Hold Me Tight ( boyslove)

Saudara?



Saudara?

0Sial, kenapa tak ada satu pun yang memberitahunya! kesal Jevin setelah mendapatkan kabar yang rupanya tengah santer di bicarakan oleh semua orang.     
0

Sungguh, dia bukanlah tipe pria jadul yang sama sekali tak mengikuti perkembangan teknologi yang makin canggih sekarang ini. Hanya saja kesibukannya saat ini teralihkan oleh hal lain, seseorang datang dan membuatnya begitu penasaran untuk mengenal lebih dekat. Meski takdir yang di banggakannya beberapa kali itu sudah tak lagi berpihak.     

Hari-hari di laluinya tanpa sedikit pun gairah, tempat sama yang pasti menjadi penantian, rupanya tak sedikit pun membuka jalan untuknya bisa menemui. Di pinggir jalan dengan hadapan tepat gedung apartemen tinggi menjulang. Jevin masih tetap di terdiam di sana dengan satu titik pandang yang tertuju pada pintu masuk.     

Sudah lewat terlampau lama dari keseruannya menggoda pria kekanakan yang bersembunyi pada umur dewasa itu. Wajahnya yang memerah dengan bibir terkatup rapat, masih saja melekat di benaknya. Membuat remaja itu berdebar dalam satu waktu saat kenyataan yang ada di hadap padanya dalam satu waktu.     

Jika takdir yang mulanya baik mempertemukan, dengan peluang yang di rasa begitu tinggi saat ketidak pedulian peran lain yang di rasa hanya membumbui. Namun setelah matanya melihat judul mentereng di media sosial yang tengah merajai hangat, seperti menghempaskan jatuh pria itu dengan bantingan terkejam yang meremukkan sampai ke tulang.     

Ya, rupanya takdir memang tak pernah meninggalkannya. Jika sempat menguntungkan, kali ini rasanya begitu mempermainkan hingga bibirnya menarik satu sudutnya dengan seringai penuh pemberontakan.     

"Brengsek!" umpat Jevin yang tak lagi melanjutkan bacaannya pada sebuah artikel yang tersebar di media sosial. Ketiga kawannya lagi-lagi di tinggalkan dengan gerakan cepatnya meninggalkan tempat nyaman yang sempat di rasakannya tadi.     

Menuruni tangga dengan sekaligus melompati tiga anakannya. Tak di khawatirkan lagi tentang celakanya jika lantai yang di balut keramik berwarna putih itu licin dan membuat sepatunya selip.     

Jevin tak mempedulikan hal tak penting lainnya, bahkan saat papasan jalannya bertemu dengan seorang pria paling garang dengan jabatannya.     

"Jev! Di sana kau rupanya! Cepat tarik kawan-kawan mu juga, sekalian masuk ke ruangan ku untuk mendapatkan hukuman," peringat pria paruh baya itu dengan mimik wajah yang amat berang. Kedua lengannya berkacak pinggang, kumis tebalnya bahkan bergerak naik turun dengan netra bulat melotot tajam.     

"Kejar aku kalau bisa!"     

Jevin menantang, melompat dari pertengahan tangga dan langsung terjun ke lantai bawah. Memberikan balasan senyum meremehkan saat pria paruh baya itu meneriakinya dengan penuh amarah.     

Tas miliknya yang hanya berisi satu buku yang masih kosong dengan pengisi daya ponsel di tinggalkan ringan tanpa beban di ruang kelasnya.     

Tanpa memasang helmnya terlebih dahulu, pria itu pun memacu motor sportnya kencang, keluar dari parkiran.     

Brumm Brummm Brummm     

"Cepat bukakan gerbangnya, atau kau mau aku nekat dengan menerobos?" peringat Jevin dengan mengerangkan mesin motornya. Beberapa guru nampak sudah semakin mendekat padanya dengan berusaha lari kencang sembari lengan kanan menuding untuk memberi peringatan. Bukan hal baik untuk menahannya lebih lama lagi di sini. Sungguh, ia sudah tak bisa lagi bersabar untuk cepat mendatangi pria yang telah di ketahui tempat pastinya.     

Seorang penjaga gerbang yang jelas saja kebingungan saat di hadapkan pada perintah yang berbeda, terlebih dengan pekerjaan yang di pertaruhkan, pria berseragam khas itu pun bergerak gusar.     

Brummm     

Prangg     

Tak ada yang bisa menahannya untuk berbuat sesuka hati, selain dengan kenakalan remajanya yang seolah tak bisa lagi di atasi, membuat pria itu menjumlah kasusnya di daftar hitam sekolah.     

Jevin memacu motornya dengan begitu kencang, mempertaruhkan tampilan mulus dari motor miliknya. Gerbang besi di hantam begitu saja, beradu dengan bagian depan tunggangannya yang langsung menerbangkan sekalian hancurnya yang rusak, melindas jalan dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun.     

Jatuhan yang terdengar begitu kencang, rupanya memancing rasa penasaran dari seluruh siswa. Mulut menganga lebar pun kompak di tunjukkan, Jevin yang menjadi pelaku atas rusaknya fasilitas sekolah, bukan perkara baru, kan? Ya, meski tetap saja menggemparkan.     

"Loh, sayang? Kau bolos lagi, ya?"     

Sebuah suara lemah lembut menyambutnya datang. Dengan napas yang masih menderu setelah pacuan gila-gilaannya di jalanan ramai.     

Di sebuah kediaman yang ditempatinya, menjadi lokasi kenyataan yang membuat pria itu muak setengah mati. Terlebih dengan mimik wajah tak menyangka dari seorang pria yang berada di posisi tengah antara sang bunda dengan suaminya itu.     

"Tak masalah, sudah terlanjur ada di sini, kan?"     

Sahutan dari pria paruh baya itu tak pula di pedulikan oleh Jevin. Dengan pandangannya yang begitu dingin, dengan tak sopannya ia berjalan mendekat melewati sang bunda dan malah menjulurkan lengannya pada pria dewasa yang masih membatu di tempatnya.     

"Ikut aku!"     

"Loh, kalian sudah berkenalan? Kapan?"     

Jevin menggeram kesal karena sosok itu tak kunjung menanggapinya, sang bunda yang penasaran lebih tak di pedulikan untuk kali ini.     

Menarik lengan atas milik Nathan, menyeretnya bangkit untuk mengikuti pergerakan remaja jangkun itu. Langkah kaki Jevin jelas tak sabaran, bahkan Nathan yang masih terkejut dengan pijakannya yang terasa melayang, beberapa kali sempat ingin terjungkal.     

"Mau di kamar mu atau milik ku, Nath?"     

Nathan jelas saja tersentak, saat suara rendah yang terdengar amat dingin itu memasuki telinganya. Berhenti di tengah lorong dengan dua pintu di masing-masing sisi yang menjadi pilihan.     

"Jevin, kau memang benar-benar seorang remaja pria yang di katakan oleh mereka?"     

Clekk     

Duar     

Pertanyaan Nathan tak sekali pun mendapatkan balasan dari pria yang masih tak teralih untuk menatapnya itu. Malah dengan tarikan kasar yang kembali menyasarnya.     

Dan secara tiba-tiba saja Nathan di jatuhkan pada dekapan erat remaja pria yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Aroma asap rokok mendominasi, membaur aroma di dalam ruangan yang dominan khas debu karena lama tak di tempati.     

"Aku menemukan mu setelah sekian lama, harusnya kau tahu perjuangan ku untuk menemukan mu, kan?" ucap Jevin dengan lengannya yang makin membelit tubuh Nathan yang lebih kecil darinya itu. Tak sekali pun peduli dengan aksi pemberontakan sang pria dewasa yang tak nyaman.     

"Apa yang kau katakan? Bicara mu terlalu besar jika saja kau tahu," kekeh Nathan saat gelagat Jevin yang semakin jelas membuatnya di lingkup canggung. Ya, setelah pertemuan di kediaman besar yang membawa serta kedekatan hubungan mereka secara nyata, sebagai keluarga?     

"Jadi kau masih belum bisa memahami maksud ku selama ini? Aku yang mendekat dengan langkah pasti untuk sampai pada diri mu. Bertahap mengenal nama mu, tempat tinggal mu, bagian peran kawan mu yang terpenting. Ya, aku melewatkan bagian terpentingnya, harusnya ku rencanakan saat pertemuan kita kali ini...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.