Hold Me Tight ( boyslove)

Lisa sebagai kunci



Lisa sebagai kunci

0"Bukankah pria tadi adalah seseorang yang Ilham akui sebagai orang yang di cintainya? Lantas tiba-tiba saja saat ini ia datang, mengaku juga menjadi kekasih Nathan selama bertahun-tahun?"     
0

.... Demi apa pun, kegilaan macam apa ini? Jadi segalanya terhubung? Aku tanpa sengaja memasuki cinta segitiga antara ketiga pria itu? Jika benar, hubungan resmi yang sampai mengikat antara Nathan dan pria mungil tadi, jadi selama ini Ilham yang berperan kejam? Apa pria itu sejak awal sadar bila yang di khianatinya adalah kawannya sendiri?"     

Lirih Lisa yang dengan sengaja menguping pembicaraan Nathan dan pria mungil tadi. Mulutnya sampai menganga lebar dengan netra yang membelalak, tak menyangka dengan takdir gila yang secara kebetulan menghubungkannya pula dengan kawannya itu.     

Bersandar pada bilah pintu tertutup, tumpuan kakinya bahkan sudah begitu lemas, tak sedikit pun bisa beranjak dari tempatnya sekali pun. Napasnya berubah kian memburu, dengan secara bersamaan pula rongga dadanya yang terasa kian mempersempit.     

Sungguh, ia tak memikirkan lagi tentang bagaimana kehancuran dirinya yang telah mutlak sejak awal. Lisa hanya benar-benar merasa kasihan dengan Nathan yang di khianati sana-sini. Bagian yang paling buruknya adalah, ketika pria yang menjadi ayah biologisnya lah yang menjadi alasan terbesar kehancuran Nathan. Tak becus menjadi sahabatan, atau bahkan pria baik-baik dengan sedikit pun tak bisa menghargai wanita lemah sepertinya. Sungguh, Lisa benar-benar semakin membenci Ilham dengan segala keterlibatannya.     

Malam itu, makin bertambah lagi rahasia yang di ketahui oleh Lisa. Menambah beban rasa bersalah, hingga membuatnya tak sekali pun bisa tertidur dengan lelap. Suara pembicaraan di ruang tengah juga tak ada hentinya, isak tangis menderu membuat wanita itu semakin tak mengerti lagi dengan keadaan yang tengah terjadi. Berbaring miring dengan bantal yang menutup pendengaran, nyatanya tak sedikit pun berpengaruh saat suasana buruk sudah terlanjur terngiang di benaknya.     

Andai saja Lisa berani untuk membuka mulut dan membocorkan segala kebusukan orang-orang di sekitar Nathan, jelas saja pria itu tak patut merasa bersalah atas tindakannya yang memilih menggantung hubungan sepasang kekasihnya dengan sosok mungil itu. Yang berkhianat adalah seseorang yang culas dengan memutar balikkan rasa bersalahnya, membuat keadaan seolah-olah hanya Nathan yang tak tahu apa pun lah yang bertanggung jawab.     

Ya, andai saja Lisa sedikit berani untuk ikut campur dan membuka mulut. Andai saja resiko buruk yang sebelumnya tak terlalu di anggap serius, mungkin saja Nathan bisa mengatasi segalanya sejak awal, kan? Sebelum keterlibatan lebih jauh pria itu dengan peran yang lain.     

Waktu akhirnya mengganti cepat setelah berkas sinar matahari minim yang memasuki ruangannya. Wanita itu tak mengerti tentang bagaimana ia mampu mesugesti pikirannya untuk bisa menurut dan lekas beristirahat. Ingatan terakhir yang mampu ia tangkap adalah saat malam larut beralih dengan hanya detik jam yang menunjukkan pukul dua dini hari. Begitu sunyi, dan menjadi terkaan tersendiri tentang penyelesaian pertikaian antar pria yang masih di katakan kekasih resmi tadi malam.     

Menggeliat di atas baringannya, berusaha melemaskan otot-otot tegang di sekujurnya. Pikirannya yang terus di sibukkan dengan semua ini, menjadi semacam alasan pasti yang membuat kepalanya turut berdenyut.     

Bangkit dari baringannya dengan meringis kesakitan, kedua lengannya yang masih menumpu tubuh akibat posisi duduknya yang terganjal perut membesarnya. Tak sekali pun bisa membantu, hanya mata yang makin erat terpejam dan gigi bergemelutuk menjadi pelampiasan.     

Kriettt     

Bunyi pintu ruangannya yang terbuka, membuat Lisa otomatis menghela napas lega. Tak perlu membuka mata untuk menerka siapa yang bisa membuka pintu privasinya, tanpa ragu satu lengannya terangkat untuk kode mendekat. Sembari bersuara lirih, Lisa pun meminta tolong.     

"Nath... Tolong pijat pelipis ku, rasanya sangat sakit. Ishhh... Kali ini bahkan jauh lebih membuat ku tersiksa, kaki ku rasanya juga keram..."     

"Apakah pantas untuk mu memerintah kekasih ku semacam itu? Menarik perhatian dengan cara murahan, begitu cara mu mencari belas kasihan? Dasar jalang!"     

Deg     

Detik kemudian pergerakan Lisa seketika saja terhenti, menjadi semakin lemas saja nada suara tinggi yang membalasnya dengan sengau. Praktis kedua bola matanya membelalak, menarik sumber panas yang mampu membuatnya merasa tersulut.     

Nyatanya pria mungil itu masih belum juga pergi. Mengganti pakaiannya dengan hanya satu lapis kemeja berwarna navy yang membalut kebesaran tubuhnya sampai batas setengah paha rampingnya.     

Menjadi bagian yang paling lancang setelah pria berwajah mungil itu membuka tanpa izin begitu saja ruangan miliknya. Bahkan Lisa yang menampilkan mimik wajah protes dengan kedua alisnya yang bertaut, tak juga membuat langkah kecil yang begitu anggun itu terhenti. Sosok yang terbilang asing dalam kehidupannya itu malah makin bergerak makin jauh dengan cara yang begitu lancang.     

"Jadi Nathan sering tidur di sini? Ranjang kecil dengan siklus udara yang begitu buruk? Kau pikir yang kau agak sengsara ini adalah pria dari kalangan biasa? Apa kau tak tahu jika kekasih ku itu adalah calon pewaris tahta dari perusahaan besar?"     

Pria mungil itu lantas berdecih setelah melontarkan hinaan kasar. Mata bulatnya yang mengedar pada sekeliling, seolah masih mencari celah untuk memberikan hujatan pada Lisa yang memilih bungkam.     

Sebuah lemari dengan pintu rusak dan membuatnya sedikit terjerembab menampilkan sebagian penampakan isi di dalamnya, rupanya menjadi bagian intens tersendiri oleh pandangan jeli Rian.     

"Setelah menjadi jalang milik Ilham, kau beraninya meminta pertanggung jawaban dari kekasih ku. Apakah kau memang wanita sehina itu? Dalam keadaan janin yang ada di kandungan mu, masih tak membuat mu menyerah untuk mencari belain dari kekasih ku?" sentak Rian dengan menarik tumpukan pakaian milik Nathan. Jelas saja rautnya berubah makin berang saat wanita yang masih ada di ranjangnya itu tak sedikit pun berekspresi. Rahang kecilnya sampai mengetat dengan otot dahi yang otomatis timbul, "Akhh!" kemudian menjerit frustasi dengan melemparkan pakaian yang sesaat lalu di cengkramnya makin erat.     

Lisa yang menjadi sasaran, mengenai tepat sisi permukaan wajahnya, otomatis membuat arah pandanganya tersentak. Sabetan kuat yang membuat rasa panas pada titiknya, namun tidak dengan hatinya yang terpancing makin sakit saat pria mungil itu terus melontarkan padanya hinaan rendah.     

Dengan kepala tertunduk, Lisa masih mencoba mengendalikan emosinya untuk sekedar mempertahankan harga diri. Surai berantakannya bahkan sampai menutup pandangan jelasnya akibat lemparan kasar yang seperti tak memanusiakannya itu.     

Amat berbeda dengan pertemuan mereka yang tak sengaja dahulu, bahkan Lisa sempat memuji tentang betapa menggemaskannya pria mungil itu di di samping Ilham. Membandingkan dirinya tak sedikit pun imbang dengan secara keseluruhan anggapan awalnya tentang pria mungil itu. Membuat Lisa yang sempat merasa kagum saat mendapat sedikit kebaikan dengan caranya memerintah Ilham untuk membantu menolongnya yang saat itu terluka karena terkena pecahan beling.     

Pria mungil yang kembali berinteraksi tatap dengannya, Lisa yang sedikit pun tak mengenal sosoknya pun tahu yang saat ini memberinya tatapan tajam adalah yang asli. Waktu itu, mungkin saja tengah pencitraan baik, karena merasa posisinya tak tertandingi, namun setelah semuanya membuka celah kelicikan pria mungil itu, membuat sosoknya mengeluarkan sisi asli dalam dirinya?     

Nathan datang setelahnya, tak sempat untuk Lisa membalas balik serangan pada pria mungil yang begitu licik itu. Lihatnya tentang bagaimana perubahan raut yang beralih fokus pada kawannya itu. Mata bulat yang sesaat lalu begitu jelas antagonis, kali ini begitu sayu dan memelas? Sesuai yang di perkirakan, pria mungil yang sejak tadi terus memberinya hinaan itu masih tak sadar diri dengan kepribadiannya? Sontak saja di tanggapi kekehan tak sangka dari wanita itu, pertunjukkan paginya benar-benar begitu mengagumkan dengan keahlian pria itu dalam mengganti topeng sesuai untuk lawan yang di hadapinya.     

Bangkit dari pembaringannya, seakan mempunyai tenaga lebih untuk bisa bergerak. Menaikkan satu kali dagunya, kode melarikan diri pada Nathan yang terlihat tak nyaman dengan pelukan yang begitu erat mengungkung pergerakannya.     

"Mana pria mungil tadi?" tanya Lisa setelah keluar dari kamar mandi dengan tampilannya yang sudah begitu segar. Rambut hitam panjangnya yang telah basah, kemudian di gosok helai menyatunya dengan handuk tebal.     

Rasanya ia tak terlalu lama berada di dalam kamar mandi, namun begitu saja sudah kembali berganti situasi menjadi makin sunyi. Nathan hanya sendirian, duduk di sofa tengah dengan kedua lengan yang menyangga kepala. Membuat dahi wanita yang berkacak pinggang itu makin berkerut dalam saat pria itu mengangkat pandang dengan raut wajahnya yang lesu.     

"Hei, kau bisa menceritakan semuanya pada ku, Nath... Aku adalah kawan mu..." ucap Lisa setelah mendudukkan dirinya makin rapat pada posisi sang kawan. Memberi Nathan pelukan, yang seketika saja di sambut dengan oleh pria itu.     

Mengusapkan surai dingin milik Nathan, memberikan kehangatan dengan cara lengannya yang turut membelai lembut belakang tubuh milik kawannya yang bersandar manja di dadanya itu.     

Hanya menunggu dengan sabar, tak ingin terlalu mendesak pria itu untuk berbicara dan menumpahkan segala kegelisahan di hatinya.     

Sejenak hanya hela napas panjang dan juga debar jantung kencang yang bersahutan menjadi dominasi. Lisa masih sedia untuk menunggu, membiarkan Nathan tenang untuk sekedar menata kalimat yang dilontarkannya nanti.     

Namun bukannya mempersingkat waktu dengan inti pembicaraan mengenai perasaan Nathan, pria itu malah memberinya pertanyaan yang membuat Lisa bertambah bingung.     

"Menurut mu, aku pria yang seperti apa?"     

Meski sedikit bingung, Lisa pun membalas pertanyaan pria yang telah menatapnya dengan begitu intens itu. Beralih menggenggam lengan Nathan dengan begitu erat, memberikan tepukan pelan pada punggung tangan pria itu dengan bibir yang terulas senyum lebar. "Untuk ku, jelas kau sangat baik. Tak perlu ku jelaskan secara rinci, tak berlebihan jika menyebut mu adalah pahlawan untuk hidup ku. Ya, meski tak bisa di elak juga jika kau adalah seseorang yang sangat sulit untuk mengontrol emosi.     

"Hahahah... Ya, aku tahu itu, tapi kau meninggalkan bagian buruk lain dari dalam diri ku. Aku yang sangat lemah, tak ada sedikit pun tekad teguh dalam diri ku untuk menjalani hidup sesuai dengan apa yang inginkan. Lagi dan lagi, semakin banyak orang yang membenci diri ku, Lis."     

Timbal balas Nathan membuat tarikan bibir Lisa seketika saja terlepas. Cara pria itu menertawai dirinya sendiri dengan nada suara yang paling menyedihkan, jelas saja mampu menarik perasaan sensitif wanita itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.