Hold Me Tight ( boyslove)

Mencoba lebih baik atau jalan siksaan terburuk yang makin di selami?



Mencoba lebih baik atau jalan siksaan terburuk yang makin di selami?

0"Hanya sebagai sesama manusia, aku cukup punya hati untuk memberikan bantuan. Ya, sekali pun kau begitu menyebalkan."     
0

Max tak bisa menahan diri untuk terkekeh lepas. Jelas menjadi alasan kebahagiannya sendiri, Nathan yang ada di sampingnya dan bersikap menggemaskan seperti ini sudah di rasa setimpal dengan hari-hari penuh sunyinya.     

Memandang pria yang untuk pertama kalinya mampu membuatnya menginginkan lebih. Memberinya idaman momen bahagia yang di harapkan datang untuk masa depan. Menjadi alasan Max untuk sekedar menghargai hidupnya dengan usaha menggapai kebahagian.     

"Hei, apa yang kau lakukan! Darahnya masih belum berhenti!" Ingat Nathan setelah meneguk air mineral yang selalu tersedia di mejanya.     

Max yang bangkit dari tempat bersandarnya, hampir saja membuat sisa-sisa likuid yang masih membasahinya naik kembali hanya untuk menyembur pada pria di sampingnya itu.     

"Apa yang kau perhatikan, eh?! Jaga pandangan mu!" ulang Nathan dengan suaranya yang mulai kikuk. Mengangkat bokongnya, lantas memberi jarak makin jauh pada pria jangkun itu.     

Nathan yang merasa risih saat Max yang mulai dengan mantra mempengaruhinya. Netra hijau keabuannya mulai memberikan dorongan untuk menyelam lebih dalam.     

Lekas memutus aliran yang dengan kuat hendak menariknya. Melempar pandang pada objek lain di rasa masih membuatnya was-was akan hal-hal lebih jauh yang bisa saja memaksa.     

Menjelaskan jarak, bokong milik Nathan pun terangkat hendak kembali pada meja kerjanya sebagai alasan.     

Namun lagi-lagi tak sempat untuknya berhasil melangkahkan kaki, Max rupanya masih begitu keukeh untuk menariknya pada kedekatan. Sebuah permukaan lengan besar yang begitu kuat mencengkram pergelangan tangannya, menarik kuat hingga membuat Nathan terpelanting jatuh ke belakang.     

Sudah menjadi semacam rencana, ketepatan pria jangkun itu untuk sedia memberikan tampungan, membuat Nathan merasakan kembali pangkuan paha keras dengan sebuah bagian yang menjadi titik godaan terbesar.     

"Semakin kau memberontak, keadaan akan semakin menyulitkan mu, sayang...."     

Nathan melemparkan kepalanya menjauh, Max yang membisik tepat pada pendengaran miliknya, jelas saja memberikan rangsangan yang sedikit pun tak ingin membuatnya terpengaruh dengan mudah.     

Menahan napas untuk beberapa detik, matanya terpejam dengan emosi yang nyaris saja meluap untuk kedua kalinya. Akal sehat yang seolah begitu sulit untuk di kendalikan, menghadapi pria licik seperti Max memang membutuhkan energi lebih untuk sekedar mengimbangi.     

Tak begitu saja bisa lepas, memberikan usaha perlawanan seperti tadi agaknya memang di rasa begitu percuma. Yang menjadi peringatan awal Max memang tak bisa di pungkiri, terlebih dengan sulitnya Nathan melepaskan belitan yang memposisikan lengannya silang untuk memenjara pergerakan.     

"Di dekat mu seperti ini, tak bisa di pungkiri jika bayangan ku sudah mengada-ngada. Melihat diri mu murni tanpa sedikit pun kain yang menutupi. Kau yang kali ini mungkin saja membalas dengan begitu agresif karena rindu yang menyesatkan kita sampai waktu lama yang menjadi batas. Membasahi kejantanan ku yang sudah berdenyut dengan hisapan dari mulutnya yang begitu kuat. Kita yang akan merubah alur cepat cerita yang menarik kita, dengan desah kenikmatan saat kau bergerak di atas ku."     

Max berucap panjang lebar, wajahnya yang seketika berubah cabul, kemudian menenggelamkannya ke bagian punggung milik Nathan yang di dekap makin ketat.     

Nathan yang merasakan usikan merangsang dari pergerakan Max, otomatis pula membuat tubuhnya melenting akibat dorongan secara langsung. Matanya terpejam dengan permukaan bibir yang di gigit kuat, keringat dingin mulai membasahi sekujurnya, bagian paling buruk saat belah bokongnya yang makin merapat pada kejantanan berdenyut milik Max yang sudah begitu memberontak dalam sangkarnya.     

Meneguk ludah kasar, terkaan lanjutan sudah menderet makin jelas. Ya, jika saja Nathan melepaskan sedikit saja besi pertahanannya.     

"Bagaimana menurut mu?"     

"Gila, karena kau terlalu membayangkan hal yang sudah begitu mustahil."     

Balas Nathan dengan suara tegas dan begitu yakin. Tak bisa di pungkiri jika ajakan berbaikan Max terasa begitu menguntungkan, merealisasikan kembali mimpi yang akhir-akhir ini kembali membujuk dengan denyut lubang berkerutnya yang begitu jalang meminta sentuhan kasar.     

Namun ia tak ingin menjadikan dirinya lebih murah lagi setelah kejadian yang sudah menentukan nasib keduanya. Nathan tak ingin membuat personalnya semakin buruk dengan pertanggungjawaban yang di tinggalkannya begitu saja.     

Berbeda halnya dengan Max yang sudah semakin frustasi dengan cara bertele-tele Nathan untuk menolaknya kembali. Bukan terlalu percaya diri, sungguh, ia memang begitu yakin jika Nathan telah membalas perasaannya. Cara pria menggemaskannya itu mencemburui sudah begitu jelas, mungkin saja Nathan memang masih marah dengan sikapnya. Ingin merasakan keseriusan dengan perjuangan Max untuk mendapatkannya.     

Mereka yang telah saling menyukai, kenapa harus menyiksa diri lebih lagi dengan ego yang masih menguasai? Bukankah Nathan sudah melihatnya yang sampai merendah semacam ini?     

"Jangan pura-pura hilang ingatan pada memori kebersamaan kita, aku yakin tak hanya membekas peninggalan cairan milik ku saja di dalam mu. Sekali saja, ku harap kau mau mengaku pada ku tentang perasaan yang kau miliki untuk ku," bujuk Max dengan suaranya yang begitu manja. Memberikan ciuman pada permukaan tengkuk milik Nathan yang hanya sedikit terlihat. Masih terus memaksa meski pria yang ada di pangkuannya itu berusaha untuk menghindar.     

"Nath... Ku mohon pada mu... Kau ingin aku serendah apa untuk memastikan diri mu masih tetap menjadi milik ku, eh? Satu peran sudah ku singkirkan paksa, benar-benar tak ada alasan lain untuk mu meragukan keseriusan tentang kita," lanjut Max yang tak betah untuk di balas Nathan dengan ringisan penuh kekecewaan.     

"Yang kau maksud, Rian atau Lea yang ada di pihak mu yang kau singkirkan? Jangan kira aku tak mengetahui tingkah lancang mu di belakang ku, Max. Siapa yang menyuruh mu bicara omong kosong dan membuat mantan kekasih ku itu terluka? Sedikit pun, memangnya aku pernah meminta bantuan mu untuk menyelesaikan masalah ku? Kau pikir tindakan mu sudah benar dengan mengklaim diri ku sebagai satu-satunya milik mu?"     

Nathan bangkit dari pangkuan Max saat lengan yang membelitnya itu beransur mulai merenggang. Menghempaskan dirinya dari tempat awal, menyandarkan tubuhnya penuh pada punggung sofa. Mencoba menenangkan dirinya, kedua mata Nathan pun terpejam dengan lengan yang memijat kepalanya yang seakan nyaris meledak.     

Masih tak ingin menyisakan tanda tanya besar di benaknya, menjadikannya semakin jelas pada satu waktu. Max pun menarik satu lengan bebas milik Nathan, menarik intens dengan genggamannya yang makin mengerat.     

"Jadi, kau masih mencintai pria mungil yang bersyukurnya sudah menjadi mantan kekasih mu itu?"     

"Bukan itu poin yang ingin ku katakan, bukan lagi pada cinta atau bagaimana seharusnya yang kau anggap dengan mudahnya menyatukan kita. Hanya saja keadaan sudah tak semudah itu lagi, telah begitu banyak pihak yang terkait, tak ingin membuat ku tega untuk bersikap lebih buruk lagi dengan cara jahat yang begitu egois,"     

... Ku maklumi jika kau demikian berusaha untuk menyingkirkan Rian dengan memberikan pengaruh. Lea yang jelas saja kau tinggalkan saat kau bisa dengan bebasnya bisa datang dan menemui ku saat ini. Tapi apa kau dengan mudahnya melupakan seseorang begitu saja? Adik mu yang sudah di pastikan menjadi milik ku, apakah kau tega membuatnya terluka hanya untuk bersama ku? Percayalah, Max... Semua itu tak akan bisa membuat kebahagian paksa kita terasa sempurna. Tak pula bisa setimpal saat kau yang mungkin saja hanya begitu terobsesi dengan tubuh ku. Pengorbanan yang kita lakukan tak akan bisa sebanding saat semua orang terluka."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.