Hold Me Tight ( boyslove)

Semakin jauh menyelam pada kedekatan



Semakin jauh menyelam pada kedekatan

0"Kau akan kemana?" tanya Lisa saat Nathan sibuk menderet pakaiannya yang sebagian tergantung rapi di lemari.     
0

"Berupaya untuk mendalami peran sekaligus pemanfaatan momen untuk melupakan sosok-sosok tak penting," balas Nathan dengan santai. Sebuah setelan rapi berwarna maron dan celana kain berwarna hitam pun di lemparkan ke atas ranjang sebagai putusan.     

"Benar-benar dekat dengan adik Max? Yakin tak masih memicu permasalahan yang lebih besar nantinya?" tanya Lisa yang sampai mengikuti pergerakan Nathan, batas kamar mandi yang ada di samping dapur pun menghentikan.     

"Permasalahan yang bagaimana? Max dan Cherlin yang akan memperebutkan ku? Konyol sekali, tapi mungkin saja akan sangat seru jika kejadian itu akan benar-benar terjadi."     

Duar     

Nathan menutup pintu, menghentikan tarikan napas Lisa yang akan kembali menimpal balas ketidaksetujuan. Wanita itu otomatis saja merasa kesal, terlebih sempat terkejut saat suara bantingan pintu tepat di hadapannya.     

Nathan yang berada di dalam kamar mandi pun menggeleng-gelengkan kepala atas anggapan Lisa yang terlalu mendramatisir. Melecuti satu per satu pakaiannya, namun saat detik selanjutnya membuat ia balas tersentak, gedoran balas dari wanita itu terdengar keras. Menjemput intens perhatian, karena setelahnya Lisa berkata,     

"Aku sudah memperingatkan mu sejak awal, karena seperti yang ku katakan beberapa saat lalu jika aku tak ingin melihat mu kembali bersedih. Jangan terlalu jelas merencanakan balas dendam mu untuk semua orang."     

"Nath... Kak Nathan..."     

"Ah, ya?"     

Nathan tersentak, sebuah lengan yang menggenggam miliknya praktis membuat pria itu tersadar. Sudah beralih ke tempat lain, namun rupanya Nathan masih terus terngiang peringatan Lisa.     

Berada di sebuah pusat perbelanjaan, kondisinya yang sangat ramai agaknya tak terlalu mempengaruhi sepasang wanita dan pria itu.     

Sedari tadi tak ada pembicaraan, Cherlin yang memberi komentar untuk setiap hal yang di lihatnya hanya di balas persetujuan singkat atau malah anggukan pelan dengan senyum sebatas terukir.     

Bahkan saat tempat nyaman mempertemukan tatap keduanya, Nathan masih sempat-sempatnya untuk melalang buana dengan pikirannya yang berhasil membawa.     

Cherlin pun sampai menghela napas panjang, membuang pandangan saat kekecewaan di rasakannya pasti. Sungguh, ia adalah tipe wanita yang sangat aktif, bersama dengan pria yang membuatnya tertarik bahkan tak di rasanya ragu untuk menjadi dominan. Nathan yang menerima dirinya bersamaan dengan tanda-tanda sentuhan sekaligus, kenapa malah semakin bertambah aneh di setiap harinya? Di satu saat ia merasa jika Nathan membawanya pada penerimaan yang nyata, namun mengapa seperti mempermainkan dengan penolakan di detik-detik akhir? Sempat terbesit, apakah pria itu terpaksa mendekatinya? Tapi, untuk apa?     

Nathan yang agaknya sudah merasa tak enak dengan pengabaiannya, sontak saja menarik genggam balasan untuk wanita itu. Senyum manis di ulas, alasan pun menyangkal prasangka yang bisa saja terarah buruk padanya.     

"Maafkan aku, bukan bermaksud untuk membuat mu kecewa untuk kesan pertama kencan kita malam ini. Ku harap kau sedikit memaklumi ku, pekerjaan membuat ku semakin bertambah gila, terlebih dengan aku yang begitu cupu untuk mendekati seorang wanita cantik seperti mu."     

Nathan berbohong, namun agaknya hanya rangkaian kata berlebihan yang dapat menyelamatkannya. Wanita itu bahkan sudah tak lagi murung, berbalik seratus delapan puluh derajat dengan rona wajahnya yang nampak jelas.     

"Kau memuji ku cantik? Apakah itu hanya sekedar rayuan?" balas wanita berambut sebahu itu. Mengerling genit, satu lengan bebasnya yang menopang dagu makin menunjukkan godaan.     

Nathan yang nampak sudah mencair dengan suasana. Lantas memajukan tubuhnya mengikis jarak seperti yang di lakukan Cherlin terlebih dahulu.     

"Kau menganggapnya seperti itu? Tapi jujur saja, Lin... Aku bukan tipe pria yang suka merangkai kata dengan dalil kebohongan untuk sekedar merayu?"     

Cherlin pun terkekeh, lantas mencebikkan bibirnya setelah mendengar penuturan kata dari pria dihadapannya itu. Selalu mampu menepis segala prasangka buruk yang timbul, begitulah Nathan. Genggaman tangan yang semakin erat di rasakannya, membuat Cherlin menggigit bibir bawah dengan cara yang sangat sensual.     

"Hei, aku belum balas memuji mu untuk hari ini. Nath, kau sangat tampan," bisik Cherlin dengan yang serentak mengeja senyuman canggung di bibir Nathan. Secara nyata, jemari lentiknya yang berhias kuku panjang bercat merah, melancar di permukaan bibir milik Nathan yang sontak saja diam tak berkutik. Terlebih dengan lanjutan kata yang terlontar, seketika mengirimkan geleyar debaran yang lebih terasa sangat ektream.     

"Kau mengatakan kejujuran tentang diri mu, izinkan aku mengatakannya serupa, Nath... Aku bukan tipe wanita pemalu yang hanya bertugas menunggu seorang pria yang melangkah lebih dulu. Di lihat dari cara ku menyentuh mu dengan berani, hanya sekedar kencan makan malam dan menonton bioskop tak bisa membuat ku lega,"     

.... Menegak minuman memabukkan di klub malam, ku rasa itu jauh lebih menggoda. Bagaimana menurut mu?"     

Nathan layaknya tak bisa berbuat apa pun, tarikan pembicaraannya untuk sedikit mencairkan suasana agaknya di anggap Cherlin terlaku jauh.     

Tak bisa kembali dan meralat seluruh ucapannya yang bakal menggagalkan misi utamanya, persetujuan untuk menanggapi pun menjadi jalan satu-satunya.     

Beralih tempat setelah seluruh makanan yang di pesan menjadi sumber tenaga yang mengisi perut. Memacu jalanan ramai dengan kecepatan sedang. Tak sekali pun Cherlin memberinya pergerakan bebas, lengannya terus saja merangkul dengan tubuh menempel erat. Tak sekali pun Nathan di biarkan terlepas, terlebih dengan tempat yang mengumpulkan banyak orang itu. Agaknya wanita itu menunjukkan sifat posesif kepemilikannya.     

Musik distorsi menyambut. Putaran volumenya yang begitu kencang mampu membuat gendang telinga yang menjadi pendengar rusak. Rasanya sudah sangat lama pandangan Nathan tak memburam akibat cairan memabukkan itu, di tambah dengan lampu sorot warna-warni yang seakan membujuknya pada selaman ilusi gila.     

Benar-benar terasa melayang, Nathan membebaskan dirinya dengan meliuk di lantai dansa. Cherlin yang masih tetap berada di dekapannya, memberikan godaan yang seakan membujuk keinginan lebih.     

Nathan tahu hanya dengan sentuhan sensual yang menyasar tubuhnya. Menuruni perlahan, dengan memberi tekanan ringan di setiap jajahannya. Tinggi badan yang seimbang, tak perlu membuat usaha lebih untuk membuat pandangannya tertuju pada satu objek pandang.     

"Ini baru hidup yang ku rasakan. Dan aku yakin kalau kau berpikiran yang sama, kak Nathan..." bisik Cherlin tepat di depan telinga milik Nathan. Meninggalkan sentuhan yang mampu mengirimkan geleyar panas untuk pria yang sudah terpengaruh minuman beralkohol yang di tenggaknya tanpa takaran batas itu.     

Tak menunggu waktu lama setelah bibirnya mengulas senyum sensual, Cherlin pun lantas menarik Nathan untuk mengikuti langkahnya. Membelah lautan manusia itu kembali dengan arah datang yang sama. Meninggalkan satu sosok yang menjadi mata-mata sedari tadi. Pandangannya nanar saat setiap detik penuh dengan kesakitan akibat momen mesra dari dua orang yang di pasangkan itu.     

Langkanya masih mengikuti, pekerjaan yang membuatnya pasrah dengan kesakitan yang di dapatkan.     

"Peran ku hanya bisa sampai batas ini, kan? Tak bisa mensejajari posisi tinggi mu. Aku bukan siapa-siapa, terlalu bodoh untuk ku yang sebelumnya menimbulkan harapan konyol untuk mendapatkan tuan putri seperti mu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.