Hold Me Tight ( boyslove)

Setelah pesta (18+)



Setelah pesta (18+)

0"Lihat apa yang kau lakukan! Rencana mu memang bermaksud mengacau, ya?!"     
0

Hari masih begitu pagi, bahkan pria yang berbaring di atas ranjang itu baru saja membuka kelopak mata. Pandangannya bahkan masih sedikit memburam, di bantu dengan telapak tangannya yang menggosok-nggosok area luar untuk menghilangkan kotoran mata yang bisa saja mengganjal. Mulutnya menguap lebar, meski tak terlalu menikmati perenggangan otot tubuhnya karena seseorang yang berdiri di sisi ranjang sudah menunjukkan taringnya.     

Tak lama sebuah tablet terlempar di sisinya, membuka layar terang dengan judul mentereng yang menjadi topik panas perbincangan pagi ini. Pria yang masih sembunyi di bawah selimutnya, dengan perlahan lantas mencoba bangkit dari atas baringannya. Ringis kesakitan dengan otomatis telapak tangan yang memijat pinggang telanjangnya, membuat Nathan lebih tidak peduli hal menggemparkan dari pada kejadian buruk yang secara nyata menyerangnya.     

Pandangannya melirik begitu tajam, dengusan kasar, lengannya mencengkram selimut tebal yang menutup tubuh telanjangnya. Jiwanya seperti terbakar habis, dengan keinginan terbesar untuk memberikan beberapa pukulan hingga menyisakan lebam di wajah pria jangkun itu untuk menambah kengerian.     

Memutar ulang kejadian beberapa jam lalu, saat peran Nathan nampak begitu gagah dengan kungkungannya pada seorang wanita yang nyaris telanjang. Di sebuah kamar hotel yang di miliki khusus oleh sang nona kaya raya, ranjang berukuran besar yang menjadi titik jalinan kedekatan intim keduanya.     

Malam masih belum begitu larut, bahkan setengah acara masih berlangsung dengan peninggalan lancang dari calon pewaris dari dua perusahaan yang telah menjalin persahabatan sejak lama.     

Masih nampak begitu santai, tawa cekikikan bahkan masih mendominasi ruangan besar itu. Hawa dingin dari pendingin ruangan tak lagi di rasakan, malah sebaliknya dengan keakraban yang saling di balaskan, membuat keduanya seakan menghilangkan kecanggungan yang sempat mendominasi.     

"Ahh... Malam ini, bisakah menjadi bagian terindah untuk kita, kak Nath?" desah Cherlin dengan suaranya yang begitu lirih. Setelah beberapa saat tubuhnya nampak tak berdaya, kali ini telah beralih semakin mengacau dengan cara jemari lentiknya yang meraba bagian punggung telanjang milik sang pejantan.     

Tubuh wanita itu secara otomatis sedikit terangkat untuk mengikuti gapaiannya. Makin merapat pada tubuh Nathan yang hanya meninggalkan satu kain lapis mini sebagai pelindung.     

Pria itu kemudian tersentak, menghilangkan secara beransur bibirnya yang membekas raut tawa sampai detik lalu. Matanya membola, menjadi mula perkara saat Cherlin menunjukkan raut sensual dengan lidah menyapu permukaan bibir lembabnya untuk menggoda.     

Debar jantung milik Nathan sudah amat tak karuan, napasnya praktis menderu, kelopak matanya bahkan lebih tak sanggup untuk terbuka lagi. Otaknya seketika tak berfungsi saat merasakan sebuah benda lembut menyerang permukaan dadanya. Sontak mengalirkan rasa yang amat panas, ke sekujur tubuh pria itu. Merangsang bulu-bulu halus pada indera sensitif milik Nathan, menegang siaga dengan rasa menggelitik yang seperti ada di dalam perutnya.     

"Ku rasa kita harus seimbang, kakak hanya memakai bawahan, apa pun harus begitu, kan?" jelas Cherlin dengan begitu entengnya.     

Seolah-olah amat tak memahami ekspresi Nathan yang begitu kaku dengan bulir keringat sebesar biji jagung yang membasahi dahinya. Cherlin masih saja sibuk dengan godaannya, lengan yang mengalun di leher milik Nathan, lantas mengayunkan payudaranya yang sama sekali tak berlapis. Sungguh, pria itu bahkan merasakan puting menegang wanita itu yang menampar miliknya.     

Jujur saja, Nathan memang maju tanpa sedikit pun persiapan nyali. Dengan perkiraan adegan terpanas yang ada di benaknya. Namun agaknya semua itu masih belum bisa mengimbangi, nyatanya Cherlin lebih dari itu.     

Srak     

Bunyi gesekan kain disertai dengan hempasan tubuh perpindahan. Cherlin mengambil titik lengah Nathan, dengan mendorong  tubuh pria itu, menghempaskan nya jatuh sekalian ke bagian ranjang yang masih begitu luas.     

Wanita yang duduk di titik berbahaya dengan senyum girangnya lah yang mengatur. Posisi tubuh yang melenting, menunjukkan payudaranya yang mencuat dengan tumpuan tepat di atas debar jantung milik Nathan.     

Layaknya menjadi sosok bawah yang sama sekali tak ambil andil dengan kedua lengan yang melemas di sisi tubuh, kerjapan matanya bahkan membuat tampilan pria itu amat begitu polos.     

Masih sempatnya membuat Nathan tak bisa bernapas dengan benar, Cherlin yang berlakon begitu melantang itu sudah menjalarkan jari telunjuknya dengan masing-masing melingkar ke titik kemerahan di tubuh milik Nathan.     

Wanita itu membungkuk semakin dekat. Pandangannya menarik begitu dalam dengan rahang kecil milik Nathan yang kali ini di goda.     

"Sudah ku katakan kalau aku adalah tipe yang agresif, apa kakak masih saja tak terbiasa? Takut, risih, atau malah jijik- Eumph!"     

Nathan membungkam mulut Cherlin yang masih saja banyak bicara. Gerakan paksaan yang secara otomatis membuat kelopak mata pria itu terpejam.     

Demi apa pun, pria itu memang ingin menunjukkan dirinya telah berubah, dengan cara semacam ini mungkin saja menjadi pembuktian yang tepat.     

Kembali membalik posisi, membuat dirinya kembali pada kuasa yang semestinya. Memberikan ciuman dalam dengan ritme yang begitu menderu.     

Cherlin mengulas senyum di balik ciuman mereka. Ini yang di harapkan, pria yang di rasa tepat untuk membawanya pada kebebasan yang harusnya di dapatkan sejak dulu.     

"Ahhh... Ya-ya... Sentuh di situ, kak...!" Wanita itu terus mendesah, memberikan dorongan pada Nathan untuk makin gencar menghabisinya.     

Nathan yang mulanya sedikit kikuk, makin di buat percaya diri dengan respon Cherlin yang di luar perkiraan. Bibirnya yang basah memberikan kecupan di bagian dagu milik wanita itu, semakin bergerak ke bawah. Hingga sapuan lembutnya mengarah pada bagian lembut milik Cherlin.     

Melirikkan matanya ke atas, saat Cherlin makin menggelinjang akibat ulahnya. Bahkan Nathan merasakan tarikan kuat yang menyasar surainya, sedikit membuatnya salah paham dengan maksud bangkit dan menjaga jarak kembali.     

Namun rupanya itu menjadi kesalahan terbesar yang lebih memalukan lagi untuknya. Wanita itu menarik kembali posisi Nathan, membuatnya tepat dengan memasukkan titik puting milik Cherlin ke dalam mulutnya saat pria itu secara kebetulan sedikit membuka mulut.     

Sudah tak lagi ada basa-basi tentang keinginan wanita itu untuk bersetubuh. Bahkan kedua kakinya yang mengangkang, sudah membelit tubuh Nathan di atasnya. "Hisap lebih kuat... Ahhh... ayolah, kak...!"     

Nathan menurut, bahkan memberikannya jauh lebih nikmat saat ia jauh lebih mengerti tentang bagaimana seharusnya. Max pernah melakukannya, menggigit bagian kecil menonjolnya dengan begitu rakus. Menarik kuat, seakan-akan bagian itu bisa terlepas dari pada hanya hiasan layaknya kismis.     

"Eunghh... kau pasti tahu, di bawah sana sudah begitu basah. Hanya tinggal buka saja, ku rasa milik mu yang terlihat sudah siap itu tak perlu kesulitan untuk melesak di dalam ku."     

Gerakan Nathan terhenti, napasnya yang menderu menyasar perut rata milik Cherlin yang kali ini menjadi giliran. Wanita itu kemudian mengangguk guna meyakinkannya, lengan milik Nathan yang meraup pinggang kecil Cherlin, secara otomatis menyentuh lingkar kain yang amat tipis.     

Krakkk     

Entah apa yang menarik Nathan menjadi pria sebrutal itu, lengan kuatnya bahkan menarik dua sisi kain yang melindungi titik intim Cherlin, mengoyaknya kasar hingga membuat kesempurnaan wanita itu makin terlihat keseluruhannya.     

Layaknya pegulat yang tak ingin terkalahkan satu sama lain, kali ini Cherlin yang sudah terpacu tak ingin terkalahkan atas keberanian yang baru saja di tunjukkan oleh Nathan.     

Benar-benar ingin sejajar, wanita yang kali ini memilih bersimpuh di bawah sisi ranjang, menarik Nathan untuk duduk di atasnya sebagai bagian tertinggi.     

Dengan menarik raut yang seakan berlawanan dengan ketegangan Nathan yang mendominasi, wanita itu bahkan sudah tak ragu untuk menempatkan telapak tangan lembutnya di atas kejantanan milik Nathan. "Ku rasa aku harus menangani mu kan, kan?" bisik Cherlin yang membuat wajah Nathan seketika saja memerah. Ya, miliknya jelas tahu tempat, tak ingin sembarangan beraksi meski pria itu sudah mengusahakan atraksi semaksimal mungkin.     

"Ahhh..." Nathan kemudian mendesah, Cherlin mulai dengan mencengkram erat kejantanan miliknya.     

Jelas saja Nathan runtuh, tubuhnya lemas dengan kedua lengannya yang menyangga di belakang. Kepalanya sampai mendongak, mata terpejam dengan bawah bibirnya yang di gigit ketat saat merasakan sentuhan langsung pada penisnya.     

Bergerak naik turun dengan sesekali memutar, hampir saja Nathan menjadi sosok kejam dengan menghempas jauh Cherlin yang mulai menundukkan kepala pada pertengahan kakinya yang terbuka.     

Brakkk     

"Brengsek kau!"     

"Max!"     

"Brother!"     

Namun rupanya takdir memang tak ingin lebih dulu menyatukan dua insan yang hanya di liput kepentingan. Suara bantingan pintu terbuka, sontak saja membuat Nathan dan Cherlin berjengkit, melompat berjarak ke bagian sisi terjauh.     

Pria dengan netra hijau abuannya yang menatap tajam, terlebih dengan cara Nathan yang bersikap begitu lancang dengan cara jantannya yang buru-buru menarik selimut dan membalut tubuh telanjangnya bersamaan dengan Cherlin.     

Max yang masih berada di ambang pintu, meliarkan netranya pada pakaian yang berserakan di lantai. Menjadi sebuah kejutan yang tak pernah terpikirkan sekali pun, begitu juga untuk Lea dan pengawal sang nona keluarga Nandara yang berdiri di belakang alpha mereka dengan mulut menganga lebar.     

"Cepat kenakan pakaian mu, setelah itu pulang dengan mas Riki!" perintah Max sembari melemparkan gaun milik sang adiknya tepat di bawah kaki milik wanita itu. Sedangkan pandangannya tak ingin teralih terlalu lama, Nathan yang jelas menjadi permasalahan untuknya, lagi-lagi membuat pria dominan itu terluka dengan perkara sepele mengenai cinta.     

Cherlin menggelengkan kepala dengan tatapan memohon kepada Nathan untuk bantu menolak perintah mutlak sang kakak. Sungguh, bukannya ia takut terhadap murka Max, hanya saja Cherlin tak ingin kejadian lebih buruk membuat kedua pejantan itu bertarung seperti pertemuan keluarga lalu. Mencari penenang lebih pada hatinya yang bergemuruh, wanita itu semakin menenggelamkan tubuhnya pada sang pria.     

Mengepalkan buku jarinya dengan amat erat, wajahnya yang kaku masih terus di tahan untuk tak meneriaki kasar bentuk ketidakpedulian Nathan terhadapnya. Terlebih dengan sang adik kandung yang membumbui drama?     

"Kalian mengenal ku, bukan gaya ku untuk bisa menunggu waktu lebih lama lagi supaya kalian saling melepaskan diri dari sana!"     

"Apa kau memang terlalu emosi hingga tak bisa berpikir? Aku dan Cherlin dalam kondisi telanjang, maksud mu ingin membuat perlindungan kita berdua lepas, apakah untuk menjadi lelucon mu bersama dengan mereka?" balas Nathan dengan meneriaki balik Max.     

Menjadi bagian yang membuat Max begitu lemah posisi, saat Nathan balas mendekap sang adik dengan lebih erat sembari membuat keputusan. "Kalian bisa pergi, dan akan ku jamin Cherlin pulang dalam keadaan selamat di kediaman Nandara."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.