Hold Me Tight ( boyslove)

Ilham pemilik cafe?



Ilham pemilik cafe?

0Nathan mengantarkan Cherlin sesuai janji. Tak ada satu kalimat pun dari bibir keduanya untuk menarik percakapan. Sibuk dengan pemikiran sendiri, agaknya sangkut paut hubungan keduanya yang bisa di katakan karena keterpaksaan adalah penyebabnya.     
0

Memacu jalanan besar yang cukup lenggang, jarak yang di tempuh pun terasa makin lama walau berulang kali Nathan berhasil menyalip kendaraan yang di rasa menggangu laju.     

Sebuah kendaraan lain yang menempuh jarak sama, terus membayang di belakang persis mobil merah milik Nathan.     

Berbelok ke sebuah kediaman mewah dengan pintu gerbang yang otomatis terbuka. Menjadi semacam peraturan saat beberapa orang membungkukkan tubuh saat kendaraan yang di kemudikan oleh Nathan memasuki halaman.     

Mendecitkan roda mobil tepat di depan rumah, tak lagi pikir panjang untuk kedua orang itu keluar dari dalam bilik kecil itu. Sepasang paruh baya sudah mencegat peradilan di depan pintu, membuat suasana makin terasa kikuk saat dari arah datang tepat di belakang keduanya ada Riki yang masih mengekori.     

Cherlin terdengar mendengus kasar, matanya melirik tajam, dan seketika saja berubah raut saat lengannya menggandeng mesra milik Nathan.     

"Pagi, papa.. Ibu..." sapa Cherlin dengan nada ceria, seakan tak sedikit pun bisa memahami kecemasan dari sepasang paruh baya yang kompak bersendekap itu.     

Nathan mengulas senyum ramah, mencium tangan kedua orang tua Cherlin setelah terlebih dahulu wanita itu memberikan dekapan manja pada masing-masing.     

"Tak biasanya kepulangan ku di sambut seperti ini, apa ada hal yang sangat spesial hingga aku sampai di nantikan seperti ini?"     

"Lin," panggil Nathan dengan nada suara penuh peringatan. Agaknya sudah di rasa sangat keterlaluan, setelah tak merasa sedikit pun bersalah, wanita itu nampaknya sudah semakin berani dengan kedua orang tuanya.     

Cherlin membalas pandangan Nathan dengan kode pertanyaan, namun agaknya interaksi keduanya yang di katakan dekat dan saling peduli malah membuat sepasang paruh baya itu merasa lega.     

"Selayaknya kekhawatiran orang tua pada anak gadisnya, hal itu sangat normal untuk di rasakan, nak," ujar Jonathan sembari menepuk bahu milik Nathan dengan seulas senyum ramah.     

Nina pun memberikan tatapan intensnya sekaligus pada Nathan, menerka detail raut yang bisa saja menyembunyikan hal lain.     

Cherlin yang sangat tak suka di adili, membuatnya berinisiatif untuk memutus pembicaraan yang di rasanya tak berguna ini.     

"Pa... Ibu... Aku tahu jika kalian mengkhawatirkan aku, tapi tidak bisakah kalian melihat terlebih dahulu seorang pria terhormat yang ada di samping ku ini? Dia adalah kak Nathan, putra dari sahabat kalian. Dia pria yang sangat baik, tak mungkin juga menyentuh ku tanpa izin," ucap Cherlin dengan memelankan kalimat terakhir dari bukti kebohongannya.     

Nathan pun menunduk, bertemu intens dengan Cherlin yang malah mengulas senyum dengan ringisan yang mengakhiri.     

"Ya, bukan hanya pada hal itu saja, sayang.... Takut pada kejadian tak terduga yang bisa saja mencelakakan," timpal Nina dengan pemahamannya yang penuh keibuan. Memberikan usapan lembut untuk sang putri satu-satunya itu.     

"Sekali lagi, maafkan saya atas kejadian ini. Sebenarnya bukan bagian dari rencana, namun paksaan sementara untuk mengistirahatkan diri membuat kami sedikit lalai," sela Nathan yang merasa harus ambil suara. Menjadi bagian dari kesalahannya juga, kepayahannya dalam mentolerir minuman beralkohol membuat Cherlin memegang kendali terlalu jauh.     

Setelahnya, masalah pun selesai saat tambahan Cherlin makin menyakinkan. Memutuskan untuk undur diri, menolak jamuan sarapan bersama dengan alasan harus segera bersiap ke kantor.     

Pernahkah Nathan mengatakan jika keahliannya dalan mengolah kata semakin pandai? Karena desakan situasi yang terlalu sering di hadapkan kepadanya, kali ini termasuk dengan pembersihan namanya sekaligus?     

Bukan sekedar untuk bertahan dalam situasi, cara kedua orangtua Cherlin yang memujinya habis-habisan saat menjaga anak mereka dari sentuhan intim yang belum saatnya itu di utarakan kembali sebagai penekanan. Mendadak, Nathan seperti menjadi bagian dari pembohong besar. Dan menarik pihak untuk membenci dirinya? Ya, Riki mungkin adalah salah satunya.     

Meninggalkan area perumahan itu dengan rasa sesal yang masih terbawa di sepanjang perjalanan. Menghubungi papanya, meminta izin untuk tak hadir ke kantor dengan alasan sakit. Ya, itulah salah satu keburukan Nathan yang dapat di hitung terlalu besar, sikapnya yang terlalu terkesan menyepelekan karena kepastian yang terlalu diyakininya jika semua kekayaan akan jatuh padanya tanpa sedikit pun pembagian.     

Tak terlalu di pikirkan berlebihan, Bagas yang sangat baik malah menawarkannya bantuan untuk mengirimkan dokter ke apartemen Max. Ya, semua orang memang masih mengira seperti itu, tak tahu kebenaran dari secuil pun kisahnya.     

Penolakan dengan halus pun di lontarkan, lantas memutus sambungan percakapannya.     

Mobil yang di kendarai Nathan berhenti, kawasan dari deret pertokoan yang sudah di sangat familiar menjadi tujuan.     

Panggilannya yang beralih pada Leo tak kunjung mendapatkan balasan, membuat Nathan berinisiatif datang ke titik antarnya beberapa waktu lalu untuk pria itu.     

Keluar dari dalam mobil, pandangannya lantas menjelajah ke setiap banner besar yang menamai unik tempat masing-masing. Ich liebe dich, dengan detail cantik yang di tebaknya adalah sebuah cafe.     

"Kenapa aku baru menyadari jika itu adalah cafe yang menjual kue juga?" lirih Nathan sembari melangkahkan kakinya pada tujuan. Mobil yang sudah terparkir di tempat semestinya, lantas membuat pria itu meninggalkan sekaligus ponselnya yang tak sekali pun mendapat balasan dari Leo.     

Janjinya pada Lisa untuk membawa sekalian oleh-oleh ketika datang, membuat Nathan mengusahakan pemenuhan darinya.     

Mendorong pintu yang tertulis jelas "Buka", menjadikannya sebagai pusat perhatian saat suara gemerincing lonceng hadir mengiringi langkahnya yang semakin masuk.     

Sangat indah, pantas saja Jevin dulu merekomendasikan tempat ini untuk mengobrol santai. Keseluruhan pembatas kaca yang membuat pantulan sinar matahari seperti membias masuk. Dekorasi kekinian dengan sebuah panggung kecil, agaknya pertunjukkan musik sering di adakan.     

Pandangan Nathan sontak mengedar, bukan meja kosong yang di sasar pencarian olehnya, melainkan etalase yang menyimpan aneka kue.     

"Nathan?"     

"Hei, Nath!"     

Panggilan dari dua orang yang memanggilnya dengan identik tanda tanya atas ketidak sangkaan bisa bertemu. Leo yang mengenakan seragam kerja dengan baki pesanan yang sudah di terka sejak awal, tapi sesosok pria yang mendatanginya dengan raut sumringah? Terlebih dengan caranya terburu-buru datang dan lekas melemparkan dekapan akrab kepadanya?     

"Ilham?" panggil Nathan dengan panggilan lirih. Ia masih ada dalam dekapan kawannya itu, hanya saja pandangannya menjadi semakin intens saat Leo yang malah mematung dengan raut cemas?     

"Tak ku sangka kau akhirnya dapat menemukan tempat usaha yang ku rintis. Bagaimana menurut mu, apakah tempat ini indah?"     

Nathan hanya menganggukkan kepala, senyumnya malah terulas penuh keraguan saat berhadapan dengan kawan baiknya itu.     

"Ich liebe dich, jadi ini adalah tempat mu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.