Hold Me Tight ( boyslove)

Bukan untuk balas dendam?



Bukan untuk balas dendam?

0"Ku pikir akan sangat tak penting jika kau mengetahui tulisan yang penuh kebohongan ini," ucap Nathan, yang kemudian tanpa rencana langsung meremat kertas kecil itu. Telapak tangannya bahkan sampai terkepal kuat, ekspresinya yang praktis kaku, membayangkan seluruh keburukan yang masih tak bisa di terimanya sampai dengan detik ini. Berusaha menghancurkan keseluruhannya dalam satu waktu, sobekan kecil yang memutus kata sambungan yang merangkai pun lantas musnah, tak bisa lagi terbaca.     
0

Berserakan menjadi potongan-potongan kecil, Nathan yang merasa sedikit lega pun menolehkan pandang pada Lisa yang masih terlamun karena intensnya yang terlalu dalam pada kawannya itu.     

Wanita itu nampak tak bisa berkomentar apa pun, segala yang di lakukan Nathan agaknya sudah menjadi bagian dari jalan yang di pilih. Tak bisa memberikan nasehat sedikit pun untuk pembelaannya pada Max, memang di rasa pria itu sudah sangat keterlaluan karena berani mempermainkan Nathan terlalu jauh. Memberikan janji palsu dengan bungkusan rapi dan mengaku atas nama cinta, tak sekali pun terpikir jika jebakan itu akan sangat menyakiti Nathan.     

Lisa pun sampai mencebik, rasa di lidahnya yang masih menggoda suapan lebih pada kue kesukaannya pun di tahan mati-matian. Wanita itu sudah seperti terpancing kesedihan, pelupuk matanya panas dengan cairan membendung yang membuat mata beningnya berkaca-kaca.     

Namun agaknya Nathan sudah tak lagi ingin dikasihani, kepalanya menggeleng dengan genggaman tangannya yang semakin erat menggenggam kawan wanitanya itu. Semacam penjelas jika itu adalah sebuah peringatan, pria itu pun lantas berucap, "Bantu aku untuk menghilangkan pikiran ku tentang bajingan itu. Untuk yang terakhir, ku harap kau sedia menjadi pengingat ku jika aku masih seperti ini."     

"Aku akan melakukannya, yang paling utama, kau tak boleh bersedih, kan?"     

Nathan pun membalas ucapan serius Lisa dengan senyum tipis yang terukir. Melemparkan diri dalam pelukan, di pikir wanita itu jika Nathan akan menumpahkan seluruh balasan kasih sayang kepadanya. Namun yang ada, tubuhnya sama sekali tak di sentuh, tak ada sangkaan akan perubahan momen yang mendadak berubah. Pria itu bertingkah jahil, merebut piring kecil miliknya, dan tanpa belas melahap potongan kue tersisa sekaligus.     

Lisa pun sontak menganga, pandangannya menatap nanar ke piringnya yang kembali ke tangannya tanpa sisa sedikit pun. Perasaannya menyeruak semakin sensitif, sejalan dengan godaan Nathan yang di rasa sudah sangat tak lucu.     

Kawan memang kawan, keduanya memang bisa berbagi apa pun, tapi kalau masalah mengidam? Keinginan yang sangat kuat dengan tak bisa sebandingnya kepuasan yang di dapat jika tak sampai membuatnya lega menandaskan secara keseluruhannya.     

Plakk     

Lisa pun sontak mengekspresikan kekesalan dengan lengannya yang refleks memukul kepala milik Nathan. Sampai membuat pria itu mengaduh kesakitan, tak pelak membuat Lisa masih mendesak jengkel.     

Masih tak cukup hanya dengan satu kali balasan kecil, dengan menyingkirkan piring yang ada di pangkuannya, dan mendorong kuat tubuh Nathan untuk lekas di habisi.     

"Aochh! Lis, sakit tahu!" Nathan meringis kesakitan, Lisa yang menumpu kedua lengannya hampir mengenai perpotongan leher, membuat pria itu semakin sulit untuk bernapas.     

Keduanya sudah bergumul di atas ranjang, jelas saja wanita hamil yang ganas itu mendominasi kompetisi dengan menindihnya penuh.     

Wajah milik Nathan sudah sangat memerah, napasnya yang sudah memburu. Hanya baru setelah itu, Lisa bangkit dari tindihannya, namun tidak dengan tatapan tajam dan juga ucapan panjang untuk memarahi.     

"Biar tahu rasa, kau yang mencari perkara terlebih dahulu dengan ku. Kau tak tahu, yang kau makan itu adalah potongan terakhir, di kulkas sudah tak ada lagi," balas Lisa dengan merengek di akhir pemberitahuannya. Masih terlihat sangat kesal, wanita itu tak berhenti bersikap kekanakan dengan tubuhnya yang terus saja berjingkrak kesal.     

Sedangkan Nathan yang berhasil mendapatkan hiburan, tak bisa menahan diri untuk tak terkekeh geli. Mulutnya yang penuh dengan rasa manis, hampir saja menyembur jorok. Lisa yang merengek dan masih terus berusaha untuk menghabisinya, membuat pria itu hampir saja kehabisan napas.     

"Uhuk-uhuk! Sudah, ampun Lis... Kau berniat membuat ku mati secara tak elegan karena tersedak, ya?"     

"Biar tahu rasa, lagipula sedikit pun kau tak punya rasa empati setelah aku berusaha keras untuk menghibur mu," balas ketus Lisa dengan raut wajahnya yang berkerut dingin.     

"Hei, aku bisa membelikan mu lagi. Tak perlu marah-marah," balas Nathan sembari mengusir tangan Lisa untuk lekas melepaskan dirinya dari cengkraman. Kemudian bangkit, berhadapan dengan Lisa menggunakan cara yang lebih baik, senyum lebar sampai menunjukkan giginya pun mengawali.     

"Tapi tak ada yang seenak kue itu, aku sudah mencarinya di toko kue sekitaran sini. Tadi adalah potongan terakhir setelah aku berhemat sejak awal. Namun kau kejam, lalu bagaimana dengan besok?" rengek Lisa yang kali ini berubah menjadi semakin jinak, merengek di dekapan kawannya itu.     

Nathan yang mengusap perlahan surai halus milik Lisa yang lebih sering terurai. Menyangka kerepotan yang semakin menjadi, Lisa masih saja di ributkan dengan perkara tak penting menyangkut kepuasan lidah dan perutnya.     

"Jadi... Karena itu ponsel mu tak aktif seharian ini? Kau berpergian sendiri?" tanya Nathan yang mendesak jawaban jujur. Demi apa pun, saat di kantor tadi ia sudah sangat khawatir saat percobaan percakapannya menggunakan ponsel baru yang dibelikannya itu tak kunjung mendapatkan balasan.     

Lisa yang balas mendengarkan peringatan, malah menunjukkan raut tak bersalahnya dengan menggidikkan bahu. "Ku pikir, akan sangat bahaya jika aku bermain ponsel di jalanan besar. Terlebih untuk konsentrasi ku melihat jalanan sekitar, akan lebih baik, kan?"     

... Jangan lagi berniat merubah topik menjadi perkara lain, aku masih membutuhkan pertanggung jawaban mu," lanjut Lisa dengan permintaan yang serius sampai-sampai Nathan tak bisa menahan diri untuk terkekeh.     

"Kau bilang rasanya berbeda, akan lebih mudah jika bertanya ke kawannya Leo, kan?"     

"Benar, tapi aku malu untuk kembali merepotkannya," cicit Lisa yang telah mengatakan balasan bohong. Ia tahu asal tempat kue yang sangat cocok di lidahnya itu, ayah dari janin yang di kandungnya adalah seorang pemilik. Namun sekali lagi, ia tak ingin mengecewakan Nathan atas segala pengorbanan yang di lakukan untuknya. Mereka yang sudah bersama dengan dalih berusaha membentuk kehidupan baru dengan melupakan peran-peran kejam yang membuat sengsara. Sampai dalam tahap damai dan bisa menerima seperti ini, Lisa tak mungkin mengorbankan hal semenakjubkan ini dengan sesuatu yang tak sebanding.     

Lisa yang tanpa sadar terlamun, cubitan di pipinya lah yang mengembalikannya ke dunia.     

"Kau punya malu untuk itu? Hanya sekedar bertanya, ku pikir bukan masalah besar, kan? Tenang saja, aku yang akan menghubunginya nanti," balas Nathan dengan tubuhnya bangkit di saat bersamaan. Melepas deretan kancing kemeja miliknya, membuat Lisa yang mengikuti pandangan, merasa penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.