Hold Me Tight ( boyslove)

Tak mengerti kebenaran dari jalan yang di tempuh



Tak mengerti kebenaran dari jalan yang di tempuh

0Drttt     
0

Bunyi dering ponsel mampu memutus keintiman. Sang wanita yang mendadak jengkel, lain halnya dengan sang pria yang malah menghembuskan napas panjang dan tanpa pikir panjang langsung bangkit dari atas baringannya.     

Membenarkan satu kain pelapis yang melindungi bagian privasinya, lantas mengulas senyum tipis yang di ibaratkan sebagai semacam bentuk penenangan.     

Mengusap surai lembut wanita itu, menarik selimut yang di jatuhkan ke lantai bersama dengan benda yang lain. Menjadi pria yang sangat jantan, melingkup wanita yang sudah nyaris telanjang itu dengan cara membelit sekujurnya.     

"Dari papa, aku harus mengangkatnya dulu," beritahu Nathan setelah mengenakan celana kain miliknya. Pandangan Cherlin yang terus mengikuti, membuat pergerakan pria itu otomatis terhambat.     

Menunjukkan ponselnya yang lagi-lagi bergetar, Nathan pun lantas mengangkatnya setelah sedikit memberikan jarak pada posisi ranjang yang di tempati oleh Cherlin.     

"Ya, halo Pa!" ucap Nathan dengan suara yang sengaja di keraskan. Pandangannya pun menoleh, memberikan senyum pada Cherlin. Wanita itu nampak jelas menyimpan kecurigaan, dari caranya memutus pandang dengan tubuh menegangnya yang kontan merileks.     

Suara sambungan di sebrang sana masih sunyi, panggilan Nathan yang memang bohong membuat Lisa kebingungan.     

"Ku rasa aku masih menjadi wanita seutuhnya. Kau yang memang amat manja pada ku, masih di rasa logis jika aku adalah mama angkat mu?Lagi pula ini masih ponsel yang kau berikan beserta nomornya, apa kau salah menamai kontak?"     

"Kau penyelamat ku, Lis... Sungguh, aku akan langsung membawakan mu kue yang masih terus kau idamkan itu."     

Balas Nathan dengan suara membisik, pemandangan yang di suguhkan pada pembatas kaca tak sedikit pun mampu membuat pria itu tertarik. Masih pada Cherlin yang masih menunggu dengan setia, kesibukannya bermain ponsel masih sempat-sempatnya untuk bertemu tatap dengannya dan memberikan seulas senyum.     

Sedangkan Nathan yang masih pada genggamannya pada ponsel pun mendekatkan pendengaran intensnya pada sambungan yang masih terhubung.     

"Halo... Kau masih di sana?" tanya Nathan saat Lisa yang lagi-lagi memilih bungkam. Dahinya bahkan sampai mengernyit dalam, mengulang pandangan pada layar ponsel menyala yang rupanya masih menjumlah waktu percakapan.     

"Lis?"     

"Kau yang berbisik-bisik seperti ini, membuat ku semakin curiga tentang kejadian yang menimpa mu saat ini. Kau yang tak pulang semalaman, membuat ku semakin cemas terhadap kegilaan yang akan kau lakukan bersama saudara Max itu."     

Kecemasan Lisa memang sangat berdasar, watak serta kepribadian dari Nathan yang sudah sangat di kenal membuat wanita itu hampir berpikir tepat.     

Nathan pun lantas terkekeh di balik kelegaannya sesaat, tak di pungkiri jika kekagumannya pada persahabatan mereka menjadi hal utama.     

"Tunggu aku pulang, aku akan bercerita langsung terhadap mu nanti," ucap Nathan memberi janji.     

Terdengar jelas, wanita di seberang sana menghela napas panjang, sebelum berpikir macam-macam, lantas memilih mengakhiri percakapan. "Aku menunggu mu di rumah. Ku harap kau menepati janji untuk memberikan ku kue, jika kau tak sedia melihat ku pingsan nantinya. Hati-hati di jalan.     

Ting Tongg     

Bersamaan dengan ucapan terakhir Lisa yang terucap, sebuah bunyi bel pun terdengar. Nathan pun kembali menolehkan pandang, menatap pergerakan Cherlin yang menyeret selimut panjang yang membelitnya.     

"Sudah dulu ya, Lis. Bye!" pamit Nathan dengan rasa penasaran pada seseorang yang menjadi tamu mereka pagi-pagi seperti ini.     

Menyimpan kembali ponselnya yang sudah di matikan, Nathan mengikuti tempat Cherlin yang masih saja di ambang pintu.     

"Siapa, Lin?" tanya Nathan, bersamaan dengan semakin dekatnya langkah pencapaiannya pada pintu yang menutup pandangan jauhnya sejak tadi.     

Cherlin yang mendengar pertanyaan Nathan pun refleks menolehkan kepala. Bukaan perkara netra wanita itu yang berubah sayu, melainkan seseorang yang amat di kenalnya lah yang membuat Nathan seketika mematung.     

"Aku mau mandi dulu, rasa panas saat permainan kecil kita tadi membuat ku tubuh ku juga lengket."     

Cupp     

Cherlin mencium Nathan kembali, tepat di permukaan bibirnya yang mengatup rapat. Memberikan sentuhan lembut di rahangnya, seolah hanya mempertunjukkan seni peran yang keduanya mainkan.     

Pergi dari tengah kedua pria yang bertatapan, melenggangkan kaki santai setelah menggali makin jauh rasa bersalah milik Nathan.     

"Selamat pagi, tuan Nathan!"     

Sapaan yang penuh dengan sopan santun, kepalanya yang membungkuk, layaknya menjauh dari tarikan Nathan yang sebelumnya coba untuk menyetarakan.     

"Ku bilang jangan terlalu formal pada ku, Rik!" peringat Nathan dengan membuka pintu semakin lebar, mempersilahkan pria yang selalu nampak kaku dengan tampilannya itu masuk ke dalam hotel.     

Namun agaknya pandangan berang yang di arahkan padanya membuat Nathan merasa di hantam pada sudut terendah. Karena permainannya yang tanpa pikir panjang sejak awal, mampu menjadi perkara hancurnya kedekatan persahabatan dari keduanya. Bibirnya yang sesaat lalu coba untuk tertarik ramah, seketika saja membungkam dengan cara yang paling memalukan.     

"Maaf, tuan Nathan. Sadar tentang siapa saya sebenarnya, dan saya harap anda tak usah lagi mencoba untuk menaikkan posisi saya dari tempat seharusnya, karena saya terjatuh saat ini. Ketinggian yang anda patokkan, membuat saya semakin hancur berkeping saat jatuh."     

Nathan sudah tak bisa membalas apa pun, kepalanya langsung menunduk dalam dengan raut penuh dengan rasa bersalah.     

"Rik, ku harap kau mengerti posisi ku-"     

"Maaf tuan, saya rasa menunggu di lobi bawah lebih sopan. Kedua orang tua nona Cherlin sangat cemas, saya berharap anda sedia untuk mengantarkan nona pulang. Mungkin ada sepatah kata yang makin membuat peluang anda semakin besar untuk menjadi bagian dari keluarga Nandara,"     

... Saya permisi."     

Nathan tak di izinkan untuk membela diri, Riki yang lagi-lagi menyambung ucapan dengan bahasa yang sangat formal membuatnya makin di landa kebingungan akan langkah yang sudah terlanjur di ambil.     

Pria yang mengenakan setelan berwarna hitam itu pun kembali menundukkan kepala, memutar balik tubuhnya dan langsung melangkah menjauh meniti lorong panjang itu.     

Nathan menutup pintunya kembali, telapak tangannya refleks meraba tubuh bagian atasnya yang terasa sangat lembab. Meringis kesal, lantas mencengkram erat surainya yang masih berantakan. Jelas saja Riki menghakimi tanpa sekali pun sudi mendengar penjelasan. Apa yang di tampilkannya dengan terang-terangan sudah menjadi bukti, dua orang dewasa yang sedang berada di ruang privasi, tak mungkin hanya bermain ular tangga, kan? Ya, sekali pun Nathan yang gay.     

"Apakah pengawal tak berguna itu sudah pergi? Baguslah, aku sungguh muak dengannya. Kau tahu Nath, dia selalu saja membuntuti ku bahkan saat aku sudah jelas-jelas pergi dengan mu, calon tunangan ku,"     

... Lihat saja, setelah kita berhasil bersama, hal pertama yang akan ku lakukan adalah menghempas pria itu sejauh mungkin."     

Ucapan Cherlin yang panjang lebar tak sekali pun mendapat balasan dari Nathan. Keduanya masih sibuk dengan pergerakan sendiri-sendiri, mengenakan pakaian dan mengembalikan fasilitas hotel yang dengan sembarangan di buang ke atas lantai yang kotor. Meninggalkan kebersamaan yang menyisakan rasa perih yang makin di rasa oleh pria itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.