Hold Me Tight ( boyslove)

Tak lagi ingin dekat



Tak lagi ingin dekat

0"Hanya karena remaja pria itu tahu nama ku, dan kau sudah menuduh macam-macam?"     
0

"Tak ada yang tahu, dia terlihat sangat tertarik dengan mu, ku lihat jelas tatapannya saat berada di klub malam waktu itu. Kau juga meladeninya, kan? Berbicara sesuatu yang sangat rahasia dengan tubuh yang tak berjarak? Pertemuan lanjutan dari hari itu mungkin saja terjadi, terlebih dengan waktu lama saat aku tak memberikan mu batasan, kan?"     

Max membalas dengan memicingkan matanya tajam, anggapan awalnya yang tak berarti apa pun, kali ini menjadi semacam permasalahan inti yang membuatnya begitu khawatir.     

Demi apa pun, Nathan adalah orang yang membuat dirinya begitu gila. Setelah sekian lama dirinya terkubur dalam memori jauh, dan pria yang saat ini membalasnya dengan seringai mengacaukan itulah yang sanggup membangkitkan dari sikap dominan sesungguhnya.     

Max adalah orang yang mutlak dalam kepemilikan, tak ada yang tahu bagaimana ia bisa membatas ketat orang yang di cintainya kecuali hanya satu orang di masa lalu. Ia hanya ingin Nathan memahaminya, mengerti tentang rasa cintanya yang begitu serius dan dapat membalasnya serupa.     

Sangat takut kehilangan, terlebih Nathan yang pemberontak dan nampak jelas tak bisa di atur, membuat Max sering kali merasa waspada. Hatinya yang tak di balas pasti menjadi ketakutan tersendiri untuknya. Tak ingin kejadian lalu kembali, dan menorehkan luka dalam pada bekasnya yang masih menggaris hitam.     

Dan tentang kejadian malam ini yang membuatnya menyadari, jika menundukkan seorang pria istimewa itu amat sangat sulit. Nathan membentengi kokoh hatinya yang tak sudi untuk di sentuh, bersikap sesuka hati dan seolah menunjukkan posisi lebih tinggi dari pada dirinya? Apa karena anggapan pemilik yang mempunyai cinta yang lebih tinggi mampu di tekan?     

"Kau rupanya menganggap perasaan ku main-main, ya?"     

Pertanyaan Max membuat Nathan tak habisnya untuk berdecih. Sampai menggelengkan kepala dan menertawai, tak bisa habis pikir dengan keberanian pria jangkun itu merangkai kata yang menyangkut perkara hati.     

"Jawab aku, apa bagi mu aku tak cukup meyakinkan hingga kau harus memancing ku dengan cara terlalu jauh ini? Melibatkan pihak lain yang membuat ku cemburu?" tekan Max saat di rasa Nathan tak mempedulikan setiap kata darinya sedikit pun. Dahinya sampai berkerut, memicing tajam pada sikap keterlaluan pria incarannya saat ini.     

Memberikan bentakan keras untuk bisa membuka mulut pria itu, suara penuh amarahnya sampai menggema dan menyentak Nathan yang tengah meringkuk dengan telapak kaki mencengkramnya makin erat.     

Sedikit di rasa menakutkan saat pendengarannya lantas berdengung menyakitkan. Matanya yang secara otomatis terpejam dengan kelemahan yang membuatnya kesal saat lengan mengungkungnya yang mengetat. Menggigit bawah bibirnya, merasakan sedikit anyir, luka sobekan pun timbul saat taringnya menancap tepat pada permukaan lembut itu.     

Memberanikan diri untuk menatap amarah Max, memberikan balasan seimbang meski jantungnya berdebar makin kencang dengan cara pengecutnya.     

"Sedikit pun, apa kau tak menganggap berarti momen indah kita berdua? Apa sedikit pun tak bisa mempengaruhi perasaan mu pada ku?"     

"Jangan coba-coba mengatakan seolah aku adalah penyebab dari semua ini. Mengabsen segala hal yang kau rasa dapat memenangkan diri mu dan menjatuhkan ku. Demi apa pun, cinta yang harusnya kau tunjukkan bukan semacam ini. Kau selalu saja ingin segalanya sesuai dengan peraturan mu. Aku harus di sini, memenuhi seluruh keinginan mu, memaksakan setiap kedekatan dengan hanya seks bertubi-tubi tanpa sedikit pun ujung pembicaraan. Sekali pun, bahkan kau tak pernah menanyai keadaan ku saat setelahnya kau memakai ku dengan cara paling sadis." Nathan menjeda kalimat panjangnya. Matanya yang sudah sangat memanas membuat pria itu harus lebih menguatkan diri. Rahangnya mengetat, bersamaan pula dengan netra kemerahannya yang membola.     

.... Kau sama sekali tak mencintai ku, hanya sekedar nafsu yang ingin terus kau tekankan dalam bentuk kepemilikan. Pelacur mu, ku rasa itu panggilan yang tepat di sematkan pada ku,"     

....  Jika aku mau menyalahkan diri mu, menarik balas dengan mempertanyakan kepergian mu yang ternyata menemani tunangan mu. Haha... Hanya saja ku rasa tak ada gunanya karena memang sedikit pun tak ada perasaan sedikit pun untuk mu," tambah Nathan dengan tak sedikit pun kejujuran yang di lontarkan.     

Nathan ingin Max tahu diri, dalam posisi ini memang pria jangkun itu tak berhak lagi untuk menekannya, kan? Dalam konotasi hubungan keduanya yang jelas, tak bisa lagi untuk lebih jauh.     

Menjadi bagian yang menyakitkan kala Max tak bisa sedikit pun menarik kebohongan di raut wajah milik Nathan. Yang di khawatirkan akhirnya terjadi, pria itu bahkan mampu menjadi alasan untuk luka yang kembali menganga, jauh semakin dalam dan terasa begitu perih.     

Menatap dalam setiap jengkal raut wajah yang begitu di rindukannya itu, mengingat ulang tentang keterlibatannya pula yang membuat hal ini terjadi. Max yang tak sekali pun bisa menggeser tokoh-tokoh di masa lalu, membuatnya benar-benar merasa bersalah karena penempatan prioritas tentang Nathan masih tak bisa di utamakan. Terlebih dengan emosinya yang tak bisa stabil, kecemburuan yang membakar sekujurnya membuat situasi makin terasa tak terkendali.     

Bergerak semakin dekat, mata sayu yang penuh dengan limpahan kasih sayang, berusaha menarik sentuhan kasih yang dapat di salurkan.     

Namun agaknya bukan menjadi waktu yang tepat, Nathan yang sudah begitu sakit dengan segala tuduhan yang seakan menarik kesalahan untuknya yang utama.     

Menggeram marah, seketika mengambil langkah seribu untuk menjauh setelah terlebih dahulu menepis lengan milik pria berparas oriental itu.     

Memberi peringatan keras, wajah Nathan begitu kaku dengan rona memerah yang mendominasi amarah. Lengannya menunjuk tepat pada sosok yang menjadi alasan hatinya terasa berdenyut, bukan semacam hal yang bisa di cegah pula saat air matanya kembali datang untuk mempermalukan. Menundukkan pandang rasanya tak bisa membutakan tatapan intens yang terlanjur di arahkan kepadanya.     

Max di sana, dengan raut wajahnya yang menekuk penuh belas, pergerakan kecilnya yang hendak mengikis jarak menjadi kewaspadaan tersendiri untuk Nathan. Layaknya sosok yang di anggap sangat berbahaya dan mampu mempengaruhi keberlangsungan hidupnya, pria itu menarik langkah mundur meski dengan kerapuhan yang di rasa. Langkahnya nampak terseok hingga sampai batas henti, tubuhnya membentur lemari besar yang di hias permukaan penuh kaca.     

Max memijat pelipisnya saat denyutan menyakitkan terasa di kepalanya. Penolakan Nathan membuatnya begitu sakit, lebih dari apa pun.     

"Sayang.... Ku mohon dengarkan aku..."     

"Tidak. Aku tak akan lagi membuka pendengaran untuk ucapan mu yang sudah bisa ku mengerti bagian terpentingnya. Hanya ingin mengutarakan jika aku adalah pria murahan, kan? Berusaha menundukkan ku kembali, hanya seks yang kau kejar, begitu ingin mu?"     

.... Brengsek, dasar bajingan! Lepaskan aku! Aku sangat membenci mu, Max!"     

Jerit Nathan saat Max nampak tak bisa sedikit pun memahami ucapannya. Pria berparas oriental dengan kemeja yang menampakkan bagian tubuh atasnya itu malah makin mendekat. Mengikis makin erat, meski Nathan yang sudah ada dalam kungkungan pria itu terus saja memberontak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.