanya sebatas kecupan ringan itu bisa menjadi penutup hari yang menegangkan sekaligus melelahkan untuk mereka. Sebagai penguat masing-masing, hanya sebatas itu, tak apa, kan?     

Nathan kemudian mengulas senyum, meninggalkan rasa hangat kala takupan lengannya bersentuhan dengan milik suhu tubuh Max.     

Beringsut menjauh, kemudian Nathan memilih untuk merebahkan tubuhnya di sisi ranjang bagian terjauh, membelakangi posisi Max yang masih mengamati pujaannya yang mulai nakal itu.     

Bukankah sesaat lalu mereka sempat terlibat cekcok dingin dan saling menyalahkan? Seolah-olah berlomba-lomba untuk membangun tembok tinggi sebagai pertahanan masing-masing. Namun setelah perasaan hati yang terlalu sensitif mengenai kekhawatiran, akankah memang secepat itu membumbui romantis perang dingin mereka?     

Max yang menyentuh bekas lembab yang menyentuh kulitnya. Apakah semacam godaan untuk melanjut lebih? Atau menjadi bagian paling di benci pria itu, Nathan hanya melakukannya atas belas kasihan? Menganggapnya pria menyedihkan yang hilang cinta hingga di beri hadiah hiburan sekecil kecupan di pipi?     

Malam itu, untuk pertama kalinya ruangan itu kembali di isi oleh sosok yang sama, dua pria yang menempati ranjang. Namun bukan lagi pergumulan bebas yang menyatukan keduanya. Menjelaskan situasi yang tak semudah itu membalikkan kedekatan rahasia antara keduanya.     

Berjauhan, bahkan ruang tengah yang kosong antara mereka jauh lebih lebar. Tak bisa membuat keduanya menutup mata untuk sekedar menjemput mimpi. Pikiran mereka masih terus berputar, berdiskusi dengan anggapan-anggapan di benaknya yang sudah kembali berkubu.     

Hanya mengenai satu permasalahan yang kompak terpikirkan, sebenarnya apa yang masing-masing mereka inginkan pada hidup ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.