Hold Me Tight ( boyslove)

Menjadi pilihan?



Menjadi pilihan?

0... Aku tak ingin lagi kerja dengan mu. Persetan dengan segalanya, aku tak lagi ingin merasa bersalah karena menjadi alasan andil besar untuk membawa takdir kalian semua semakin dekat. Dari pada merongrong ku hanya sekedar untuk paksaan keingintahuan mu saja, lebih baik kau pikirkan dulu tentang bagian Lisa di hidup mu."     
0

Leo kemudian meninggalkan Ilham dengan rangkulan eratnya pada sosok tambatan hati. Pria yang mendapatkan luka sobek di sudut bibirnya pun kemudian membuang ludahnya yang terasa anyir karena darah yang sempat di rasa lidahnya.     

Masih dengan pandangan tajam yang menyasar pria yang semakin bergerak menjauh dari posisinya, lagi-lagi tak bisa sesuai dengan harapan yang di rasa bisa mempersingkat waktu. Leo telah membelot darinya, seakan yang di lakukannya selama ini salah besar.     

"Brengsek!" Makian kasar pun terlontar dari dirinya yang frustasi. Tak ada lagi yang bisa di beri perintah dengan cara menyusup baiknya pada lingkup wanita itu. Masih tak ingin memberikan cara liciknya dengan mata-mata yang seperti melanggar privasi.     

Sungguh, ia tak mengerti lagi dengan bagaimana langkah selanjutnya. Lisa belum tentu bisa bersikap sedikit melunak dengan mengizinkannya masuk seperti tadi, keberuntungan tak akan di dapatkannya ulang.     

Menjadi semacam pertanyaan besar yang mengacu pada niatan sebenarnya. Untuk apa ia begitu merasa cemas hanya karena masa depan? Terlebih dengan keinginannya yang terus ingin membawa pada kedekatan pada Lisa, membuatnya berpikir keras, ia hanya menginginkan kepuasaan dalam persetubuhan wanita itu atau dalam sesuatu yang lain? Semacam perasaan cinta?     

Di sudut kecemasan lain, membawa pada latar berbeda dengan keadaan yang begitu formal. Gedung tinggi menjulang dengan ballroom besar yang begitu tertata megah. Konsep warna merah dengan banyak bunga yang mengelilingi. Meja panjang yang menata berbagai macam hidangan meski hanya dengan satu yang menjadi favorit. Apa lagi jika bukan cairan pekat berwarna yang memabukkan?     

Nathan di sana, menjadi salah satu bagian penting dari pada pertemuan antar perusahaan untuk menjalin kedekatan mesra. Sang papa yang mengirimnya sebagai perwakilan diri pemilik, membuat pria itu merasa kian gugup saat satu per satu dari para petinggi penting menghampirinya untuk menyapa.     

Sungguh, ia begitu kaku saat keahlian bicaranya masih belum begitu terasah. Hadapannya dengan yang lebih tua, membuatnya tak mengerti lagi tentang caranya untuk bisa keluar dari lingkaran yang menariknya secara paksa itu.     

Ya, masih untung ada Cherlin yang menyelamatkannya. Menjadi perwakilan dengan ucapan manisnya untuk izin undur diri.     

Wanita itu masih memberinya dekapan mesra dengan begitu erat. Menjadi alasan yang tak bisa di elak saat Lisa menduga kepergiannya karena kencan dengan nona dari keluarga Nandara. Buktinya memang tak jauh-jauh dari itu, kan? Pertemuan bisnis hanya semacam basa-basi, lebih banyak di jadikan momen tepat untuk sepasang kekasih menikmati kebersamaan di tempat mewah secara gratis? Eh, apakah Nathan baru saja mengaku jika Cherlin adalah kekasihnya? pikir Nathan yang seketika saja menjadi bimbang.     

"Jadilah diri mu sendiri, kau nampak terlalu tegang, kak Nathan," sentak Cherlin yang membangunkan Nathan dari khayalannya. Wanita yang berdiri di hadapannya, kemudian terkekeh dengan lengan yang menepuk bagian dada bidang milik Nathan dengan cara mesra.     

Pria itu pun memberi cengiran sebagai balasan. Satu lengannya yang bebas, tak bisa di kendalikan dengan sikapnya yang sama sekali tak gagah dengan menggaruk surainya yang baru kali ini di beri gel.     

"Memangnya terlihat sekalinya, ya? Apakah aku terlihat konyol saat berhadapan dengan mereka?" tanya Nathan yang dengan suara berbisik lirihnya. Tak ingin satu pun dari mereka mendengar.     

Cupp     

Cherlin yang menjadikan kedekatan posisi mereka sebagai hal menguntungkan untuknya. Memberikan kecupan tepat di bibir milik pria yang jelas saja langsung mematung.     

Masih tak habisnya untuk terus menggencar momen, bahkan wanita itu kali ini membelai mesra wajah milik Nathan yang memerah. "Sangat menggemaskan, bahkan saat ini ku akui kau sudah membuat ku menjadi sosok jalang yang sesungguhnya. Milik ku di bawah sana telah basah, setelah ini bagaimana kalau kau memastikan langsung ucapan ku? Menginap di salah satu unit hotel ini? Tertarik?"     

Deg     

Seketika saja Nathan berkeringat dingin, dalam satu waktu bersamaan yang anehnya begitu terasa panas. Cherlin yang memberinya ciuman tepat di bibir, rupanya tak bisa di bandingkan dengan cara wanita itu memberikan godaan dengan hembusan napas yang menggelitik pada pendengarannya. Rangkaian tarikan sensual yang di sasar, bagaimana Nathan bisa menghadapi wanita dengan jiwa menggebunya seperti Cherlin itu?     

Lekas memberi jarak, gelagat Nathan pantas saja di tertawai oleh Cherlin, seorang wanita yang bahkan lebih muda empat tahun darinya. Pandangan pria itu bahkan tak sanggup terangkat, hanya terus teralih cepat dengan objek random pada pengecualian tepat.     

Genggaman pada gelas tingginya lantas makin mempererat, membuat pria itu lantas menunduk dalam secara singkat.     

"Rasanya panas sekali, bisa aku meninggalkan mu singkat hanya untuk membasuh wajah?" izin Nathan setelah berdehem beberapa kali untuk melancarkan bagian tenggorokannya yang seperti tercekat.     

"Apa ini semacam kode untuk mempercepat? Sudah tak sabar untuk menyakinkan kejujuran ku, ya?"     

Cherlin benar-benar merupakan perpaduan antara Max dan Lisa. Bicaranya yang frontal, di perparah dengan sisi dominannya yang seperti terus tak sabaran untuk mengajak Nathan bergumul dalam satu selimut. Lihatnya bagaimana bibir bergincu merah itu menarik lebar kedua sudutnya, menjadi semacam godaan sensual saat wanita itu secara tiba-tiba menarik gelas tinggi milik Nathan dan menjilat permukaan melingkarnya.     

Nathan yang jelas saja tak bisa berkutik, meski di sisi lain kecemasannya pada sekitar membuatnya matanya meliar dengan gerik mata panik. Cherlin yang masih bersikap layaknya kepribadian asli, bahkan sedikit pun terlihat tak ingin peduli dengan pandangan sekitar yang telah menjadikan keduanya objek tetap. Sungguh, sangat memalukan untuknya.     

"Hanya seperti itu, kenapa aku begitu tak berdaya untuk menghadapinya secara lebih jantan?" geram Nathan setelah membasuh wajahnya di keran wastafel.     

Rasa panas yang bahkan sampai membuat telinganya memerah, membuat Nathan secara tak sadar mencengkram erat sisi porselen.     

Netranya kelam dengan bingkai matanya yang kecil, mematut tampilannya pada bagian kaca dengan sorot tajamnya. Liquid air yang mengalir secara bersamaan, menjadi hal terkecil yang sampai menarik intensnya.     

Namun tidak dengan pemikirannya yang menjadi semakin lemah. Bukankah ini yang di maksudkan untuk tujuan hidupnya? Lantas kenapa juga dengan sisi hatinya yang seketika bergerak untuk melawan? Kenapa dengan segala pengkhianat respon tubuhnya yang melawan sekalian? Sungguh, ia begitu membenci dirinya sendiri yang seringkali linglung dengan keputusan yang di ambilnya sendiri.     

"Ckckk! Sial!" Nathan seketika saja berdecih malas, bola matanya bahkan sampai memutar saat pintu toilet utama terbuka, menampilkan seorang pria yang sejak tadi berusaha untuk di hindari.     

Max di sana, dengan niatan jelas dari netranya yang selalu saja bisa di artikan mesum. Sudah bukan lagi menjadi tempat menyendiri untuk bisa menenangkan pikirannya, Nathan yang mengusap kasar permukaan wajahnya lantas dengan cepat melangkah pergi dengan berusaha tak terpengaruh oleh pria itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.