Hold Me Tight ( boyslove)

Tempat tersembunyi



Tempat tersembunyi

Sedangkan di tempat lain, di sebuah ruangan besar dengan perabot mahal yang mengisi. Pembatas pada satu sisi sebagian besarnya terbuat dari kaca. Hingga sinar matahari dapat dengan mudah menyusup masuk, sangat terang, sampai-sampai membuat seseorang yang meringkuk di atas ranjang itu mengernyitkan mata merasa terganggu.     

Hingga tak lama tubuhnya yang berjam-jam rehat itu menggeliat. "Eunghh..." Lenguhan pun terlontar lirih dari bibir bergincu merahnya yang mulai pudar.     

Dahinya mengernyit, saat tubuhnya beralih posisi menghadap lurus. Netra beningnya yang masih sedikit memburam itu di gosok-gosok perlahan, semakin jelas garis lekukan indah di langit-langit ruangan itu.     

Kepalanya yang bertumpu di bantalan empuk sampai meneleng, masih saja membuatnya tak habis pikir, sebenarnya siapa yang memperlakukan tahanannya sebaik ini? Di kurung di dalam kamar yang begitu luas dan sangat terkesan mahal? Yang membuatnya bertambah tak habis pikir, makanan selalu tersedia di nakas samping tempat tidurnya.     

Tak ada yang berhasil membuatnya memperkirakan buruk tentang siapa yang dengan tega menculiknya. Seorang wanita dengan seragam khas pelayan yang sering masuk ke tempat ini bahkan sedikit pun membuka mulut untuk membalas pertanyaannya yang bertubi untuk sekedar mencari informasi. Senyum ramah hanya di balaskan, sampai Cherlin yang awalnya begitu ketakutan karena berada di tempat asing kemudian berniat buruk demi untuk bebas. Ya, pelayan ramah dan nampak masih berusia muda itu di dorong dengan sekuat tenaga, hingga makanan yang masih ada di tangannya jatuh bertumpahan. Bergegas lari ke arah pintu yang masih tak terkunci, hingga sejenak membuatnya memekik senang karena berhasil melihat tampilan luar ruangan yang mendekamnya.     

Ancang-ancang untuk segera turun dari lantai atas yang di perkirakannya, berusaha mengabaikan arsitektur rumah yang hanya dari satu sudut pandanganya saja terlihat begitu mewah dan berkelas. Menuruni anak tangga yang meliuk indah dengan permadani yang menutupi, sampai akhirnya rencana melarikan diri kemarin itu berbuah kegagalan. Di bawah sana sudah berbaris beberapa pria gempal dengan seragam khas hitamnya dan terlihat amat garang.     

Cherlin hanya bisa menjerit, seseorang menerobos dan langsung memanggulnya di atas bahu. Dan di sinilah ia sekarang, di buat bosan dengan pagi kedua ia sendirian di tempat asing itu.     

Sungguh, yang ada di pikirannya saat ini malah seseorang yang mungkin saja tergila-gila dengannya. Mungkin salah satu dari mantan-mantan kekasihnya? Bisa saja karena melihatnya karena cemburu akibat siaran pertunangannya, kan?     

Ya, meski prasangka itu terbantahkan seketika oleh keadaannya yang masih seperti semula. Bahkan gaun yang digunakannya pada acara pertunangan tiga hari yang lalu masih melekat di tubuhnya sopan. Jika hanya berkisah tentang asmara, tak akan menunggu waktu untuk mencengkram wanita tak berdaya yang ada dalam cengkraman, kan? Lantas, buat apa ia di kurung di sini? Atas dasar apa?     

Cklekkk     

Suara gemericik benda yang terbuat dari besi terdengar, masih tak mendapatkan intens dari Cherlin bahkan saat ganggang pintu itu di tarik dan berdecit terbuka dari luar.     

Sampai beberapa detik berselang, Cherlin yang merasakan angin menerpa bagian kakinya yang mengangkang terbuka. Jari kukunya yang di gigiti, lantas tersentak saat sebuah deheman menyapa pendengarannya.     

"Ekhem!"     

Wanita itu otomatis bergegas bangkit dari atas baringannya. Gaun mengembangnya yang tersibak sampai menunjukkan paha atasnya, dengan cepat di rapikan kembali. Rautnya benar-benar panik, rona wajahnya bahkan terlihat saat di ketahui yang memergokinya adalah seorang pria yang sampai mematung di ambang pintu.     

Sekujur tubuhnya sontak membeku. Menarik kedua kakinya untuk makin merapat dengan tubuhnya. Berusaha membuat dirinya sekecil mungkin, masih berharap tak bisa di lihat oleh seorang pria tinggi besar dengan bibirnya yang mengulas seringai begitu menyeramkan.     

Jelas saja Cherlin merasa ketakutan, tubuhnya yang masih terasa lemas setelah bangun dari tidur seketika saja di hadapkan pada situasi semacam ini. Terlebih saat tak pria yang benar-benar asing di ingatannya itu mulai mengetukkan sepatunya untuk makin memasuki ruang. Seakan gerakan spontan untuk memperlebar jarak, sampai akhirnya Cherlin terbentur oleh kepala ranjang, jalan keluar wanita itu semakin mustahil saat pria itu menutup habis bayangannya dengan berdiri menjulang di sisi ranjang.     

"Bagaimana tidur mu, apakah nyenyak nona Nandara?"     

Cherlin yang memberanikan diri untuk mendongakkan pandang pun lantas menggeram seperti mendapat energi kekuatan. Keluarganya di sebut dengan lancar, membuat wanita itu jelas merasa jika memang permasalahan yang menariknya karena nama belakang yang di sandangnya.     

"Siapa kau, apa mau mu pada keluarga ku!"     

Cherlin menjelma menjadi dirinya yang tak kenal takut. Memberontak, sampai-sampai dengan beraninya mendorong kasar dada bidang milik pria itu. Dagu yang terangkat tinggi dengan mata yang memerah, Cherlin siap untuk menantang orang yang di kiranya menjadi dalang itu.     

"Uang, yang kau inginkan berapa? Hubungi saja keluarga ku, mereka pasti akan membayar mu sesuai yang kau inginkan!"     

"Kau pikir aku serendah itu, nona? Sungguh, apakah dengan perlakuan kami di sini, kau masih tak menyadari tentang siapa yang menyimpan mu hilang untuk sementara waktu? Ruangan besar dengan pemandangan depan yang begitu indah, apakah kau meragukan tempat ini dengan pemiliknya yang tak semampu keluarga mu?"     

"Lalu apa yang kau inginkan dari ku? Mempermalukan keluarga ku karena acara pertunangan ku yang gagal akibat aku yang di anggap melarikan diri oleh media? Eh?!" Cherlin yang kesal, kemudian menghantamkan kepalan tangannya tepat di dada pria di hadapannya.     

Namun seolah menertawakan dengan tak adanya sedikit kesakitan yang di dapat. Pria yang menarik gurat wajahnya itu seketika saja berubah sangat menyeramkan, rahangnya mengetat sampai terdengar bunyi gemelutuk gigi yang di keratkan. Membalas perbuatan Cherlin, telapak tangan besarnya bahkan sampai mencengkram begitu erat pergelangan wanita itu.     

"Ouch!" Cherlin meringis kesakitan, tubuhnya yang tak sebanding dengan pria di hadapannya itu bahkan sampai membuatnya tersentak maju untuk lebih mengikis jarak.     

"Lepaskan aku! Apa yang kau lihat, eh?!" Cherlin memberontak. Rautnya benar-benar telah ketakutan, terlebih saat pria asing itu menundukkan wajahnya, seakan ingin mencengkram wanita yang tak berdaya, bibirnya yang kali ini tersenyum melengkapi pandangan mata pria itu yang amat tajam.     

"Sangat cantik, namun kenapa pandangan pria di sekitar mu itu seperti kompak buta? Bahkan tunangan mu sendiri, apa karena ia adalah seorang gay?"     

"Jangan sembarangan bicara! Nathan sudah tak seperti itu!"     

"Lantas kenapa sebelumnya kau memilih untuk melarikan diri? Apa kau tak yakin dengan keputusan mu sendiri?"     

Cherlin hanya bisa terdiam, kepalanya tertunduk dalam dengan gelengan perlahan untuk menepis ucapan pria di hadapannya itu. "Nathan menyatakan pada ku jika sudah berubah," rapal Cherlin lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri.     

Namun jelas saja masih terdengar pada pendengaran pria itu. Tak lama untuk membuat senyumnya makin merekah. Tugasnya akan selesai, saat satu kalimat terakhir yang di ucapnya memancing rasa penasaran wanita itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.