Hold Me Tight ( boyslove)

Kekasih yang tak di anggap



Kekasih yang tak di anggap

0Ya, inginnya mereka Nathan seperti itu, kan? Kembali pada semestinya yang di anggap normal, hanya untuk alasan bisa di terima oleh orang lain.     
0

Orientasi seksualnya sepakat di anggap hal tabu oleh mereka, menjadi tak semestinya pula untuknya tetap berada dalam pendiriannya jika semua orang berbondong-bondong untuk mendesak.     

Cinta yang awalnya menjadi alasannya untuk tetap kekeuh dalam jalan awalnya, meski bukan menyasar seseorang karena memang orientasinya yang penyuka sesama jenis. Hanya saja semuanya menjadi hancur, tak sesuai dengan anggapan mudahnya saat sejak awal memilih menyembunyikan hubungan baiknya dengan Rian atau pun Max?     

Di rasa memang sudah di kalahkan oleh takdir yang mendukung situasi, memutar arah pergerakannya seratus delapan puluh derajat. Layaknya tak ada pilihan lain, menghilangkan dirinya yang sebenarnya. Mungkin itu memang bagian terbaik untuknya.     

Atau mungkin juga untuk hubungan keterikatannya dengan sang mama? Banyak hal masih tak bisa terungkap masing-masing dari mereka, menjadi semacam langkah baru untuk pertama kalinya yang di rasa. Kemelut kebingungan untuk melangkah dalam jalur semestinya, tak pernah berhasil di dapat saat ego Rara dan Nathan saling bertarung lebih tinggi. Meski pun hanya luapan rindu yang malah memutar jauh menjadi alasan kebencian yang makin menumpuk, sejak awal.     

Namun hanya dengan perkara ini, Rara menepis segalanya. Mengikis jarak, dan memeluk erat Nathan. Memberikan usapan telapak tangan keriputnya. Kain yang membatas rasanya tak menjadi pengaruh saat kehangatan menyasar sekujur tubuh Nathan. Tak akan bisa di bohongi, hanya dengan kecupan bertubi yang menyasar pipinya membuat pria itu merasakan kebahagian sentuhan ibu untuk pertama kali?     

Nathan merasakan nyaman untuk pertama kalinya, tak mengerti dalam artian penuh ketulusan atau hanya sebatas kesimpulan yang di dapat setelah sekian lama merasa penasaran.     

Ya, meski pun pada bagian kekalahannya yang menjadi alasan sebenarnya. Jika jalannya menjadi tunduk, mungkin memang di rasa yang terbaik untuknya. Keluarganya menjadi membaik, itu bagus kan?     

Memang selalu berkesinambungan, Nathan yang memilih jatuh dalam jaminan kehidupan yang pasti masih tak sedikit pun bertanggung jawab dengan masa lalu yang masih sempat menjadi alasannya untuk bahagia.     

Hubungan awalnya yang di telantarkan begitu saja. Meninggalkan tanpa sedikit pun kejelasan, hingga masih memunculkan harap di benak pria mungil yang menjadi sangat kesepian. Masih mengidamkan kebahagian yang di rasakan sampai beberapa bulan lalu yang menjadi batas akhir.     

Berjalan sendirian di tengah hiruk pikuk keramaian, antuasias setiap raga untuk melakoni rencana mereka meski panas matahari mampu untuk meretakkan kulit kepala. Rian hanya seorang diri, melangkahkan kaki letihnya hingga terlihat jelas sempoyongan. Sama sekali tak ada tujuan, hal gila yang bisa di khayalkan adalah saat sang kekasih yang tiba-tiba saja datang dan memberikannya pelukan dengan sangat erat. Bisikan cinta yang menjadi keinginan tertingginya, memastikan pula langkah lanjutan yang harus di lakukannya nanti.     

Seseorang yang pernah datang dan memaksanya mundur dengan perkenalan frontalnya, agaknya memang tak bisa mempengaruhi sedikit pun karena memang musuh yang di rasa melakoni perannya.     

Pria jangkun dan berwajah oriental itu tak sedikit pun punya hak untuk menjadi penentu, hubungan percintaannya hanya dengan Nathan, yang lain di anggap tak berhak untuk berbicara. Meski memang jelas masih berpikiran buruk sampai saat ini, terlebih dengan pencemaran tingkah baik pada kekasihnya.     

Tak mungkin Nathan yang sangat menggilai percintaan dengannya itu tiba-tiba saja berpaling, kan? Berganti posisi dengan sekalian tokoh baru yang tertarik? Apakah semudah itu cara Nathan mencampakkannya? Atau memang sejak awal ia hanya di permainkan?     

Rahang kecilnya tiba-tiba saja mengetat, merasakan emosi yang tiba-tiba saja menumpuk lagi dan lagi. Rasanya ingin menjadi pengecut dan meneriakkan kesedihannya dengan tangis menderu. Tapi memang ada gunanya? Memangnya masih ada yang menganggapnya terlihat saat sosok yang di anggapnya dekat, malah makin menarik mundur darinya?     

Nathan sebagai sang kekasih, atau bahkan Ilham yang di anggap bagian terdekatnya dari lama? Dua peran itu tak lagi ada guna untuknya, kan?     

Jangan berpikir Rian berdiri tanpa usaha sampai dengan saat ini, keberadaan Nathan yang masih di carinya membuatnya seperti orang gila yang setiap harinya menyatroni kediaman pria itu.     

Hanya mendapatkan kesimpulan penuh kecewa, sang kekasih yang hilang kontak darinya itu tak pernah didapatinya. Bahkan wanita paruh baya yang menanggapinya dengan dingin, apa yang harus ia lakukan?     

Menghembuskan napas panjang, langkahnya lantas terhenti dengan titik teduh di halte yang sepi. Mengistirahatkan kakinya dengan mendudukkan diri di bangku panjang yang tersedia, sembari memijat lututnya yang keram.     

Keringat membasahi sekujur tubuhnya, kain hoodie tebal yang setidaknya mampu melindungi kulit supaya tak terlalu terbakar menjadi pilihan yang di padu padankan dengan celana pendek.     

Membuka tudung kepala supaya sedikit membuatnya merasakan sedikit tiupan angin yang terasa. Tak di masalahkan perkara polusi, bahkan kedua telapak tangannya sudah beralih mengusap wajahnya yang terasa begitu panas dan basah.     

Tampilan keseluruhannya benar-benar sangat buruk, surai lembut yang biasanya terayun saat tersapu angin, kali ini bahkan hanya tertunduk sayu, begitu lengket dan menimbulkan rasa gatal. Ya, masih untuk Nathan.     

"Perlu tisu? Ku rasa gay penggoda seperti mu masih mementingkan penampilan. Sungguh, kau sangat kucal sekali, jangankan pria tampan dan kaya, seorang preman tua dengan perut buncit saja tak mau untuk melirik mu."     

Pengganggu, Rian hanya berusaha tak berpengaruh dengan suara sengau yang menghinanya habis-habisan itu. Mengalihkan pandang dengan posisi duduknya yang di geser menjauh, menjadi tak bisa di tolerir lagi saat pria yang khas dengan setelan hitamnya itu malah mengikuti pergerakannya untuk mengikis jarak.     

Sampai memejamkan mata, mengisi udara segar yang memasok pikiran sesaknya. Tak ada keinginan untuk membawa perkara makin jauh, suasana hatinya yang begitu lebur membuatnya tak ingin lebih hancur lagi dengan menimpal balas pada sosok pria yang menertawainya itu.     

"Bangsat! Lepaskan aku!" Rian memaki kasar, niatannya untuk pergi malah tertahan oleh sebuah lengan yang mencengkramnya begitu erat.     

Pria mungil itu hanya bisa memberontak, menarik lengannya yang tertawan dengan kaki menendang yang di harapkan bisa menolong.     

Raut wajah Bian yang sudah sangat memerah, makin berang saat pandangannya bertatap secara langsung dengan pria penguntitnya itu.     

"Kau tak akan pernah bisa lepas dari ku, tuan muda!"     

"Akhh!"     

Rian terpekik, saat bersamaan pria bernama Danu itu menarik tubuh kecilnya untuk lebih mendekat. Menabrakkan bagian punggungnya ke arah tubuh pria yang memiliki ukuran dua kali lebih besar darinya itu. Lengan berotot yang membelit kejam di lehernya, membuat pria mungil itu sulit bernapas dan tak bisa melakukan apa pun.     

Jalanan yang ramai dengan banyak pandangan pejalan kaki yang hanya menaruh perhatian, di rasakan tak ada gunanya kala tak satu pun dari mereka yang berniat memberikan pertolongan. Apa raut tersiksa milik Rian masih kurang mampu untuk menarik belas?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.