Hold Me Tight ( boyslove)

Di rasa kebetulan yang tepat



Di rasa kebetulan yang tepat

0Nathan sedikit tak menyangka dengan kebetulan semacam ini. Berawal dari Lisa yang sangat mengidamkan kue hanya dengan rasa sama yang di makan olehnya pertama kali saat berpindah ke tempat baru. Leo yang merupakan kawan wanita itu, sekaligus menjadi perantara untuk membantunya mencari tempat tinggal. Lantas setelah penelusurannya untuk memenuhi janjinya kepada Lisa, Nathan malah secara mendadak di pertemukan oleh Ilham yang merupakan kawannya itu.     
0

Sudah sejak awal memang ia mengetahui jika Ilham adalah seorang wirausahawan muda, kegemarannya sejak dulu yang kali ini nampak berubah menjadi seorang ahli dalam bidang meracik menu penutup atau pun kue dan semacamnya. Bisa datang ke tempat yang merupakan perjuangan keringat kawannya itu membuat Nathan merasa bangga. Terlebih dengan cerita yang menyebut jika Ilham merintisnya dari titik terbawah seorang diri.     

Duduk berhadapan dengan sesekali berbincang momen masa lalu. Gelagat perilaku kecil yang masih sama persis pun membuat keduanya kontan merasa terhibur. Ilham yang terbiasa mengetuk-ngetuk jemarinya di meja, serta lagaknya yang terkesan tengil dengan satu lengannya yang menyangga dagu tinggi. Membuat Nathan menyelecuk tiba-tiba.     

"Waktu sekolah menengah dulu kau yang di anggap paling pendiam dengan wajah lugu mu. Apakah kau ingat, saat lawan dari sekolah lain malah berubah berang karena lagak mu yang seperti ini?"     

"Hhaha... Ya... Ya, ku ingat tak cukup sekali, mungkin setidaknya peringkat ke dua setelah Tommy yang memang berniat mencari gara-gara?"     

"Ya, ku pikir itu benar."     

Nathan dan Ilham pun lantas terkekeh, mengulang ingat kejadian waktu dulu dengan kebersamaan yang lebih erat. Jiwa bebas yang memang sangat menggebu untuk mencari perhatian sana-sini, tak ayal membuat geng pertemanan mereka sejak dulu banyak di incar sebagai musuh oleh sekolah lain. Cukup berhasil dengan harapan yang bahkan melebihi ekspektasi, bahkan wajah dari total lima anggota inti itu lebih sering lebam dari pada ketampanan remaja mereka dulu.     

Hanya berlangsung sangat singkat, bibir keduanya pun sontak terkatup dengan pandangan yang teralih. Tak bisa di pungkiri, jika keduanya adalah  bagian dari anggota yang sangat jarang berkomunikasi satu sama lain. Di katakan tak banyak bicara, membuat kecanggungan mereka semakin terasa.     

Untung saja di saat seperti itu, seorang pelayan pria menyajikan minuman yang di pesan. Bukan Leo, Nathan yang tak sempat untuk menyapa pun sampai celingukan ke sekitaran.     

"Kau sedang mencari sesuatu?" tanya Ilham setelah melihat gelagat Nathan yang kebingungan. Menyesap minuman miliknya, dengan alis yang terangkat saat kawannya itu terlihat di sibukkan dengan pikirannya.     

Nathan pun kemudian menggeleng, memberikan senyum tipis dengan melihat jarum jam di lengannya. Sudah hampir siang, Lisa pasti akan mengomelinya habis-habisan jika ia tak segera pulang.     

Meneguk minuman miliknya, tandas hanya dalam satu kali tegukan, sampai-sampai Ilham yang melihatnya di buat makin penasaran.     

"Apa kau sedang terburu-buru?"     

"Cukup menyesal ku katakan, ya. Tapi kau tenang saja, lain waktu aku akan mampir kemari. Atau bisa sekalian ku usulkan pada kawan-kawan kita yang lain untuk berkumpul bersama di sini, dari pada di tempat bising tengah malam?" tawar Nathan dengan menarik kerlingan semacam pertukaran bisnis.     

Namun Ilham malah menanggapi candaan, kepalanya menggeleng dengan bibirnya yang terus menarik kedua sudutnya.     

"Oh... Dengan menyesal ku katakan jika pertukaran itu tak sebanding,"     

Ilham menjeda ucapannya, tubuhnya di majukan hanya untuk melanjutkan kata-kata yang terkesan rahasia. Pandangannya sampai melirik sekitar, memancing Nathan untuk otomatis mendekat. Lengan terbuka pun menutup gerak bibir seolah di sekitar mereka penuh dengan mata-mata.     

.... Tempat ini sangat membosankan, tak ada bagian bebas yang membuat kita bisa mengekspresikan diri. Di sini semua hanya diam saja dengan menjaga sikap sebaik mungkin, tak seperti pemandangan yang bisa kita temukan yaitu wanita seksi dengan gaun terbuka,"     

.... Tak ingin pelanggan setia ku mendengar, karena seorang pengusaha mana yang mengatakan kejujuran yang merugikan usahanya sendiri karena bocoran keseruan dari klub malam?"     

Lagi-lagi Nathan di buat terkekeh, ucapan panjang lebar Ilham membuatnya otomatis menyetujui.     

"Dengan tampilan mu yang terlihat lugu ini, siapa sangka jika incaran mu wanita-wanita semacam itu? Ku harap kau tak mengikuti jejak perjalanan Tommy untuk menjadi bajingan sejati dengan niatan mematahkan hati salah satu dari mereka," timpal Nathan dengan menarik candaan yang di sasarkan untuk satu kawan lainnya yang bermasalah. Ia jelas menertawai leluconnya sendiri, namun agaknya gagal mendapat respon dari Ilham.     

Keduanya pun kembali dilanda kecanggungan, Nathan yang jelas merasa janggal dengan raut Ilham yang seketika nampak terbeban.     

Yang di katakan tak bisa di katakan untuk menyinggung pria itu, kan? Ilham adalah kawannya yang tak pernah sekali pun terlibat skandal kasus buruk mengenai wanita, dari dulu sampai sekarang. Lantas, apa yang salah?     

Mempertanyakan lebih lanjut rasanya sangat tak sopan meski hubungan dekat sudah terjalin lama. Terlebih dengan ngiangan panjang lebar Lisa yang kembali menjadi pengingat.     

Pamit undur diri, setelah sebelumnya tak lupa untuk memesan kue red velvet yang di idamkan oleh kawan wanitanya itu.     

Ilham yang mulanya nampak pendiam, sontak tertarik rasa penasaran saat rasa manis yang bukan menjadi identik dari Nathan di cari tiba-tiba.     

"Kau sedang berkencan dengan seorang wanita?"     

"Apa?" balas Nathan balik mempertanyakan. Kotak kue yang di pesan sudah berhasil di dapat.     

Saat hendak menanyakan harga dari jumlah pesanannya, Ilham malah memberikan kode pada karyawannya untuk mengabaikan.     

Nathan yang merasa tak enak, lantas menarik beberapa lembar uang tanpa perhitungan di dompetnya, lantas meletakkannya langsung di atas etalase.     

"Aku masih terhitung pelanggan baru mu, Ham," ucap Nathan sebagai alasan tak ingin berbalas budi.     

Dengan memboyong kotak kue yang di hias cantik dengan pita, langkah Nathan pun siap menghindar sampai sebuah lengan berhasil menghadangnya.     

"Predikat kawan ku lebih utama. Ayolah... Izinkan aku membelanjakan calon pewaris perusahaan ternama ini. Sebagai pertukaran untuk saling menguntungkan, bagaimana jika kau berfoto dengan ku dan mengunggahnya di media sosial? Semacam promosi, tambahkan keterangan lokasi ini?"     

Nathan tak bisa lagi menyela, Ilham yang memberikan tawaran membuatnya tak bisa lagi mengelak cara lain. Keduanya lantas berpelukan, dengan selipan uang milik Nathan yang di kembalikan.     

Bahkan pria itu sudah sangat serius saat balasan canda Ilham di utarakan. Namun sudah terlanjur membidik kedekatan keduanya dengan senyum terulas lebar. Otomatis tersimpan di galeri, tak lagi pikir panjang untuk mengunggah potret keduanya di media sosial.     

"Oh ya, ucapkan salam ku sekalian pada calon kekasih mu," pesan Ilham bersamaan saat pria itu membukakan pintu untuk mengantarkannya.     

Nathan yang masih ada dalam rangkulan Ilham pun menolehkan pandang, satu alisnya terangkat lantas membalas, "Maksudnya?"     

"Oh ayolah, Nath... Aku adalah kawan mu, kau bukan orang yang suka dengan makanan manis semacam kue. Jadi, demi seorang wanita, kan?"     

"Tidak, ini memang untuk seorang wanita, tapi hubungan kami hanya sebatas kawan dekat saja. Dia sedang hamil, dan menikmati kue adalah semacam pelariannya untuk berfoya-foya dengan pemanfaatan kata mengidam," jelas Nathan yang menarik lepas gurat wajahnya, bayangan saat melihat raut bahagia Lisa membuat suasana hatinya otomatis melonjak.     

Ilham yang praktis bisa melihat ekspresi kawannya itu, membuatnya kembali iseng menyeletuk, "Perhatian sekali dengannya, kau bukan seorang pria yang menyusup di bawah selimut wanita itu dan menjadi penyumbang hasil janinnya, kan?"     

Nathan yang di sangka macam-macam pun lantas terkekeh, menganggap candaan Ilham kali ini berhasil mengocok perutnya. Kepalanya menggeleng, lantas satu lengannya yang bebas menyeka air mata yang sampai keluar dari pelupuk matanya.     

"Kenapa kau menertawai ku? Apakah menyangka mu telah berhubungan dengan seorang wanita adalah suatu hal yang mustahil? Atau mungkin malah perkiraan ku sejak awal yang merupakan kebenarannya?"     

Balasan Ilham berhasil membuat Nathan bungkam, lagi-lagi dengan kernyitan di dahinya yang semakin dalam. Kenapa perbincangan dengan satu kawannya itu seperti membawanya naik turun roller coster?     

"Kau berpikir apa tentang ku?" tanya Nathan saat lagi-lagi Ilham berhasil menarik pembicaraan dengan kalimatnya yang terputus-putus, seolah memang berniat memberikan teka-teki.     

Keduanya pun lantas berhadapan, dengan netra yang sama-sama menyipit saat cahaya matahari mulai menyilaukan.     

"Kau yang dekat secara emosional dengan Max?"     

Sudah, mengangkut nama seseorang yang membuat suasana hatinya menjadi buruk. Wajahnya yang memerah rona seketika berubah dengan artian yang berbanding seratus delapan puluh derajat.     

Memberikan penolakan dengan tegas, lantas menarik intens Ilham dengan upayanya sesantai mungkin.     

"Itu jelas tak benar, mungkin kau tertipu dengan caranya memberikan ku perhatian?" Nathan memberikan alasan dengan suaranya yang terbata. Keringat dingin tiba-tiba saja membanjiri sekujurnya, terlebih saat Ilham yang masih terlihat penasaran dan melontarkan kata terputus,     

"Benarkah? Tapi, Tommy bilang..."     

Ya, dalangnya adalah pria yang sempat di sebutkan oleh Ilham. Entah seperti apa lagi cara satu kawannya itu mengepulkan asap sampai membumbung tebal tanpa sempat terendus terlebih dahulu olehnya itu. Dan yang pasti, Nathan tak menyukai cara Tommy dalam merangkai kata terlalu berlebihan menyangkut dirinya dan Max hingga sampai membuat Ilham mempercayainya begitu saja.     

Sebelum semua merambah ke gosip yang makin jauh, di rasa lebih baik untuk Nathan mengundurkan diri dengan janji yang di sanggupi. Ya, setidaknya ada hal baik yang di dapatkan selain karena pertemuannya dengan sang kawan. Ilham meminta perkenalan pada Lisa suatu hari nanti, itu yang di harapkan Nathan sejak awal, kan? Memperkenalkan calon ibu itu pada sosok yang di anggapnya pantas. Rasanya memang jalan pertemuan ini membuat Nathan turut sedikit menarik napas lega, untuk Lisa dan Ilham, suatu hari nanti.     

"Kau membelikan ku kue ini?"     

Pertanyaan tak penting Lisa membuat Nathan yang baru datang dengan raut sumringah seketika saja tak bersemangat. Alih-alih mendapatkan balasan terimakasih bertubi, wanita itu malah seperti menodongnya dengan raut wajah memberenggut.     

"Aku orang yang menepati janji, yang kau sukai adalah red velvet yang ada di cafe tempat Leo kerja, kan? Dan bagian terbaiknya lagi, pemilik dari tempat itu adalah kawan baik ku, akan sangat mudah untuk ku memperkenalkan mu padanya nanti. Dan ku harap kau bisa melupakan bajingan yang telah menyakiti hati mu itu, Lis."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.