Hold Me Tight ( boyslove)

Hanya pernah mempermainkan



Hanya pernah mempermainkan

0Nathan hanya terdiam, menatap beberapa pasang mata yang menatapnya begitu penasaran. Pria yang di liput kegugupan itu pun makin menjadi, sekujur tubuhnya berkeringat dingin dengan debar jantung yang tak karuan. Otomatis menghindar dari bentuk penekanan yang di rasa, kepalanya menunduk dalam, lengannya yang bertaut di atas meja menjadi perhatian.     
0

Di sebuah lingkup umum dengan meja yang di isi makanan ringan dan pula minuman menyegarkan. Suara senyap yang melingkup, agaknya masih tak bisa memancing salah satu dari mereka untuk mengucap satu kata pun.     

Di sebuah kediaman sepi yang terasa begitu nyaman menjadi sasaran. Nathan memberanikan keluar dari persembunyian dengan wajah yang tertutup masker dan juga kacamata. Hoodie tebal dengan tudung yang membatas identik familiar. Rupanya itu semua masih tak begitu cukup untuk menghadang rasa penasaran orang-orang yang tak ada pekerjaan dengan mengikuti beritanya sampai mendetail.     

Baru kali ini Nathan merasa mendapatkan intens yang terlalu berlebihan, sampai dirinya yang mati-matian menutup diri, masih saja di buru dengan gerakan layaknya seseorang yang meneror terang-terangan.     

Perjuangan keras untuk sampai pada tempat berkumpul bersama kawan-kawannya setelah kejadian yang di alaminya di pom bensin. Ya, memang gila, bahkan kali ini sudah terlalu melanggar privasinya dengan menyebarluaskan potret dirinya yang memasuki mobil merah dengan plat nomor tanpa di sensor.     

"Bodoh untuk menanyakannya, apakah keadaan mu baik, Nath?" tawar Ilham dengan suara parau yang tak seperti biasanya. Nathan yang tak mempermasalahkan pun hanya menganggukkan kepala dengan sudut bibir yang tertarik berlawanan. Lantas menyesap minuman dinginnya untuk menyegarkan kepala. Ya, meski memang tak ada gunanya. Pikirannya sudah tak karuan dengan begitu banyaknya beban.     

"Jadi?" tanya Galang yang sudah terlihat begitu tak sabaran ingin mendengarkan cerita sebenarnya dari sang kawan. Aki yang tepat berada di samping Nathan pun sampai menggenggam lengan pria itu dengan senyum menenangkan.     

"Aku gay," pengakuan Nathan membuat yang lainnya jelas tersentak. Pandangan pria itu pun meliar, mengamati respon kawannya yang kompak tak mempercayai.     

"Benarkah? Tapi setelah sekian lama kita berteman, kenapa aku tak merasakan hal itu terhadap mu? Bukan bermaksud membedakan... Ehm... Maksud ku, bukankah dulu kau juga punya kekasih wanita seperti kita?" lanjut Aki dengan kecanggungan yang terlihat. Nada suaranya yang sampai terbata-bata, lengannya yang menggaruk tengkuknya seolah rasa penasarannya yang terlalu terlewat batas, telah keterlaluan.     

"Ketakutan yang tak berdasar, aku hanya tak siap jika harus mendapatkan kebencian dari kalian."     

"Oh ayolah... Kami tak sekolot itu," balas Galang dan Tommy secara bersamaan. Suasana pun berubah cair saat Aki yang tanpa sedikit pun keraguan mendekap Nathan dengan begitu erat sembari berkata, "Kita kawan, mana ada alasan untuk saling membenci hanya karena keadaan diri kita sebenarnya?"     

"Lantas, bagaimana cerita diri mu bisa di gosipkan dengan nona muda dari keluarga Nandara? Dia adalah adik kandung Max yang waktu itu sudah begitu menempel dengan mu, kan? Apakah memang kabar yang santer terdengar itu adalah berita bohong? Semacam, ada pihak yang berusaha membesar-besarkannya saja?"     

Nathan lantas terdiam, pelukannya dengan Aki perlahan terlepas. Saat ini Nathan begitu kebingungan, jawabannya saat ini jelas menentukan langkah selanjutnya. Tak bisa memperkirakan lebih tinggi dengan kedekatan yang masih tak berstatus resmi terucap pada Cherlin. Sungguh, ia begitu bingung hanya untuk merangkai kata untuk sekedar mengiyakan hubungannya yang terjalin dengan Cherlin. Terlebih ia sendiri tak ingin terus melarat cerita hidupnya yang sudah seperti benang kusut itu.     

"Ekhem!" suara deheman memutus keterdiaman. Ilham yang duduk dalam posisi terjauh sebagai pelaku, lantas berucap, "Bukankah kau harus kembali ke rumah sakit Ki? Ada jadwal, kan?"     

Yang di maksud pun langsung menepuk dahi keras dengan ringis penuh penyesalan. Pekerjaannya yang menuntut kesiapsiagaan tepat waktu, membuat pria bertubuh paling mungil itu lantas berdiri dan secepat kilat mengenakan jaket tebalnya untuk menutupi kaos tanpa lengan yang di kenakannya.     

"Lang, kau harus mengantarkan ku, aku begitu membutuhkan pembalap jalanan seperti mu untuk sampai pada tujuan tepat waktu!" perintah Aki dengan suara gelagapan karena napasnya yang memburu. Berdiri dari tempatnya, memasangkan tali tas kecilnya pada bahu yang kemudian menarik Galang untuk paksaan kesanggupan pria itu.     

"Baiklah... Meski aku penasaran dengan kecemasan yang terlihat dari tingkah mu itu, Ham!" balas Galang yang jelas saja memperhatikan Ilham yang sedari tadi terlihat hilang fokus dalam pembicaraan singkat mereka.     

Mereka yang sudah dewasa, tak ingin memaksa kejelasan yang mungkin saja memang tak ada sangkut pautnya dengan keadaan saat ini. Atau mungkin masih tak ingin melibatkan?     

Aki menarik Galang, berlari tergesa meninggalkan kediaman pribadi milik Ilham. Sempat tak ingin menyia-nyiakan minuman yang di buat khusus untuknya, Galang pun menenggak rakus cairan yang ada di gelasnya, masih dengan lirikan tajam yang tertinggal pada Ilham.     

Sampai akhirnya hanya menyisakan sang tuan rumah bersama dengan Nathan yang di undang untuk     

wawancara khusus atas kasusnya.     

"Jadi, yang di maksud Nathan olehnya adalah benar diri mu?"     

Nathan mengernyitkan dahi dengan netra otomatis menyipit pada Ilham. Keduanya yang berjarak cukup jauh, tiba-tiba saja merasakan hawa tak nyaman yang menyeruak pada sang tuan rumah.     

"Maksud mu?"     

"Kekasih New York nya yang dulu sering sekali ku umpat atas gangguannya pada rencana ku. Sungguh, jika saja masih ada sisa perasaan yang tertinggal sedikit saja di hati ku, mungkin saja aku tak akan duduk diam seperti ini. Bergerak brutal dan menyasar mu dengan beberapa pukulan untuk membuat posisi ku menjadi satu-satunya untuk pria mungil itu?"     

"Rian, yang kau bicarakan adalah mantan kekasih ku?"     

"Sahabat lama yang sejak kecil ku gilai. Dan sayangnya sebelum aku lelah untuk terus berharap dan menjadi satu-satunya yang berjuang, sosok wanita sudah terlebih dahulu menyusup dan menawan ku tanpa sekali pun bisa ku sadari. Ya, dunia ini memang begitu sempit, Nath."     

"Shit!"     

Otomatis Nathan mengumpat, dengan takdir menggelikan yang membuatnya tak bisa habis pikir. Dari mulai kecurigaan terbodohnya saat mendapati gelagat yang terkesan was-was dari Rian sekembalian mereka ke tempat asal.     

Gelang yang di temuinya di meja apartemen milik pria mungil itu, bekas sobek di sudut bibir yang dengan cepat di percayainya hanya karena sebatas terantuk benda tumpul. Seringnya Rian tak berkabar dan menghilang begitu saja, bagaimana bisa Nathan sebodoh itu untuk berprasangka buruk.     

"Jadi, kau selingkuhan Rian?"     

"Lebih tepatnya kau yang menyerobot datang dengan posisi tinggi yang langsung menyalip ku. Aku lebih dulu mengenalnya, Nath.     

"Hanya ingin tahu, seberapa jauh hubungan kalian di belakang ku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.