Hold Me Tight ( boyslove)

Max yang masih membawa egonya



Max yang masih membawa egonya

0Menghela napas jengah, nampaknya memang pelepasan itu yang amat cocok saat pandangan Nathan menangkap seseorang yang sama sekali tak ingin di temuinya akhir-akhir ini.     
0

Kepala yang mulanya terangkat dari atas kertas putih yang penuh dengan coretan tinta, tak menunggu waktu terlalu lama lagi untuk melempar pandang dengan bola matanya yang memutar malas.     

Rahangnya mengetat, gigi mengerat yang sampai membuat nampak berdenyut saat pendengarannya menangkap bunyi ketukan sepatu mahal. Lengannya yang memegang perintah kursor pada monitornya bahkan sampai menggenggam erat. Sungguh, Nathan benar-benar membenci situasi yang menariknya kembali pada kepatuhan yang mampu menghipnotisnya dalam satu waktu.     

Hari masih begitu pagi, bahkan bokongnya yang menempati kursi putarnya itu sama sekali belum menghangat. Sarapan sederhana yang di siapkan oleh Lisa bahkan masih membuat perutnya begah karena paksaan menghabiskan porsi besar. Sungguh, Nathan baru saja akan memulai hari baiknya dengan sugesti baik sampai detik lalu.     

Demi apa pun, bukan menjadi hal mudah saat kejadian yang berlangsung beberapa hari lalu itu menimpanya. Meski kawan wanitanya itu berhasil sedikit membesarkan harinya, tak pelak rasa bersalah masih saja terus menghantui.     

Rian yang begitu malang, di putuskanya hanya atas dasar tak lagi ada perasaan. Tanpa sedikit pun pertimbangan memori indah yang merekam momen percintaan mereka dulu, menjadikannya layaknya seorang pengecut yang sebenarnya.     

Butuh waktu lebih untuk menghilangkan ngiangan tangis yang terus berdengung pada pendengarannya. Menghilangkan bekas penciuman tajamnya yang seringkali membuatnya menghayal terlalu sedih. Dadanya bahkan terasa basah setiap saat, menjadi semacam energi residu yang mengulang tangis Rian di sana, menembus kain pembatas dan mengalir tepat di atas permukaan kulit telanjangnya.     

Masih tak siap untuk menjalani keburukan lebih setelah hari itu. Sebisa mungkin, bahkan Nathan menghindari segala rencana yang menariknya dari kemungkinan bertemu dengan seorang pria yang amat di bencinya. Menolak kemungkinan terbaik untuk merilekskan pikiran, ia bahkan terlalu tak percaya walau Tommy yang berani sumpah untuk tak akan ada sosok lain yang menyusup datang.     

Namun rasanya menjadi sia-sia, lingkup yang menariknya terlaku luas jika hanya konsentrasi penutupannya hanya pada satu sisi. Pria yang khas dengan tampilan klasiknya itu banyak macam cara, segalanya bisa di lakukan untuk sekedar menemukan sosok yang tak terlalu ahli macam dirinya.     

Dari pada hanya sekedar berdiri tegap di depan meja kerjanya, bukan hal yang mustahil pula jika pria berparas oriental itu mampu menyusup pada celah terkecil tempat persembunyiannya.     

"Aku merindukan mu."     

Seketika saja tersentak saat pertama kalinya Max membuka mulut hanya untuk mengutarakan hal tak penting semacam itu.  Otomatis netranya menembus dalam milik pria jangkun yang berwarna mengagumkan itu.     

Raut tegas yang sedikit pun tak gentar, bibir tipis yang seketika kembali terkatup menjadikannya tanpa ekspresi. Max benar-benar serius dengan pengakuannya, malah sedikit pun tak membuat Nathan mempercayai.     

Nathan berdecih seolah menyepelekan, bibirnya lantas tertarik satu sudutnya membentuk seringai. Pandangannya berubah menajam dalam satu waktu, masih di harapkan untuk pria berparas oriental itu bisa mengerti dengan ketidakpeduliannya.     

"Raut seperti itu, kau pikir aku hanya sekedar membual?" tanya Max dengan nada yang tak habis pikir.     

Tambahan ucap Max yang makin memancing gelak tawa Nathan, menjadikannya sekeras batu saat di sisi lain pria yang duduk di kursi kebesarannya itu mampu merasakan debar jantungnya yang sudah begitu menggila.     

Masih tak sedikit pun ingin membuka mulut sekedar memberikan jawaban singkat hanya untuk menepis. Alangkah lebih baik lagi jika sekali pun tak menganggap keberadaan pria jangkun itu.     

Memijat kepalanya yang berdenyut menyakitkan, Max yang jelas saja begitu membenci cara kekanakan Nathan hanya untuk mengusirnya jauh. Jika di rasa niatan baik tanpa paksaannya tak sedikit pun di gubris, bukankah hanya ada satu cara untuk membuka jalan?     

Melangkahkan kaki panjangnya begitu cepat, Nathan yang bahkan tak sempat menyadari pergerakan yang menyasarnya itu hanya bisa terpekik karena merasa terkejut. Tubuhnya seketika saja terasa melayang, Max yang memutar kursi yang di dudukinya dan tanpa sedikit pun keberatan menaikkan tubuh milik Nathan ke atas meja.     

Saat Nathan yang secara otomatis mengalungkan lengannya ke rangkulan leher kokoh milik Max, sedikit membuatnya bertumpu terlebih terlebih saat pria yang menakup tubuh rampingnya itu berdiri amat dekat.     

Nathan yang hendak melepaskan diri terasa amat mustahil saat kedua kakinya yang bergelantung di himpit kuat oleh pria berparas oriental itu. Memberikan pemberontakan dengan kedua lengannya yang memberikan pukulan bertubi pada dada bidang milik Max. Kalimat makian disertai geraman terus terlontar di bibirnya yang memaksa untuk terus terkatup, menjadikannya sosok dengan raut lebih garang yang masih di harapkan untuk bisa menandingi Max yang malah menertawai tingkahnya kali ini.     

"Lepaskan! Atau kau mau aku menggunakan cara kekerasan dengan memberi mu beberapa lebam pada wajah kaku mu?" peringat Nathan yang di harapkan dapat bernegosiasi baik. Lengan terkepalnya mencengkram jas mahal milik Max, memberikan gertakan dengan netranya menyipitnya lebih tajam memberi balasan.     

Namun Max yang menampilkan dirinya jauh lebih mengesalkan, berhasil mengalahkan Nathan dengan begitu singkat. Satu telapak tangannya yang menepuk sisi wajahnya, seolah memberi tantangan terbuka untuk Nathan bisa melakukannya. "Coba saja kalau kau berani."     

Bugghh     

Nathan tersentak setelah kepalan tangan kanannya mampu menyelamatkan. Membuat gurat memberengut di wajahnya seketika saja berganti dengan kebanggaan diri. Bibirnya yang mengulas senyum, kemudian lagak bergaya dengan memberikan tiupan pada permukaan genggamannya yang berhasil mengalahkan.     

"Ishhhh..." Max jelas saja meringis kesakitan setelah langkah mundur beberapa jengkal. Hantaman kuat yang tak bisa sekali pun terpikirkan olehnya, terlanjur terlambat pula untuk menghindar.     

Sedikit rasa panas di rasakannya di pangkal hidung. Singkat, pandangannya sampai berkunang saat harus mengangkat sasaran objek pada Nathan yang tengah berkacak pinggang.     

"Kau pikir aku hanya sekedar menantang mu dengan ucapan omong kosong? Sebagai pelajaran saja jika aku yang saat ini tak akan mudah terpengaruh oleh siapa pun, terutama oleh pria bajingan seperti mu."     

"Ku rasa kau mengingkari ikrar yang baru detik lalu kau ucapkan, sekarang malah memberi perhatian pada seorang bajingan seperti ku, ya? Mulia sekali hati mu?"     

Max terluka karenanya, darah keluar dari hidung saat telapak tangan pria itu membukanya. Nathan tak sekali pun bisa menutupi rasa panik, ia yang di kejutkan kembali, dengan gelagat kepanikannya lantas memapah pria jangkun itu.     

Nathan tak lagi pikir panjang untuk menggulung beberapa tisu yang kemudian menyumpalkannya pada lubang hidung milik pria itu, melupakan identik mendominasi jika Max adalah seseorang yang di ibaratkan sekuat baja.     

Menggeram kesal dengan kebodohan yang telat disadarinya, membuat Nathan memukul keras dahi pria yang tengah bersandar di sofa itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.