Hold Me Tight ( boyslove)

Malam untuk Cherlin?



Malam untuk Cherlin?

0"Ishhh... Jangan mencari gara-gara dengan ku!" desis Nathan dengan suara rendahnya yang mendingin seketika.     
0

Jelas saja demikian, tak hanya melanggar privasi dengan cara kedatangannya menatap begitu intens di balik netra hijau keabuannya. Pria jangkun itu malah bersikap terlalu kelewatan dengan tindakannya yang mencegat kepergian Nathan dengan mendekapnya begitu erat.     

Menghela napas panjang atas kejengahannya karena pengaruh Max yang tak lekas menghilang. Nathan benar-benar tak mengharapkan dirinya yang sedikit terpengaruh dengan cara pria itu memperlakukannya seolah ia benda paling mahal dengan ambisi untuk menjadikan dirinya satu-satunya pemilik.     

Max begitu memeluk erat tubuh Nathan, dengan begitu tulus memberikan kecupan berulang di puncak kepalanya.     

Nathan yang jelas saja memberontak, meski dengan kekalahan mutlak yang tak sekali pun bisa menandingi Max yang mengingini.     

"Ingin menunjukkan keahlian mu dalam mempengaruhi ku, sayang? Setelah dengan teganya memberi ku penolakan, kali ini kau sudah bermesraan dengan adik ku?"     

Nathan yang masih tenggelam dalam dekap Max lantas terkekeh, Max jelas merasa makin frustasi dengan tingkahnya yang kekanakan.     

Dengan kedua lengannya yang mencekal sisi kemeja yang membalut gagah pria berparas oriental itu, berlanjut dengan kepalanya yang terangkat, sisi menelengnya dengan mencebikkan bibir, membuat Max yang tergoda mencuri kecupan dari permukaan kenyal yang menjadi salah satu candunya itu.     

Nathan memang tak menghindar, namun menjadi menjadi semacam ganjalan tersendiri saat pria itu malah menertawai tingkah Max.     

Dahinya sampai berkerut dalam, alis menyatu dengan rahang tegasnya yang masih mengancam sisi dominan. "Apa yang menurut mu lucu dari bagian patah hati ku?"     

"Dua saudara yang saling menimpa kecupan di bibir ku, misalnya?" jawab Nathan dengan begitu enteng, tentu saja mematik bakaran cemburu Max makin menjadi.     

Lengannya bahkan membelit makin posesif, tak lagi ada jarak walau usaha Nathan yang terus mendorongnya untuk menjauh. Nathan sudah benar-benar di anggap keterlaluan dengan tingkahnya, memaksa sang dominan untuk memberikan hukuman untuk mengancam.     

"Akhhh!" pekik Nathan saat merasakan kedua belah bokongnya di cengkram dengan begitu kasar. Posisi yang makin merapat membuat, terlebih dengan gerak penghindaran Nathan yang makin kuat menghentak kejantanan mereka yang telah bertemu.     

Mengangkat pandang dengan gertakan gigi menahan kesal, Max yang masih tak menyesal kali ini bahkan mulai terlewat keterlaluan dengan cara jemarinya yang menggesek kuat bagian garis tengah pada sisi sensitifnya.     

Sekuat tenaga untuk tak merapuhkan posisinya, makin mengetatkan rahang saat bibirnya telah di paksa terbuka untuk menggeram nikmat. Kelopak matanya bahkan terus terbujuk untuk terpejam, meski masih pantang untuknya membuat kebanggaan tersendiri dari seringai milik pria jangkun itu yang makin mengesalkan.     

"Kau tahu, aku begitu membenci sikap mu yang jual mahal seperti ini. Sungguh, aku tak akan menertawai mu, justru malah bangga saat kau merasakan kenikmatan oleh sentuhan ku, sayang... Jujurlah, ekspresikan diri mu. Dan setelahnya akan ku pastikan, kau akan mendapatkan kembali kenikmatan saat lubang berkerut mu terus coba untuk ku lebarkan."     

Max terus merasa percaya diri dengan segala keahliannya dalam hal memberikan godaan. Nathan yang di target masih begitu murahan, membuat pria itu menarik dirinya dengan sekuat tenaga dari macam bujukan yang berbahaya.     

"Perlukah aku menggendong mu bak pengantin untuk bisa melemparkan mu ke ranjang kita? Seperti yang terus berusaha kita capai, apa kau tak merindukan diri ku di dalam mu?" tambah Max dengan memberikan kecupan lama di dahi milik Nathan.     

Namun agaknya hal seromatis itu masih tak bisa meluluhkan pendirian Nathan yang sudah memilih jalan bahagianya. Tak hanya seputar persetubuhan yang terus di gencarkan oleh Max, hidup tak hanya pada satu fokus gila itu, kan?     

"Jangan terus mengikuti jejak adik mu. Setelah kecupan, saat ini kau mengikuti langkahnya untuk mengundang ku dalam ruangan yang di lingkup niatan sensual? Supaya adil, bagaimana kalau satu ruangan untuk kita bertiga? Aku, kau, dan Cherlin, bagaimana menurut mu?"     

Balas Nathan dengan nada suaranya yang di buat seolah leluconnya patut mendapat apresiasi. Namun jelas bukan untuk Max yang tepat menjadi sasaran, perubahan wajahnya yang sontak memerah padam, dalam artian murka sebenarnya saat dalam satu waktu Nathan di hempas menjauh.     

Tubuhnya yang masih limbung, lantas dengan kasar Max malah mencengkram rahang miliknya, menyentak kasar untuk kembali mendongakkan kepala dengan balas memandang kemurkaan pria dominan itu.     

"Jangan coba mempermainkan ku. Sungguh, kau sudah melewati batasan kesabaran ku untuk menghadapi mu. Jangan kira karena aku seperti tunduk dengan keinginan mu, menyangka segala tindakan mu, ku tolerir meski kau terus saja menginjak-nginjak harga diri ku. Untuk hal ini, aku tak akan pernah mengizinkan mu untuk makin menghindar lebih. Kau tahu cara singa kelaparan yang menatap mangsanya, kan? Sebrutal itu, aku nanti."     

Nathan menyeringai di balik kesakitan rahangnya yang menjadi sasaran. Kemarahan Max memang sedikit membuatnya tersentak, namun memang tak ada jalan lain untuk menepis selain bersikap memberontak, kan?     

"Terserah saja, aku tak peduli," balas Nathan, yang dengan cepat lantas melarikan diri setelah menghempaskan cekalan kasar dari pria itu. Melawan Cherlin yang notabene nya adalah adik kandung pria jangkun itu, tak akan cukup tega di lakukan oleh pria berparas oriental itu, kan?     

"Lama sekali, ku kira kau akan meninggalkan ku sendirian, kak Nath," rengek Cherlin dengan raut memberenggut serta bibir yang mencebik. "Loh, ada apa ini?" pekik wanita itu saat Nathan yang sudah makin mendekat seketika saja menarik lengannya.     

Cherlin yang kepayahan hampir saja tersandung karena sepatu tingginya yang mengerat di permukaan lantai. Gelas yang hampir kosong pun berusaha di letakkannya pada meja kembali, harapan untuk tak membuat keadaan sekeliling makin gusar karena bisa saja benda rapuh itu jatuh dan menarik prasangka lebih yang macam-macam.     

Pandangannya menatap lengan kanannya dengan pergelangan kecilnya yang tertawan. Membuat bibir wanita itu seketika saja mengulas senyum dengan gurat keheranan yang seketika saja musnah saat Nathan membalas pertanyaannya.     

"Seperti ajakan mu, ku rasa akan lebih baik untuk kita melarikan diri dari acara yang penuh dengan omong kosong ini."     

Seakan menjemput perkara, Nathan segera menarik lengan milik Cherlin untuk mengikuti langkahnya. Mereservasi ruangan meski wanita itu adalah bagian dari pewaris hotel megah yang mereka tempati saat ini.     

Cherlin yang menjadi semakin bersemangat, lantas mengambil kartu ruangan pribadinya yang di miliki khusus.     

"Apakah seenak ini memiliki cabang hotel? Apakah kau selalu memiliki tempat mu, di mana pun itu?" tanya Nathan dengan pandangan meliar. Merasa begitu kagum, pasalnya memang di seluruh ruangan yang mereka masuki itu adalah bagian yang paling lengkap dan istimewa. Foto yang begitu besar, berada tepat di atas ranjang. Pandangan pria itu lantas berhenti, rautnya berubah kaku saat di sisi lain keharmonisan dalam satu keluarga itu dapat di lihat. Pantaskah jika Nathan menjadi lancang dan merenggut seluruh senyum itu?     

Namun rupanya memang sudah terlalu lambat untuk memikirkan kebenaran dari posisinya saat ini. Cherlin sudah makin mendekat, menarik kesempatan terbuka dengan maksud tak bisa menahan dirinya.     

"Ku rasa bukan waktunya untuk kita bercerita lebih banyak, setuju untuk datang pada inti utamanya?"     

Cupp     

Belum sempat Nathan membalas satu kata pun, Cherlin sudah lebih dulu membungkam mulutnya dalam ciuman panas. Telapak tangan halus mencekal tengkuknya, menarik lebih dalam untuk keduanya makin melekat.     

Akal sehat sudah tak bisa terpikirkan lagi oleh keduanya. Nathan yang mungkin saja hanya ingin membuktikan pada Max, kali ini bahkan tak lagi ingin mundur. Satu persatu kain yang melekat di tubuhnya terlepas, kemudian membantu kesulitan wanita itu saat resleting belakang gaunnya yang terlalu panjang.     

Melompat bersamaan ke atas layaknya kebebasan di miliki bersama untuk malam ini. "Buktikan saja kejujuran ku tadi, bahkan karena terlalu basahnya, kau bisa langsung memasuki ku, kak Nathan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.