Hold Me Tight ( boyslove)

Berita menggemparkan



Berita menggemparkan

0Jelas saja bukan bagian keputusan yang dengan mudah di ambil alih. Max masih tetap menjadi dominan di segala situasi, memberi perintah maju untuk Riki yang bertugas. Di saat bersamaan pula Max mendekap tubuh telanjang milik Nathan dengan perlindungan yang begitu erat setelah di tarik paksa keluar dari belitan selimut yang di cemburui.     
0

Cherlin menjerit keras, lengannya sampai berusaha terulur sebisanya pada Nathan meski dalam posisi yang begitu sulit. Riki membuntalnya rapat seolah menjadi kepompong. Seperti biasa, pria yang tanpa sekali pun menunjukkan ekspresi wajahnya itu memanggulnya di bahu layaknya karung beras.     

"Ku harap kau bisa mengerti dan meninggalkan ruangan ini, Le."     

Max rupanya ingin secara pribadi berhadapan dengan pujaannya yang mulai memberontak. Tak sekali pun mempedulikan wanita yang notabebenya sebagai tunangan yang menolak keras. Dengan bantingan pintu akibat rasa marah Lea pada Max yang malah makin menenggelamkan Nathan ke dalam pelukannya, meski pria telanjang itu jelas memberontak.     

Ya, wanita itu sakit hati saat kehadirannya bukan lagi menjadi pilihan.     

Melingkup kedua pria itu dalam emosi yang kian beradu. Masih tak ingin di kalahkan dengan cara masing-masing memberi pengaruh.     

Max mengetatkan rahang, penciumannya yang begitu sensitif di rasa terlalu memuakkan akibat milik Nathan yang sudah menyatu dengan milik Cherlin.     

Tubuh yang sama-sama telanjang bulat, siapa pun tak akan mengira terlalu baik meski Nathan adalah seorang gay.     

Belum habis perintahnya untuk tak berbuat macam-macam, rupanya Nathan seperti malah menjadikan kekhawatiran pria berparas oriental itu menjadi nyata. Benar-benar ingin lepas darinya? pikir Max dengan bibirnya yang mengulas seringai.     

"Tak semudah itu untuk melarikan diri dari kegilaan ku!"     

"Akhhh!"     

Nathan menjerit keras, belum sampai pada kalimat dingin yang terlontar pada pendengarannya, Max sudah melemparkannya kembali ke atas ranjang.     

Makin menyeramkan dengan sorot mata dan mimik ekspresi Max yang jelas marah, membuat Nathan masih mengusahakan dirinya supaya selamat dari cengkraman berbahaya pria itu.     

"Jangan gila! Bukankah sudah ku buktikan jika aku benar-benar tak sudi kembali pada mu? Aku hanya ingin bersama dengan adik mu, Max! Aku serius untuk itu! Aku benci menjadi gay!"     

"Persetan!"     

Max yang menahan pergerakan Nathan dengan cengkraman kuatnya pada pergelangan kaki pria itu. Menariknya pada posisi tengah ranjang, masih tak sedikit pun mempedulikan Nathan yang jelas geram dengan tindakan sesuka hatinya.     

Menjamah dari bawah telapak kaki pujaannya, seakan benar-benar sudah menggilai sekujur tubuh dengan cara yang menakutkan. Lidahnya yang basah dengan permukaan yang sedikit kasar, jelas membuat Nathan menggelinjang terlebih saat Max menyasarnya detail naik ke sekujur tubuh.     

Sudah jelas apa yang menjadi hukuman pantas, terlebih dengan kekalahan Nathan dalam menyimbangi. Tak lagi ada permulaan untuk menyiapkan bagian bawah miliknya yang masih kering, Max yang membalikkan tubuhnya lekas di susul dengan benda keras yang hendak menerobos paksa.     

"Akhhh! Rasanya sakit! Lepaskan aku, bajingan!"     

"Kalau aku memperlakukan mu seperti sebelumnya, apakah kau masih bisa merasakan jera untuk tak mengulangi kebodohan mu, eh?!"     

"Akhhh....!"     

Nathan terus menjerit kesakitan, dalam posisi tengkurapnya yang terhimpit. Max masih saja gencar untuk mempermainkan kejantanan jumbonya keluar masuk ke dalam tubuhnya. Hanya dengan bekal air liur yang di rasakan basah pada batang kejantanan milik Max.     

Tak cukup hanya dengan itu, bahkan Nathan yang sudah begitu lemas masih saja di tarik kasar oleh sang dominan untuk menungging. Menarik kedua lengan ke belakang layaknya tali kekang. Secara otomatis membuat tubuh Nathan menegak, bagian bokongnya meliuk indah yang membuat Max gemas dengan memberikan cap tangannya di sana. Menampar bertubi-tubi sampai membuatnya benar-benar merah.     

Max yang masih lengkap dengan setelan rapinya itu terus bergerak menghancurkan Nathan, dengan sentakan kasar serta ritme cepat. Gigitan pada leher pria itu pun makin melengkapi kesengsaraan.     

Ranjang terus bergerak akibat pergumulan dari kedua pria dewasa itu. Lolongan kesakitan Nathan terus terngiang sepanjang malam, meski desah kenikmatan di satu waktu saat sang dominan menyasar titik yang tepat di dalam sana.     

Sekujur tubuhnya sudah benar-benar remuk, air mata pun keluar dari pelupuk matanya. Jemari yang mencengkram kain pelapis ranjang, cukup merendahkan posisinya yang terus dalam titik rendah di pandangan pria jangkun itu.     

Seperti pagi yang menyambut Nathan dengan bentakan kasar. Max masih saja tak puas untuk mengalahkannya yang mempunyai harapan hidup tersendiri. Seakan ia tak layak untuk bahagia dengan pilihannya?     

"Ku rasa rumor besar ini akan sangat di sulit untuk di kendalikan. Sudah banyak orang yang tahu dan menyebarkannya."     

Nathan hanya diam di tempatnya semula, mengalih pandang pada layar yang cukup besar dengan potret yang mengimbangi kehebohan sejagad dalam waktu selang yang terlewat semalam. Dirinya dan Cherlin yang tengah berciuman bibir di tengah pesta, meski sempat membuat kernyitan di dahinya karena sandingannya yang tak sesuai. Cherlin yang di balut selimut dan di panggul di atas bahu. Jelas itu bukan Nathan, hanya saja bagian yang di ambil dari belakang tak cukup membedakan kontras antara dirinya dan juga Riki yang menjadi sosok sebenarnya.     

Mengangkat bahu, Nathan hanya menampilkan raut santai dengan bibir yang berdecak. Max yang masih menunggu responnya dengan tampilan yang telah rapi seperti biasa, hanya di tanggapi bola mata memutar malas dari Nathan yang sudah terlalu muak.     

"Biarkan saja, toh rumor yang tersebar tak terlalu buruk. Normal untuk wanita dan pria menginap di hotel dengan maksud dewasa, kan?"     

"Kau hanya menganggap hal ini remeh?"     

"Kenapa memangnya? Toh, aku dan Cherlin sudah sepakat untuk bersama, juga dengan restu kedua belah pihak keluarga, kan?"     

Max mencengkram rahang milik Nathan dengan satu telapak besarnya. Kaki tertekuk di atas ranjang dengan yang lain yang masih memaku keseimbangan pada pijakan. Geraman marah melengkapi bunyi gemeletup gigi Max yang mengerat. Menyentak kasar, mendongakkan posisi kepala Nathan untuk membalas pandangan tajam menghakiminya.     

"Jawab aku, apakah memang cara mu membalas ku melalui bagian keluarga ku? Kau tak suka dengan kegilaan ku dalam mencintai mu, lantas kau pilih jalan yang mengharuskan ku untuk memilih di antara yang tersulit? Antara saudara ku dan diri mu, kau memang benar-benar memutus harapan untuk kita? Eh?!"     

"Memang benar itu salah satu jalan termudahnya, kan?" balasan Nathan jelas membuat Max tersentak, dadanya seperti di serang dengan tusukan benda tajam bertubi-tubi, membuat sang dominan kesakitan untuk pertama kalinya.     

Tanpa sadar cengkramannya makin mengetat, lebih parahnya lagi dengan otot menonjol yang keluar di bagian dahi milik pria berwajah berang itu. Membuat Nathan balas memperingati,     

"Perhatikan sikap mu, setelah semalaman memberi ku hukuman, ku harap aku bisa mendapatkan maaf dan juga restu dari mu, calon kakak ipar."     

"Akhhh! Brengsek!"     

Max frustasi parah, obsesinya sama sekali tak tergapai walau dengan cara kasarnya sekali pun. Nathan masih tetap meninggalkannya, setelah menghempas kasar cekalan tangannya yang masih berusaha untuk mencegah.     

Lebih dari perasaan hancurnya pada sosok pemilik cinta pertamanya yang memilih jalan lain untuk menjauh, kali ini Nathan terlalu memiliki strategi tak terduga untuk membuat sang dominan menjadi sosok paling rapuh. Dekat, namun tak mungkin untuk bisa memiliki, apakah memang semustahil itu untuk seorang Max bisa kembali merebut?     

Secepat kilat kabar berhembus, tak ada satu penghuni dari seisi kota yang melewatkan membicarakan kabar hangat yang menjadi topik.     

Amat sangat sedikit yang menjadi bagian pihak penentang, bahkan sebagian besar dari mereka malah mendukung keras Nathan dan Cherlin yang nampak begitu serasi.     

Sang pewaris tahta dari keluarga Adikusuma yang selama ini tersembunyi, lekas mendapat decak kagum dari berbagai pihak karena ketampanannya.     

Seperti sudah menjadi kodratnya saat satu perkara memancing kehebohan, hal yang paling mengerikan adalah saat pencari berita menggali lebih dalam latar belakang sosok Nathan dan Cherlin sampai pada bagian terdalam.     

Berbalik menarik kata menjadi komentar hujatan bertubi-tubi selang hari berganti. Yang di takutkan memang terjadi, penyimpangan seksual Nathan terunggah ke publik, bahkan tak lagi di sensor sosok yang pernah menjadi kekasihnya. Rian yang di rasa sudah tak ikut ambil bagian dalam drama kesalahannya, malah ikut tersandung dalam deretan puncak berita beserta latar belakang yang menamainya.     

Ya, seperti yang di katakan, berita semacam ini tak bisa di bungkam begitu saja. Kecanggihan media sosial yang dengan mudahnya bisa di akses, mengikut sertakan lingkup seluas-luasnya untuk saling menyambung misteri yang akan semakin memanaskan berita utama yang tersiar.     

Pewaris dari jajaran perusahaan paling berpengaruh milik keluarga Adikusuma, mendekati nona muda Nandara untuk menutupi kasus penyimpangan seksualnya? Ya, sampai dengan kesimpulan yang terulas semacam itu.     

"Mantan kekasih mu yang pernah datang ke mari ternyata bukan orang sembarangan? Cucu satu-satunya dari konglomerat yang merambah bisnis macam-macam itu?"     

Pekik Lisa saat mengikuti perkembangan berita di media sosial dan juga tayangan televisi. Nathan yang sangat bosan untuk terus menanggapi kawan wanitanya itu pun merebut ponsel yang di genggam oleh Lisa, dengan cepat pula mematikan layar televisi yang tak pandang waktu untuk bergosip. Nathan kemudian menyembunyikan remote dan alat komunikasi milik Lisa pada dekapannya.     

Niat untuk merebut amat sulit, Nathan yang bersandar di sofa dengan mata terpejam, bahkan hanya sedikit menggeliat dan menahan diri mati-matian saat Lisa menggelitikinya dengan cara membabi buta.     

Masih terlalu pagi, seperti yang di katakan Nathan. Bahkan ia yang masih terus menguap, tak mampu menyembunyikan wajah bantalnya yang mencetak jelas di satu sisi bagian wajah.     

Hari baru setelah lepas dua hari dari pagi buruk yang menghadangnya, membuat Nathan begitu malas keluar rumah terlebih saat ini sudah banyak terdengar bunyi keramaian di depan unit apartemen miliknya akibat ulah penghuni gedung yang penasaran.     

Banyak orang yang memotretnya tanpa seizin, terlebih dengan tinggalnya bersama dengan wanita muda yang tengah hamil besar. Sungguh, Nathan tak ingin memperkeruh suasana dengan timbulnya spekulasi lain akibat Lisa yang bisa saja terekspos.     

Belum reda tentang kenyataan jati dirinya. Rumor kencan fiktifnya dengan Cherlin pun masih belum mendapatkan jalan titik temu. Nathan, amat bingung sekarang, bahkan ponselnya yang sejak kemarin terus berdering dengan nama sang papa masih belum di tanggapi. Sungguh, Nathan butuh bernapas dengan ringan saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.