Hold Me Tight ( boyslove)

Max menganggap buruk sesuka hati



Max menganggap buruk sesuka hati

0"Melakukan kekerasan di lingkungan restoran kami, saya harap anda bisa bertanggung jawab untuk apa yang telah anda lakukan."     
0

"Persetan dengan semua ini!"     

"Max...!"     

Benar-benar akhir yang buruk, pria yang terkenal sangat sempurna dengan wibawa dan juga identik sosok tanggung jawabnya sudah tak lagi ada bekasnya.     

Menghindari perbuatan buruk dengan lebih bertindak tak sopan, beberapa lembar uang pecahan terbesar pun di lemparkan begitu saja ke arah para petugas. Menganggap tinggi posisinya dengan menindas rendah pada yang lain.     

Nathan sudah tak bisa lagi berhadapan dengan pria yang sama menjadi sosok asing di dalam kehidupannya itu. Lantas membodohkan dirinya sendiri kala perasaan di hatinya sempat timbul.     

"Kau tak bisa lari dari ku. Sungguh, kau hanya bisa menjadi milik ku seorang."     

"Akhhh! Max, turunkan aku. Aku sangat membenci mu, tak ingin lagi berurusan dengan mu! Dasar bajingan tak waras!"     

Usaha Nathan untuk melarikan diri gagal, menggigit kuat lengan milik Max hingga di rasa anyir darah yang sempat keluar.     

Setelah kesempatannya untuk bisa melarikan diri saat akhirnya belitan lengannya terlepas. Namun langkah pendeknya masih tak bisa di bandingkan dengan ketangkasan Max, dengan mudahnya pria itu memburu kembali. Tubuh ringan milik Nathan di panggul begitu saja, meletakkan posisi kepalanya terbalik dengan bahu kokoh milik Max yang menjadi tumpuan.     

Seluruh aliran darah otomatis berkumpul di kepala, membuat rasa pening yang kemudian hadir untuk lebih menghancurkan. Tenggorokan Nathan bahkan sudah sangat kering akibat makian yang seperti tak sedikit pun di pedulikan oleh pria jangkun itu. Lengannya yang terus memukul bagian tubuh belakang milik Max, masih tak bisa menghentikan langkah pria itu untuk membawanya pergi sesuka hati.     

"Aku membawa mobil sendiri, lagipula aku tak sudi lagi untuk menurut pada mu."     

"Benarkah? Tapi aku tak melihat ada sedikit pun peluang untuk mu menghindari ku. Kau sudah benar-benar menjadi milik ku seutuhnya saat di mana untuk pertama kalinya kau mengizinkan ku memakai tubuh mu."     

Brakk     

Max menutup pintu mobilnya dengan kasar setelah meletakkan Nathan di bangku penumpang. Menjadi balasan yang sangat konyol hingga membuat pria itu mengulas tawa lirih. Dengan tak tahu malunya, Max masih saja mengklaim diri sebagai pemilik setelah seluruh pengkhianatan awal di lakukan sendiri olehnya? Apakah Nathan hanya di anggap sebagai seseorang yang sepele, bisa di atur sedemikian rupa hanya untuk menuruti kepuasan pria itu tanpa memikirkan hatinya yang sudah sangat lebur?     

Apakah memang sejak awal tak ada cinta yang terus menderu di bisikkan oleh Max? Hanya ingin memanfaatkan kepuasan bercinta saja, apakah memang anggapan pria jangkun itu terhadapnya serendah itu?     

"Aku sangat membenci mu," lirih Nathan dengan air matanya yang lantas terjatuh. Mengisi luar sepi dengan suasana amat dingin yang mampu membekukan hati.     

Tak lain bisa terdengar begitu sensitif di pendengaran Max. Konsentrasinya memacu cepat kemudi dengan emosi marah yang meluap membuat hatinya lantas mencelos.     

Mencengkram erat setir kemudinya setelah pandangan sesaatnya tertuju pada Nathan yang menghindar, tak bisa menutup rasa frustasi dan kekecewaan yang di rasanya lebih besar.     

Kembali memasuki kawasan yang sudah terbilang lama di tinggalkan, Nathan kembali harus memijakkan kaki dengan kehadiran paksaan dari Max yang masih menawan dirinya.     

Menghempaskan tubuh Nathan dengan kasar ke atas ranjang, tak menjadi permasalahan yang di rasa saat pintu ruang pribadi itu di biarkan terjerembap terbuka lebar.     

Max berkacak pinggang dengan sorot mata yang begitu di kenal oleh Nathan. Pria itu tengah terangsang, menjadi semakin jelas saat pandangan Nathan tertuju pada titik kejantanan milik pria itu yang sudah menggembung.     

Menumpu tubuh setengah berbaringnya dengan kedua lengan di belakang tubuh. Di balik raut pucat milik Nathan, pria itu masih saja membalas Max dengan lirikan mata tajam dan decikan malas setelahnya.     

"Ingin menyelesaikannya semua dengan akhir penyatuan tubuh? Apakah menurut mu aku memang selalu pantas di perlakukan seperti jalang? Memberikan ku bingkisan mahal dengan kepastian jaminan hidup, lalu dengan seenaknya saja meninggalkan ku? Sungguh, kau benar-benar sangat bangsat!"     

"Jadi, untuk membalas ku? Kau menerima adik ku hanya sebagai umpan atas rasa sakit mu?" balas Max dengan suara lirihnya yang penuh penekanan.     

Menghampiri pria yang sangat di rindukannya itu, setelah melemparkan dasi yang melilitnya dengan kancing yang di otomatis berhamburan lepas karena tarikan kasarnya sendiri. Membiarkan bagian dadanya terekspos, mengungkung Nathan di bawahnya, tak bisa menahan diri untuk tarikan sensual yang tak tahu dirinya malah menyusup di saat keadaan sulit.     

Nathan malah menertawainya, menyentak kepala saat jemari kasar milik Max mengusap permukaan wajahnya penuh dengan godaan. Napas menderu yang menerpa wajahnya, membuat Nathan makin jengah dengan sikap Max yang terlalu ingin mendominasi itu.     

"Ku bilang apa, kau hanya akan mengakhiri masalah ini dengan bercinta, kan?" ucap Nathan dengan sela geraman emosi balik yang terdengar.     

Namun agaknya hal itu masih di anggap terlalu sepele oleh Max, masih tak hentinya pria berparas oriental itu menyela sentuhan lebih intim.     

"Aku sangat merindukan mu, tak tahu lagi tentang bagian yang harusnya bisa di kendalikan logika. Nyatanya kau memang benar, aku ingin menumpahkan seluruh emosi ku dengan percintaan bertubi-tubi."     

Plakkkk     

Nathan menampar Max dengan sekuat tenaga, menyaduk titik kejantanan pria itu dengan lutut, kemudian menghempas Max yang tengah meringis kesakitan untuk menyingkir dari atas tubuhnya.     

Kemudian Nathan meringkuk di sudut ranjang terjauh, menarik kakinya yang tertekuk dengan lengannya yang membelit.     

Max yang berguling-guling dengan kedua telapak tangan mencengkram kuat penisnya yang berdenyut menyakitkan. Menggeram kesakitan, menjadi semacam pembalasan yang tak bisa di sangka, Nathan meluapkan penolakannya dengan cara seperti ini.     

"Aku sudah memutuskan sebelumnya, tak ingin lagi ada di antara hubungan simbiosis mutualisme yang awalnya menarik kita. Ku rasa saran ibu mu adalah yang terbaik, dari pada mengharapkan akhir bahagia dengan seorang sosok sesama jenis, lebih baik aku mencoba untuk tertarik dengan wanita mulai dari sekarang, kan?"     

"Jangan mengada-ngada, kau adalah milik ku, Nath! Dan bukan bagian dari hak mu pula untuk menjadi alasan adik ku nanti patah hati."     

"Tidak, setelah semua ini. Ku rasa adik mu cukup mampu membuat ku bahagia, aku dan dia sudah merasa saling cocok. Dia cantik, ceria, sangat aktif, dan bagian terpentingnya adalah dia tertarik dengan diri ku?"     

Rasa sakit yang menimpa organnya seketika tak lagi di rasakan, Max bangkit dari pembaringan, menatap Nathan yang menyandar di kepala ranjang dengan pandangan mendongak menatap langit-langit kamar.     

"Dan kau merasakan yang sama? Atau kau hanya ingin merasa bebas dengan mencoba siapa pun sebagai pelampiasan untuk membuat ku jauh lebih cemburu? Dengan remaja yang sudah mengenal diri mu sekalian? Eh?!"     

Nathan kemudian terkekeh, sudah lebih jelas lagi tentang anggapan Max yang mencapnya sebagai seseorang yang murahan.     

Mencoba menutup rasa sakit yang kian membuat dadanya berdenyut, mengusahakan diri untuk tak terlihat menyedihkan lagi dengan netranya yang sudah makin memanas.     

Membalas pandang pria yang menantinya tak sabar, harapan menepis tuduhan sangat terlihat dari gelagat pria jangkun itu. Namun sekali lagi, Nathan benar-benar tak ingin terjebak, berada di samping Max membuatnya sesaat lupa dengan realita yang membuatnya patah seperti sekarang. Ya, Nathan tak mengantisipasi kesakitan ini sejak awal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.