Hold Me Tight ( boyslove)

Ada pada Cherlin



Ada pada Cherlin

0"Ku harap kau pikirkan lagi tentang ini, sebelum terlambat, Lin!"     
0

Wanita yang tengah duduk di meja riasnya itu sama sekali tak bergeming. Menatap bias pergerakan sang kakak yang membelakanginya dan perlahan menghilang dari ruangan. Pintu tertutup, menyisakan kesunyian seketika.     

Sekujur tubuhnya bergetar, bahkan jantungnya tak bisa menormal walau napasnya berusaha di atur sebaik mungkin. Menarik dalam melalui hidung, menahannya sejenak untuk mengisi rongga dadanya yang begitu kosong, menghembuskannya perlahan melalui mulut.     

Namun agaknya semua itu tak ada gunanya. Buku jarinya yang terkepal erat, masih saja tak bisa menahan luapan gemuruh di hatinya dengan air mata yang menetes karena tak mampu lagi untuk di bendung.     

Sungguh, keadaannya makin sulit dengan salah perkiraan di akhirannya. Wanita yang mulanya begitu bernafsu untuk menjemput kebebasan dengan jalan apa pun, malah menariknya pada kesalahan fatal yang terlanjur terlambat untuk di sadari.     

Cherlin berpikir, jika menuruti orang tuanya dengan maksud baik bisa menguntungkannya di saat bersamaan. Nathan adalah pria baik, terlihat sempurna dan wanita itu secara kebetulan tertarik. Berusaha menjalin kedekatan, di rasakannya membahagiakan, wanita itu tak bisa menemukan pria dengan tingkah menggemaskannya saat ia berusaha untuk menggoda. Cherlin benar-benar nyaman dengan hubungannya yang masih tak berstatus dengan Nathan.     

Walau tak bisa menepis alasan utamanya. Demi apa pun, Cherlin memang telah begitu jengah dengan batasan yang terlalu ketat dari kedua orang tua terlebih kakak prianya yang begitu posesif, layaknya hanya di perkenankan untuk menjadi gadis rumahan dengan fokus pada persiapan masa depan.     

Hanya ingin mencari kebebasan yang di rasakannya hilang, dan dengan bodoh pikirannya terbesit untuk sedikit memanfaatkan momen kedekatannya dengan Nathan lebih untuk kedepannya, dengan kegilaan yang di rasanya normal untuk sepasang dewasa. Pengaruh dari lingkungan membuatnya sempat tak terkendali.     

Setelah pesta berlangsung hari itu, membuka lebar isu kedekatan antara Nathan dan dirinya karena latar belakang penting yang secara kebetulan di sandang.     

Berita sudah tersiar ke seluruh kota, awalnya malah di tanggapi wanita itu dengan penuh kegembiraan karena para wanita jalang di kampusnya itu seperti merespon kepanasan. Namun setelah kabar yang lebih jauh tersiar, mengupas habis sampai ke akar masalah pribadi masing-masing dari Nathan dan dirinya yang tak lagi menunggu waktu peralihan keberpihakan. Banyaknya sanjungan malah berbondong-bondong di ralat dengan menyasar bahan gunjingan di media sosial yang malah menyerang begitu gencar. Bahkan tak hanya itu, penurunan drastis dari saham perusahaan Nandara dan Adikusuma yang mulanya meroket, membuat Cherlin di limpahi beban rasa bersalah atas tingkah bodohnya.     

Segala proses hidup antara Nathan dan wanita itu terungkap dengan begitu detail. Jika Cherlin dengan komentar murahan karena isu sering berganti pasangan dalam konotasi terburuk, maka hal yang lebih tak di sangka lagi, nyatanya Nathan adalah seorang pria gay yang di tuding memanfaatkan kedekatan mereka untuk menangkis jati dirinya yang menyimpang.     

Sudah terlewat beberapa hari dengan keramaian topik panas itu, masih tak mampu di tekan oleh Max yang awalnya berjanji untuk mengatasi. Layaknya ada sosok pengatur di belakang layar yang begitu mengharapkan reputasi dari keluarga yang di sandang oleh keluarga keduanya, bahkan sang kakak sudah nampak begitu frustasi dengan kekalahan mutlaknya karena merasa tak mampu mengendalikan dengan kuasa yang di banggakannya.     

Berbeda halnya dengan Max yang sampai kalang kabut, kedua orang tuanya bahkan hanya kompak menghela napas panjang seolah kabar ini bukan hal yang mengejutkan.     

Semacam solusi satu-satunya yang di kira jalan terbaik, kedua orang tua Nathan yang sempat bertandang pun hanya menarik kesimpulan cepat dengan persetujuan.     

Demi apa pun, Nathan bahkan belum menunjukkan batang hidungnya sampai dengan detik ini. Cherlin belum berdiskusi baiknya tentang masa depan bersama dengan pria itu, dan para orang tua malah tak lagi pikir panjang untuk menyatukan keduanya pada ikatan pertunangan? Secepat itu?     

Membuatnya lebih pusing tujuh keliling, saat sang kakak yang berusaha menentang mati-matian malah mempunyai maksud lain.     

"Aku mencintai Nathan, hanya berusaha jujur jika aku dan dia bahkan sudah terlampau menggila dengan percintaan dahsyat kami beberapa kali. Saat ini memang sangat sulit untuk membuatnya kembali pada ku, pria itu sudah begitu keras kepala. Aku yang menggantungnya pada ketidakpastian, membuat Nathan yang pastinya meragukan ketulusan ku,"     

.... Lin, tapi aku masih begitu yakin jika Nathan menaruh perasaannya terhadap ku. Dia hanya memberontak dan ingin menunjukkan dirinya hebat meski tanpa ku. Pria nakal itu jelas tak bisa membalas mu."     

"Apakah memang sekacau ini? Aku memanfaatkan seorang pria yang tanpa ku ketahui telah menjalin asmara dengan kakak ku sendiri?" lirih Cherlin, saat sebelumnya tak satu kata pun berhasil lolos untuk membalas pengakuan sang kakak.     

Sungguh, Cherlin masih begitu tak menyangka dengan keterlibatannya pada kisah semacam ini. Bagian yang paling membuatnya geram, kenapa sang kakak memberitahunya begitu terlambat? Apakah Max masih merasa jika dirinya mampu mengatasi masalah ini sendiri? Apakah Max merasa jika Cherlin masih amat kekanakan dan akan menaruh kebencian bodoh pada kakak yang di cintainya itu jika mendengar prianya di rebut?     

"Riasan mu pudar, apakah aku perlu memanggilkan perias wanita tadi?"     

Cherlin tersentak dari kemelut pikirannya. Praktis mengusap kasar bagian matanya yang menjadi sumber air mata. "Sial!" Membuat wanita itu lantas mengumpat, wajahnya yang sudah terlapis begitu cantik dengan segala macam peralatan rias lengkap, seketika saja luntur saat dengan warna serbuk warna hitam dan juga satu sisi bulu matanya yang terlepas.     

Gerakannya kemudian serampangan, pria yang memasuki ruangannya tanpa izin dengan masih menaruh raut dingin tanpa rasa bersalah itu malah ingin menambah ketidak sopannya dengan balik arahnya begitu saja.     

Brakk     

"Tunggu di sana! Kau tidak di izinkan untuk pergi!"     

Gaun berwarna putih dengan model kemben, bagian bawahnya yang begitu panjang dan mengembang membuat wanita itu bergerak kesulitan. Kursi kecil tanpa sanggahan badan lantas terjatuh, membuat wanita yang memutar badan itu hampir saja menyalami serupa dengan benda tak berdaya itu. Untuk saja kedua lengan yang terlentang berusaha mencari keseimbangan menyelamatkan.     

Riki yang sudah mencekal daun pintu dengan alis terangkat, seolah posisi lebih tinggi nona nya itu tak di anggap demikian.     

Terlebih dengan ingatan memalukan di saat bersamaan, dengan memalukan hanya seperti di respon berlebihan oleh wanita itu. Pandangannya teralih tak sanggup untuk membalas netra tajam yang menyasarnya begitu intens. Suhu tubuhnya seketika saja meningkat, wajahnya yang memerah tanpa bisa di kendalikan.     

"Ekhem! Waktu sudah semakin mendekati acara, nyonya besar bahkan sudah meminta ku untuk menjemput mu, nona."     

"Ku bilang dengarkan perintah ku untuk sekali ini saja!" geram Cherlin saat Riki yang dengan keras kepalanya sudah menarik turun pegangan pintu. "Aku membutuhkan bantuan mu!" ringis wanita itu saat di rasa ucapannya masih begitu sopan. Seketika meralat, "Persetan dengan keangkuhan mu sebagai pengawal ku, aku memerintah mu untuk melakukan sesuatu, tanpa bantahan!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.