Hold Me Tight ( boyslove)

Dunia yang sempit, meski tak bisa sedikit pun di terka (2)



Dunia yang sempit, meski tak bisa sedikit pun di terka (2)

0Rian yang sudah menggelinjang, saat di satu waktu yang sama di mana kalimat tanya itu terlontar. Ilham membalas godaan yang sama, lubang berkedut milik pria mungil itu di sasar dengan dua jemari langsung yang menyusup masuk, terlebih dengan tambahan satu lengan sang dominan yang menjapit kasar puting miliknya.     
0

Sudah tak bisa untuk berkonsentrasi, pria mungil itu sudah jatuh terkapar di ceruk leher milik Ilham, memberikan kecup dan gigitan di sela desahnya yang lebih mendominasi. Mengekspresikan penundukan serupa, terlebih dengan cara jemari Ilham yang keluar masuk pada miliknya dengan brutal.     

Sudah sangat basah, miliknya otomatis mencengkram milik Ilham yang menjadi perkara. Rian yang sudah sangat tak sabar untuk pertunjukan intinya, tanpa malu meminta lebih dan melontarkan kalimat yang sangat sensual dengan pendengaran tepat milik Ilham.     

"Eunghh... Aii... Milik ku sangat tak mempan jika hanya dengan perbuatan jemari mu saja... Aku butuh yang lebih besar untuk memenuhinya... Ahhh... Tunjukkan keahlian dari kejantanan besar mu yang berurat ini..." bisik Rian sambil terbata-bata. Memberikan cap sentuhan yang sama, lidahnya menjilat permukaan telinga milik Ilham.     

Di saat kebungkaman Ilham di artikan sebagai persetujuan, Rian lekas menempatkan diri sebagai pemimpin yang memandu. Tubuhnya di angkat menegak dengan lututnya sebagai sanggahan. Memutus permainan jemari milik Ilham, menyisakan lubang menganga yang lekas tertutup.     

Tak lagi ingin menunggu kekosongan yang di rasakan, dengan cepat Rian memposisikan kejantanan milik Ilham untuk bersatu dengan miliknya. Menancapkan lekas dan memasukkan semakin dalam, dalam satu waktu.     

"Ahhh... Aii... Ini yang ku rindukan... Rasa sakit yang menggoda untuk terus di dapatkan lebih," rancau pria mungil itu dengan menggerakkan tubuhnya secara aktif. Memposisikan titik ransang yang tepat dengan usahanya sendiri.     

Sedangkan Ilham yang lagi-lagi hanya menjadi pengamat, membiarkan pria mungil itu mengejar kepuasan yang di inginkan. Mengamati dengan lekat mimik wajah Rian, sedikit menarik godaan saat pria mungil itu nampak sudah sangat kepayahan.     

Keringat dingin mulai mengucur, mata sayu milik Rian sudah menandakan penyerahan. Masih tak sedikit pun bisa menarik titik dasar kepuasan, jatuh di dekapan hangat milik Ilham adalah solusi terbaik.     

"Kenapa, sudah menyerah?"     

"Eungh... Aii... Ku mohon, ambil alih kendalinya, aku sudah lelah..."     

"Asal kau bercerita tentang alasan mu."     

"Ahhh... "     

Mendapatkan penyerahan secara langsung, Ilham pun sontak mengambil alih dengan mengganti posisi seperti semula. Mengungkung tubuh kecil milik Rian, memasukkan lebih dalam miliknya yang masih terhubung.     

Menariknya sampai hampir titik pelepasan, bermaksud mengatur tempo cepat dengan kembali menyusup masuk dengan hantaman kasar. Secara bertubi-tubi, tak sekalipun mengambil langkah henti.     

Rian sudah tak bisa lagi mendeskripsikan perasaannya, hanya bisa menjadi penikmat dengan mimik wajahnya yang tak bisa membohongi, gurat sumringah tak kunjung mampu untuk di tutupi.     

Mengisi ruang dengan desah bersahutan keduanya. Bunyi benturan tubuh telanjang mereka makin menyelam erotis.     

Saat titik sampai sudah mulai henti, cairan milik pria mungil itu bahkan sudah mulai bergerak naik. Dengan seenaknya, Ilham malah menghentikan permainan, tak sampai mendapatkan protes sang dominan malah berbuat ulah dengan menutup saluran.     

Pandangannya secara otomatis mempertanyakan, terlebih dengan seringai yang di ulas oleh Ilham. Lekas membuat dahi berkerutnya hilang, lontaran kata yang menjadi alasan pun terdengar.     

"Ku harap masih sempat di ucapkan pada sela desahan mu. Namun agaknya konsentrasi mu sedikit terganggu, kau melupakan perjanjiannya, Ri..."     

"Ahhh-ahhh... Aii..." balas Rian yang malah tak sesuai dengan pembicaraan. Ilham yang lagi-lagi menjadi sumber permasalahan, gerakan keluar masuk kejantanannya di lanjut dengan tempo yang sangat pelan.     

Pria mungil itu yang lekas tanpa malu menghantamkan balas pada tubuhnya. Sebisa mungkin, bahkan pinggulnya sampai di goyangkan. Namun usahanya itu malah tak berbuah seperti yang di harapkan, Ilham yang masih tanpa belas menutup saluran miliknya.     

Hantaman keras pun lantas menyerang kepala, membuat lengannya terangkat untuk memijat pelipisnya yang berdenyut. Matanya sampai terpejam, sekujur tubuhnya seketika saja menjadi sangat lemas.     

"Aii... Ku mohon lanjutkan lah... Aku sungguh sangat kepayahan..."     

"Asal tak ingkar untuk memberi alasan."     

Karena belas kasihan, Ilham pun memenuhi permintaan, bahkan dengan sangat berlebih.     

Menarik posisi baringan, sang dominan menunjukkan ketangguhannya dengan percintaan liar dalam kondisi berdiri, Rian ada di gendongannya.     

Lengan Rian pun sontak merangkul pada leher milik Ilham, ketakutan jatuh saat Ilham bergerak semakin brutal.     

Ingatan tentang peringatan pun lantas terngiang, jelas tak ingin mengambil resiko dengan pemutusan gairah tiba-tiba seperti tadi.     

Menatap tetap pada netra teduh milik Ilham, Rian yang makin melilitkan tubuhnya pada sang dominan pun lantas menjatuhkan dekat dengan dahi keduanya yang menempel. Makin membaurkan aroma semerbak dari keringat keduanya yang membasahi tubuh.     

"Ahhh... Aii... Di posisi ku ini memang sangat enak, merasakan sekaligus titik rangsang yang dapat di sentuh dalam dan di goda. Eungghh.... Tapi aku sungguh tak menyangka jika ketertarikannya pada tempat ku mampu membuatnya berpaling,"     

.... Apa kau percaya, Aii... Ahhhh... Kekasih ku itu tiba-tiba saja tergoda dengan orang lain. Eungghh... Hal yang paling menyakitkan adalah saat seorang pria berparas oriental dengan netranya yang unik itu datang pada ku untuk memberi peringatan, menjadi perwakilan atas hubungan ku yang di putus secara sepihak. Aku sangat sakit hati saat Nathan tak kunjung sudi untuk menemui ku secara langsung. Ahhh-ahhh... Aii..."     

Gerakan pemuas Ilham pun lantas terhenti, merasakan lelehan air mata yang mengenai wajahnya. Serentak di dapatkan dengan pemenuhan muatan yang menyembur, memenuhi lubang berkedut milik Rian.     

Mengkhiri satu ronde dengan penutup yang romantis, berciuman dengan sangat dalam dengan jemari lentik milik Rian yang menyusup ke sela rambut sang dominan.     

Namun rupanya tak sejalan sama dengan penghayatan yang di lakukan oleh Rian, pria berparas lugu itu malah sedikit terusik dengan keterangan yang di jabarkan oleh Rian. Nathan dan juga pria yang di katakan berparas oriental, kenapa dua ciri identik itu seperti sangat persis dengan kawan terdekatnya? Apakah ia yang salah duga, atau memang dunia memang sesempit itu?     

Sedangkan di sisi pengharapan lain, seorang wanita yang masih menunggu datangnya hal baik untuk sedikit meredakan kehidupan sulitnya. Cukup di rasa sulit saat tampilan cerianya yang masih di usahakan, menjadi semacam bumerang yang makin menghancurkan hatinya.     

Hari sudah makin melarut, namun tak jua membuat wanita itu bangkit dari atas sofa dan segera membaringkan tubuh lelahnya. Memandang gelap malam dengan sasaran jauhnya, membayang tentang seorang yang di cintai penuh dengan ketulusan hati.     

Tanpa sadar air matanya meleleh, telapak tangannya tak berhenti untuk meraba sang anak yang sempat berniat untuk di musnahkan. Ya, menjadi kelegaan untuk akhir pertahannya. Jika waktu itu Nathan tak datang dan menjadi sosok yang suka rela untuk menemani, apa jadinya ia sekarang? Bumi saja tak sudi menerima percobaan mengakhiri hidupnya dengan membawa sosok penerus yang tak tahu apa pun.     

"Kau belum tidur? Ini sudah sangat larut, Lis..."     

Sebuah peringatan membuat atensi Lisa teralih, lekas menarik senyum pada Nathan yang mengucek mata dengan mulut menguap lebar. Jalannya bahkan sampai sempoyongan, membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama hingga akhirnya pria itu menghempas tubuh di samping Lisa.     

"Apa yang kau pikirkan sampai membuat mu menangis?" desak Nathan yang berusaha menutupi kekhawatirannya. Tubuhnya menyandar pada punggung sofa, hingga tak lama setelahnya wanita itu menyusupkan kepala pada dekapan pria itu.     

Menghela napas panjang, jauh mengkhawatirkan saat berhadapan dengan titik rendah yang di tunjukkan oleh Lisa. Terlebih dengan isakannya yang terdengar lirih, Nathan hanya sanggup memberikan penenangan dengan usapan lembut pada surai wanita itu.     

"Sudah, besok aku tak ingin melihat mu lagi jika kau tampil mengerikan dengan kelopak mata yang membengkak."     

"Hhaha... Sudah terlanjur, Nath... Air matanya tak mau berhenti. Tapi kau harus tetap berhadap dengan ku walau seseram apa pun, jika masih menginginkan jatah makanan lezat yang ku hidangkan dengan sepenuh hati."     

Kedua pun lantas terdiam, Nathan masih tak ingin lancang dengan menarik obrolan yang bisa saja mengulang ingat Lisa pada luka lamanya. Cukup kehadirannya untuk datang dan menemani, rasanya sudah sangat berperan penting.     

"Dia gay," ucapan lirih dan juga singkat Lisa membuat Nathan memastikan pendengarannya.     

"Apa?"     

"Orang yang memiliki gelang serupa dengan kawan mu ini, memilih untuk mengabaikan ku tanpa pertimbangan sedikit pun. Aku tahu wajah pria manis yang sangat di pujanya, membuat ku tahu diri untuk tak memperjuangkannya lagi."     

Nathan pun terenyuh, terlebih saat Lisa yang sudah melepaskan diri dari dekapannya itu menundukkan pandang. Sasaran tempat pada perutnya yang menyimpan sumber kebahagian, di sisi lain lengannya yang malah mempermainkan gelang milik Ilham yang tertinggal.     

"Dia yang mengabaikan pemberitahuan ku hanya untuk kekhawatiran ringannya dengan kekasih yang di paling sekejap. Menurut mu, mengharapkan orang semacam itu tak ada gunanya, kan?" tambah Lisa dengan air matanya yang masih turut untuk mengekspresikan kesedihannya.     

Nathan pun menghadap penuh pada wanita itu, menyamai duduk bersila dan menakup rahang kecil milik wanita itu. Mengusap basahan pada wajah Lisa.     

"Aku tak tahu jika kenyataannya sepelik itu. Tak ada satu kalimat singkat pun untuk menanggapi."     

"Aku hanya ingin cerita, lagi pula aku sudah mendapatkan jawaban itu sedari awal. Bukan pada diri ku yang salah, bukan pula pada perjanjian yang awalnya saling menguntungkan. Cinta memang tak bisa di ganggu gugat, kan? Dan sedikit pun aku tak bisa menjadi semacam pilihan."     

Kali ini Nathan malah mengernyitkan dahi, ungkapan lanjutan dari Lisa yang lebih jauh, makin membuatnya tak habis pikir.     

"Perjanjian?"     

"Seperti ketidak berdayaan orang miskin seperti ku, rela menukar kesucian ku untuk biaya berobat ibu. Hiks... Tapi segala niat tulus yang ku lakukan malah menyerang balas dengan tak terduga, Ibu ku pergi dan menyisakan benih tertinggal pria itu di rahim ku,"     

.... Rasanya sangat sakit, Nath. Bahkan masih meninggalkan bekas sampai sekarang."     

"Baiklah... Aku mengerti diri mu, tapi karena sudah ada aku di sini sebagai pengganti untuk menjaga mu, kau harus mematuhi seluruh titah ku, Lis... Perlahan-lahan, lupakan pria brengsek itu, aku siap membantu mu untuk mencari pengganti, kawan-kawan ku semuanya masih lajang."     

"Tapi tak mungkin ada yang bersedia dengan wanita hamil seperti ku, Nath..."     

"Jangan ragukan kawan-kawan ku yang terkesan urakan, mereka sangat baik, lebih dari yang kau kira. Terlebih dengan pemilik gelang yang kau sukai itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.