Hold Me Tight ( boyslove)

Berbicara dari hati?



Berbicara dari hati?

0"Lebih dari mu, mungkin?"     
0

Baik Ilham atau pun Nathan kompak langsung tertawa terbahak-bahak. Seorang pria mungil ada di tengah mereka, bisa saja menghancurkan persahabatan yang terjalin jika saja kesialan membuat kebenaran cepat terungkap. Lebih berbahaya saat salah satu di antara mereka masih meletakkan keposesifan tingkat tinggi pada pria mungil itu.     

"Jadi sekarang kembali normal? Dengan nona cantik itu, kan?"     

Nathan yang masih meninggalkan gurat tawanya, hanya bisa mengangkat bahu dengan kepala yang menggeleng. "Dan kau?"     

"Sejujurnya aku tak begitu yakin, wanita itu mengandung anak ku."     

Nathan di balas telak dengan kisah Ilham. Sungguh, dari kawan-kawannya, pria itu memiliki tampang baik dan tak berani berbuat macam-macam. Namun kenyataannya, menjadi selingkuhan seorang gay dan bermain wanita di satu waktu?     

"Kau meragukannya? Memangnya wanita itu semacam tipe murahan yang bisa sembarang di sentuh?" pikir Nathan, kawannya itu tak sengaja bertemu dengan seorang wanita seksi yang ada di klub malam tempat mereka bisa berkumpul. Minuman keras yang jelas mempengaruhi kesadaran, yang mungkin saja membuat Ilham terjebak percintaan satu malam?     

"Banyak yang mengatakannya seperti itu, terlebih saat desas-desus di lingkungannya yang memberi tahu ku tentang tingkah wanita yang terlihat pendiam di mata ku."     

Netra Nathan makin menyipit, lengannya bahkan telah bertumpu di atas paha dengan gaya siaga untuk mendengarkan lebih lanjutnya. "Kau mempercayai mereka begitu saja? Dengan anggapan orang-orang yang bisa saja melebih-lebihkan?"     

"Dua orang pria ada di tempat tinggalnya yang kumuh. Jelas saja hanya karena satu alasan yang sama seperti dirinya menarik ku. Orang miskin, mencari jalan cepat untuk bertahan hidup dengan cara mengorbankan harga dirinya, kan?"     

Menjadi rahasia untuk Nathan dan Ilham pertama kalinya. Dengan semua peristiwa yang menimpa, membuat keduanya menjadi terbuka untuk menceritakan masing-masing.     

Nathan dengan kehebohannya di media sosial, serta Ilham yang masih di rasa tak begitu yakin menjabarkan keburukan tentang wanitanya.     

Nathan bisa melihat kawannya itu dengan jelas, dari pada raut menggebu dengan rahang kaku karena bayangannya yang otomatis menarik kisahnya bersama dengan wanita misterius, pria itu malah nampak sendu?     

Apa yang di bayangkan Ilham setelah melontarkan kata-kata tajam? Dari pada melihat kebencian, kenapa Nathan menebak jika pria itu telah memiliki perasaan untuk wanitanya? Ya, walau begitu bisa di pahami, keadaan yang mungkin saja memang mempersulit. Terlebih dengan keraguan yang di jabarkan Ilham.     

Meninggalkan pertemuan yang membuka segala kenyataan antara kisah percintaan yang terlibat. Ilham dan Nathan tak harus memusingkan yang telah lalu dengan sifat kekanakan untuk memberi alasan pertengkaran. Ya, Rian sudah tak berarti apa-apa lagi untuk mereka.     

"Pekerjaan sialan! Harusnya aku bisa berkumpul dengan kalian dan membahas masalah tentang mu, Nath!"     

"Kau ingin di pecat saat membahas hal seperti itu pada calon boss besar mu?"     

"Sial, kau! Aku sedang sangat mengkhawatirkan mu dan kau dengan santainya malah menggoda ku. Jika saja kau tahu kehebohan di kantor sampai dengan saat ini. Ku rasa kau akan akan merengek dan bersembunyi pada ketiak ku."     

Nathan terkekeh saat mendengarkan ucapan bernada frontal dari Tommy di seberang sana. Saat ini pria yang ada di tunggangan berwarna merahnya itu, berhenti di sisi jalan. Seakan tak ingin kehilangan keterlibatannya sebagai seorang sahabat, Tommy pun lekas menghubungi Nathan di jam istirahatnya.     

"Bagaimana?" pertanyaan singkat yang terdengar di telinga Nathan. Suara yang mulanya menggebu, kali ini sangat lirih dengan hela napas panjang yang mengakhiri.     

"Apanya?"     

"Tentang Max, apakah kau memang benar-benar akan menyia-nyiakan pria itu? Sungguh, dia sangat tergila-gila dengan mu, tak sekedar hanya untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh mu saja. Ku harap kau tak mengambil jalan yang akan membuat mu menyesal di kemudian hari, pikirkan ucapan ku matang-matang, Nath."     

Nathan menghela napas panjang, kepalanya sontak berdenyut hingga di jatuhkan pada setir kemudi dengan beberapa kali mengadu dahinya di sana. Lagi-lagi, ia benci dengan respon tubuhnya yang begitu berlebihan saat nama itu terdengar di telinganya. Menarik memori mengenai pergumulan bebas yang begitu memacu adrenalin bersama dengan pria berparas oriental itu.     

"Ku harap kau tak melakukannya atas perintah pria itu, Tom. Sungguh, kau terlalu jelas dalam membelanya, bicara mu baik sekali, untuk mempromosikannya?" ucap Nathan dengan nada pura-pura tergelaknya.     

"Nath!" sentak Tommy yang jelas merasa jika Nathan sudah menganggapnya buruk terlalu jauh.     

"Tidak bisa, Tom. Bersama dengannya akan semakin kacau. Ku rasa tempat ku sudah amat jelas sekarang. Dengan segala berita yang tersebar lengkap ke seluruh penjuru kota, ku rasa memang tak ada alasan lain untuk ku bertele-tele. Pasti setelahnya akan kembali membaik, kan?"     

"Katakan pada ku, apa yang akan kau lakukan, Nath! Jangan bodoh!"     

*****     

Sedangkan di sisi lain, di sebuah bangunan lebar yang terdiri dari tiga lantai. Deret ruangan yang cukup untuk menampung rata-rata tiga puluh muda-mudi yang mengenakan seragam rapi.     

Jam siang dengan pelajaran yang kembali berlangsung. Perut kenyang setelah terisi rakus dengan berbagai macam makanan bervariasi di kantin, normalnya mampu membuat siapa pun dari mereka siap untuk menerima kembali materi pembelajaran.     

Namun agaknya hal itu tak berlaku untuk segerombolan pria bengal yang telah mendapatkan absen ketidakhadiran di kelas. Seorang pria tampan dengan pesona yang merajai di seluruh angkatan sekolah menengah atas yang terkenal mewah itu.     

Angin sepoi-sepoi membuat posisi persembunyian dari keempat pria itu makin betah. Berada di rooftop dengan sofa bekas yang lumayan nyaman untuk disandari. Mengabaikan seluruh aturan sekolah, bahkan hukuman tak membuat mereka jera untuk mengepulkan asap rokok yang jelas terlarang di buku aturan sekolah.     

"Lama-lama kita akan di keluarkan dari sekolah jika terus seperti ini," keluh pria bername tag Rama, menarik keterdiaman dengan intens pandang ketiga pria lainnya.     

"Mencari tempat lain yang bisa menerima, kenapa harus banyak pikiran di usia muda kita yang harusnya masih harus bersenang-senang? Ayolah, kawan... Jangan terlalu tegang..."     

"Oh, ya? Lalu siapa yang selalu absen saat kita berkumpul malam di basecamp? Yang muda seperti kita memang harus bersenang-senang, hanya saja ku rasa kau tak bisa lagi memilah waktu bersama dengan kita, lagi Jev! Mau mencoba mencari kesenangan mu tanpa melibatkan kami?"     

Dia adalah Jevin, pria yang menjadi ketua dari para kelompok pria dengan jajaran kualitas tertinggi di sekolah. Tak hanya wajah tampan, tubuh yang kompak bak atlet membuat mereka menjadi incaran pada gadis untuk mendapatkan kepemilikan.     

Tak bisa di akui cantik dan populer jika tak mendapatkan gelar kedekatan, atau bahkan mantan kekasih sekali pun.     

Namun akhir-akhir ini, sang ketua nampak begitu tak berminat untuk basa-basi. Para wanita yang menunggu giliran, bahkan seperti yang di proteskan oleh Rama, Jevin sudah nampak sekali berubah meski raganya berkumpul dengan ketiga kawannya.     

Jevin lantas terdiam, mengisi rongga parunya dengan rokok yang di hisap kuat. Pikirannya memang di akui tengah kalut, menjadi alasan mempermalukan jika di ceritakan.     

"Apa masih tentang pria dewasa itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.