Hold Me Tight ( boyslove)

Memandang masa depan?



Memandang masa depan?

0Setelah kejadian dimana Cherlin menarik kedekatan mesra kepadanya, wanita itu agaknya tak sedikit pun menyimpan kecanggungan. Masih sedia menemaninya makan siang dan bahkan pembicaraan yang mulai mengarah semakin meluas dan terkesan santai.     
0

Sedikit banyaknya, Nathan ikut terbawa alur yang di tarik oleh wanita itu. Tak lagi bertatap kaku, wajah keduanya pun sudah mulai berekspresi dengan lebih leluasa.     

Pengenalan secara menyeluruh menjadi topik bahasan yang tepat untuk siang itu.     

Mengaku jujur jika Cherlin adalah seorang wanita tipe dominan, lebih suka bertindak terlebih dahulu untuk menarik target yang menjadi incarannya. Tampan dan sedikit terkesan misterius, dua hal itu yang di temukan Cherlin pada diri Nathan. Dan seperti yang makin terlihat jelas semakin harinya, wanita itu memang cenderung menjadi penguasa dalam hubungan.     

Ya, dan hal baik yang turut di rasakan oleh Nathan adalah pikirannya yang perlahan mulai teralih dari perilaku brengsek Max kepadanya. Untung saja dengan hubungan saudara kandung antara Cherlin dengan pria berparas oriental itu tak sedikit pun bisa di katakan mirip dalam rupa. Ya, setidaknya tak membuka celah yang lebih luas untuk Nathan bisa berhalusinasi terlalu jauh.     

"Jadi, kau belum pernah berhubungan dengan seorang wanita, kak? Ah, maksud ku dalam hal percintaan hati, bukan sentuhan tubuh yang sudah hampir kita lakukan waktu itu." Tanya Cherlin yang bergantian menggali pertanyaan.     

Pandangannya masih menatap intens pada Nathan, sedikit membuat pria itu grogi terlebih saat Cherlin menarik senyum yang begitu manis dengan satu lengannya yang menyangga dagu. Surai pendeknya yang terjatuh ke satu sisi, mengesankan pose yang seperti di buat sensual dengan permukaan bibir bagian bawahnya yang terus di basahi.     

Menelan sisa makanan yang di kunyah sedikit kurang halus, membuatnya hampir tersedak saat Cherlin yang lagi-lagi bertingkah.     

"Berantakan, seperti anak kecil saja."     

Cherlin terkekeh, namun Nathan sudah membatu di tempat duduknya saat ini. Belum habis tentang efek kalimat yang di lontarkan oleh wanita itu, kali ini perhatian turut di tunjukkan kepadanya. Jemari lembut milik Cherlin beraksi, mengusap permukaan bibir kenyal milik Nathan, dalih memberi bantuan rasanya sedikit berlebihan. Memberi tekanan dan efek pijatan yang di rasakan, desakan untuk sedikit membuka kedua belah bibirnya, di sangka demikian saat pandangan sensual turut melengkapi.     

Cupp     

Hingga sampai pada dugaan lanjutannya, berhasil merealitakan prasangka. Cherlin merapatkan tubuhnya seketika, hingga dalam hitungan detik saja, sesuatu yang menempel membuat keduanya semakin intim.     

Lagi-lagi, Cherlin mencium Nathan tanpa izin. Tepat di permukaan bibir lembabnya, mengirimkan geleyar sengatan di sekujur tubuh. Bulu kuduk milik pria itu sontak meremang, bumi yang menarik gravitasi seakan sudah mengecualikan dirinya.     

Waktu seketika berhenti, terasa sangat kedap dengan sunyi yang seketika mengambil alih.     

Sama sekali tak memberikan pergerakan, tak menolak atau pun bermaksud menerima. Nathan benar-benar masih tak bisa menguasai kondisi sewaktu berdekatan dengan Cherlin, seakan masih tak bisa mengatasi identik wanita itu meski semenit lalu di bahas.     

Berselang sangat lama, hingga pria yang masih memangku kotak bekal berkarakter panda itu bisa melarikan bola matanya untuk meneliti raut wajah yang menempel sangat dekat padanya itu.     

Bulu mata Cherlin bergerak, seakan menyadari jika Nathan telah menantikan balas pandang terhadapnya. Netra kelam yang begitu jernih itu pun berhasil di selami, terlalu dalam hingga kesalahpahaman yang malah di tangkap.     

Lengan Cherlin yang ada di pangkuannya pun terangkat, mengalung di leher milik Nathan. Sekali lagi, bukan menjadi hal yang terlalu mustahil jika wanita itu yang di hadapi.     

Sesuatu yang basah dan lembut memberikan sentuhan lebih terasa pada permukaan bibir milik Nathan. Mengecap manis yang di anggap dominan, memberikan paksaan dengan dalih meminta izin terlebih dahulu.     

Lidah meliuk aktif milik wanita itu menggaris belah bibir milik Nathan. Telapak tangan lembut dan dinginnya pun menakup rahang, seolah membenarkan posisi wajah pria itu supaya bersentuhan dengannya bisa lebih dalam.     

Menelengkan kepala, masing-masing berhadapan dengan arah yang berbeda. Makin di rasa merapat, ciuman intens pun di dilakukan keduanya lagi.     

Cherlin yang mengobrak-abrik isi dalam mulut pria itu, menderet susunan gigi rapi yang kemudian menarik belitan pada Nathan untuk bertarung.     

Layaknya terbawa suasana, kelopak mata milik kedua kompak terpejam. Sudah membiarkan sisa bekalnya yang terabai, tanpa sadar bahkan telapak tangan milik Nathan memberi balas sentuhan.     

"Ahhh... Kak Nathan..." desah Cherlin, hampir bersamaan dengan sambutan ciuman dalam mereka lagi. Sudah benar-benar menggila, saat di rasakan sasaran lanjutan wanita itu adalah sesuatu yang ada di antara kedua kaki milik Nathan.     

Brakk     

Bunyi barang terjatuh, sontak memutus alasan keduanya untuk kembali bersentuhan. Menarik intens pada suara lain yang menjadi perkara, membuat Cherlin yang setengah berdiri berbalas pandang pada Nathan.     

Raut wajah keduanya menampil datar, hingga tak lama setelahnya malah gurat senyum di bibir keduanya kompak terulas. Lengan Cherlin yang terlalu jahil menggerayah ke bagian paha milik Nathan, sudah bisa di terka maksud dari pergerakan terhenti wanita itu. Usaha untuk menggantikan dirinya di pangkuan sang pria adalah niatan yang jelas.     

Namun malah berantakan, membalik posisi kotak bekal dengan butir nasinya yang tumpah mengotori lantai dan sebagian celana kain yang membalut kaki milik Nathan.     

Hanya baru kali ini Cherlin malu setengah mati, menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan kedua telapak tangan yang menutup wajah memerahnya.     

Kontan saja Nathan ikut terkekeh, hal memalukan setelah terjadinya sentuhan yang begitu intim membuat gelak tawa tak bisa di hindari.     

"Bagaimana ini, kau mengotori ruangan milik ku, Lin."     

"Ishhh... Kak Nathan... Jangan menatap ku terlalu dalam seperti itu... Sungguh, niat ku malah ingin menggoda diri mu dengan mengatakan penyerahan atas diri ku yang menjadi pengendali. Alih-alih mendapatkan kesan liar seperti yang sudah ku katakan pada mu, identik ku malah seperti lebur dengan kecerobohan yang ku lakukan."     

Lagi-lagi Nathan di buat terbahak, aksi Cherlin yang memberenggut dengan lirikan mata di sela jemari lentiknya. Mendapatkan gelagat alami yang di tunjukkan oleh wanita itu saat ini.     

Rupanya Cherlin masih sama dengan wanita lainnya, menampakkan dirinya yang tengah malu dengan raut yang terlihat begitu menggemaskan?     

Tak berlangsung lama untuk mendapatkan balasan, seketika saja Cherlin melemparkan tubuh dalam dekapan hangat Nathan.     

Pria yang mulai nyaman dengan keadaan pun lantas memberikan usapan di surai lembut milik wanita itu. Bukan untuk memberikan izin yang lebih lama, meminta pelepasan saat Nathan merasa keadaan tubuh kotornya yang membuat risih.     

Namun agaknya Cherlin tak mau mengerti, makin menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Nathan.     

Saat permintaan Nathan untuk memanggil office boy guna membantu membersihkan lantai, tak di rasa sebuah solusi saat Cherlin malah meminta bantuan pada ajudannya yang sedia menunggu di depan pintu.     

Ya, tak perlu menunggu berapa lama untuk pintu terbuka dan memperlihatkan sosok ketiga di ruangan itu. Cherlin yang menjerit tak sopan untuk memanggil, menjadikan keadaan semakin tak baik untuk hubungan pertemanan antara Nathan dan Riki.     

Pandangan kedua pria itu bertemu, namun pernahkah Nathan berkata jika tak lagi ada raut perkenalan baik di wajah datar itu? Selayaknya menjadi asing dengan kasta yang di bedakan sepihak, Riki memang berhak membenci dirinya yang labil ini. Merebut tempat yang di idamkan oleh pria itu?     

"Ku rasa aku sudah mulai nyaman dengan keadaan ku saat ini. Bersama lebih intens dengan nona dari keluarga Nandara. Ku pikir akan mudah untuk menjalin hubungan yang lebih serius nantinya."     

Ucap Nathan setelah menimbang banyak hal dalam kehidupannya. Menjadi seorang pria yang menutup habis jati dirinya, akan lebih baik jika berlakon dengan mencoba peran baru, kan?     

Jika dengan menampilkan dirinya yang lebih banyak menimbulkan kontroversi, akan lebih mudah untuknya mendapatkan perhatian dari banyak orang dengan dirinya yang baru, kan?     

Setidaknya patah harapannya pada pria bajingan semacam Max membuat Nathan menjadi semakin terbuka. Seperti yang pernah di katakan oleh nyonya besar dari keluarga Nandara, kisah percintaan sesama jenis sepertinya memang tak bisa terlalu jauh dari sekedar main-main?     

Waktu sudah berganti, mengganti suasana cerah dengan perlahan langit menggelap. Kabut hitam pekat memaksa manusia untuk mengusahakan penerangan buatan, menyalakan lampu sebagai solusi.     

Momen kedekatannya dengan Cherlin sudah berakhir untuk waktu yang sudah tergolong perhitungan lama. Mengganti lokasi yang seharusnya menjadi tempat mengistirahatkan tubuh.     

Membaringkan penatnya di sebuah ranjang yang cukup besar. Keringatnya yang telah hilang, berganti wewangian saat kumpulan busa sabun di gosokkan ke sekujurnya.     

Seorang wanita yang menjadi teman berbaginya pun lantas tak ragu untuk membaringkan kepala di perpotongan lengan milik pria itu. Dalam posisi miring, menyusupkan hidung untuk mengendus aroma tubuh milik Nathan.     

Sudah di katakan sebelumnya jika Nathan merasa geli, namun agaknya satu alasan yang menjadi andalan, tak bisa di ganggu gugat. Mengidam untuk dekat tubuh dengan paman Nathan?     

Lisa yang kemudian diam, hanya mendengarkan dengan teliti ucapan yang di lontarkan oleh kawan prianya itu. Kepalanya sampai sedikit di angkat, mengerutkan dahi dengan kedua alisnya yang berkerut dalam.     

Namun tak lama setelah mendapatkan balasan intens dari Nathan, wanita itu malah berdecih dengan pandangan yang kemudian menghindar.     

"Apakah kau meragukan ucapan ku? Perasaan yang ku garis bawahi tentang kedekatan ku dengan Cherlin?" tambah Nathan yang kemudian ikut bangkit. Menyandarkan tubuh di kepala ranjang, menolehkan pandang pada Lisa yang bersendekap seolah tengah menghakiminya.     

"Jika saja perasaan semudah yang kau katakan, cepat berlalu dan menyimpulkan baik-baik saja setelah teralih pada sosok lain yang di anggap mampu menjadi penawar,"     

.... Sayangnya aku begitu mengenal diri mu, Nath... Kau memiliki kesamaan dengan diri ku, begitu lemah terhadap sosok yang terlanjur merajai hati mu?"     

Nathan menggelengkan kepala, bibirnya menarik kedua sudut, namun agaknya kedua netra miliknya jauh lebih jujur.     

Berganti menghindar, kepala pria itu lantas tertunduk dengan pilinan jemarinya yang di jadikan objek sasaran.     

"Mungkin memang yang kau katakan benar, tapi ku rasa anggapan ku juga sudah semakin besar. Aku sudah memutuskan hidup ku, bersama dengan Cherlin mungkin adalah akhir yang tepat. Aku ingin menatap masa depan lebih jelas, dan ku harap kau juga bisa memandang terang hidup mu juga, Lis."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.