Hold Me Tight ( boyslove)

Merelakan arus membawa dirinya



Merelakan arus membawa dirinya

0Nathan berkesempatan untuk memulai hidup barunya yang jauh lebih tertata. Berangkat pagi, pulang sore, dan hanya mengisi kekosongan di dalam dirinya dengan canda tawa bersama dengan Lisa. Tak lagi di pikirkan tentang rasa rindu yang terkadang hadir untuk seseorang, jauh lebih dari itu, usahanya untuk menghapus bagian memori yang tak penting di dalam hidupnya malah semakin menggebu.     
0

Fokusnya semakin mengarah pada apa yang ada di hadapannya saat itu, benar-benar masih berusaha untuk melakukan yang terbaik di setiap hal yang dikerjakannya.     

Layaknya manusia yang semakin kaku dan tanpa keinginan dari dalam hati, mungkin begitulah gambaran kasar Nathan saat ini.     

Sangat jarang berkumpul dengan kawan-kawannya, karena kesibukan proyek yang dikerjakannya dan juga mengurusi tamu yang selalu datang tepat saat jam makan siang. Siapa lagi kalau bukan seorang wanita yang di janjikannya peluang untuk melakukan pendekatan?     

Pintu terketuk di menit-menit akhir, tak lantas menunggu izin masuk saat sebuah kepala tiba-tiba saja menyembul ke dalam.     

"Sudahkan aku memuji mu makin mempesona saat dahi mu berkerut?"     

Pertanyaan itu lantas terlontar dari seorang wanita yang berjalan anggun dengan sepatu tali tingginya. Menjadikan fokus utama kaki jenjangnya yang begitu indah, setelan motif bunga yang sangat manis sekaligus membalut tubuhnya yang terkesan sintal. Senyum terukir di wajahnya yang sangat ayu, rona kemerahan yang menghias kedua pipi tirusnya membuat secara keseluruhan mengagumkan untuk wanita itu.     

Nathan otomatis mengangkat pandangan, bibirnya yang masih komat-kamit dengan raut serius itu pun di tunjuk sebagai alasan lanjutan wanita itu tertawa.     

"Ku pikir tak ada yang akan tertarik dengan seorang pria yang berusaha menyumbang raut wajah yang semakin menua karena itu?" jawan Nathan dengan lengan tertakup sebagai sanggahan dagu, alis terangkat satu dengan tarikan satu sudut bibirnya pun melengkapi balasan.     

"Oh, ayolah... Dengan setelan mahal dan juga kursi jabatan yang kau duduki, walau nanti perut mu membuncit pun aku akan tetap bertekuk lutut."     

Nathan terkekeh pelan sembari menggelengkan kepala atas usaha wanita itu untuk menggodanya. Sudah menjadi perkiraan jika di lihat dari hari-hari sebelumnya, ia tak akan pernah bisa memenangkan balas pembicaraan semacam itu.     

Bangkit dari kursi putarnya, mematikan pc milik setelah semuanya di pastikan tersimpan. Mengetukkan sepatu mengkilapnya yang kemudian menempati sisi samping wanita itu.     

Sudah semacam menjadi pergerakan yang terstruktur rapi, saat wanita itu merangkul lengannya dan mendaratkan kecupan di pipi. Senyum yang terlalu lebar lantas di tujukan, mendesak balas Nathan untuk menarik seulas senyum tipis.     

"Kau masih saja kaku atau jangan-jangan... Aku yang terlalu agresif?" tanya wanita itu dengan raut wajah terkejut saat mengutarakan perkiraannya sendiri. Mata bulat hitamnya bahkan sampai melebar, telapak tangan terbukanya pun menutup mulutnya yang menganga.     

Kembali, sang pria di buat terkikik dengan reaksi menggemaskan wanita itu. Kesan kaku yang di rasakan sejak awal pun kembali di buat cair dengan pembawaan Cherlin yang santai. Balasan jawab pun lantas meluncur, "Mungkin aku yang terlalu kaku, tak tahu juga cara memperlakukan seorang wanita seperti mu."     

Wanita itu malah nampak diam mematung, Nathan yang mencubit pelan puncak hidungnya menjadi sentuhan awal yang mengantarkannya pada tanda kemajuan pendekatan mereka. Pandangannya terus mengikuti pergerakan sang pria, sampai keserakahan mendesak Cherlin untuk mencoba lebih.     

Cupp     

Cherlin mencium Nathan tetap di permukaan bibir. Mengalihkan seluruh perhatian serentak saat sebuah lengan mencengkram kerah di batas lehernya. Membatalkan niatan sang pria untuk membuka kantung bekal yang di peruntukkan olehnya.     

Harusnya di detik itu juga, Nathan melepaskan sentuhan yang menariknya terlalu intim, tapi kenapa malah ego yang seolah memberontak untuk kembali memegang kendali? Sungguh, ia tak ingin cara kejam yang tiba-tiba saja terpikirkan. Max yang membuatnya terluka dengan tak menganggapnya sebagai sebuah pilihan, apakah kesan mempermainkan sang adik menjadi sebuah balasan yang setimpal?     

Terlalu lama tenggelam dalam pikiran, Nathan yang nampak menerima menjadi semacam pacuan untuk wanita itu.     

Membuka mulut, Cherlin bahkan dengan berani bahkan menyapukan lidahnya di permukaan bibir terkatup milik Nathan. Memberi penekanan pada bagian berdenyut, wanita yang menyasar berulang pada bilah garis itu permukaan basah itu pun berhasil membujuk.     

Nathan hanya diam, menjadikan dirinya seperti yang di katakan sejak awal. Penerimaannya pada hubungan yang di jalin dengan wanita itu menjadi semacam alasan sederhana.     

Membiarkan campur tangan orang lain yang menariknya pada warna dunia, menjalani hidup sesuai dengan arus yang bersedia membawanya.     

Cherlin yang di izinkan memegang kendali, mengobrak-abrik isi dalam mulut Nathan yang menyerah penuh dengan suka rela. Menderet baris gigi, yang kemudian menarik belit lidah miliknya untuk menari bersama.     

Saling bertukar saliva, menelan secara keseluruhan dan menenggak rakus cairannya. Wanita itu terlihat sangat mendalami, kedua matanya yang terpejam serentak menyelam lebih jauh dengan telapak tangan halusnya yang meraba paha milik Nathan, semakin dalam. Mengirim geleyar rasa menggelitik ke sekujur tubuh pria itu, tak lebih jauh dari jarak sebatas jengkal, titik pangkal miliknya yang menjadi sasaran seakan di persilahkan sejak awal.     

"Nath... Ayo kita makan bersa- ma."     

Sebelum sempat semakin jauh, sebuah suara yang terlontar amat keras mampu memutus momen romantis yang dengan susah payah di usahakan oleh wanita itu.     

Otomatis loncat dari jarak menempel, kecanggungan pun lantas di rasakan oleh ketiganya. Nathan dan Cherlin yang sibuk menyeka bibir basah mereka masing-masing, begitu juga dengan seorang pria yang hanya bisa mematung di ambang pintu dengan mulut yang megap-megap.     

Nathan pun mengalihkan pandang pada seorang pria yang meringis bersalah dengan kepalanya yang terus saja di garuk. Matanya melirik tajam, terlebih dengan respon Cherlin yang menjadi kelabakan dan jelas merasa tak nyaman.     

"Bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu, Tom? Bagaimana jika sesuatu yang tak pantas di saksikan malah menyambut mu?"     

Peringatan Nathan yang malah membuat Tommy semakin menyipitkan mata dengan dahi yang berkerut dalam. Lain halnya dengan Cherlin yang malah makin menundukkan kepala dengan rona malunya.     

"Kalau begitu, aku harus pergi dari sini, begitu?"     

"Eh, tak usah. Kau di sini saja, temani Nathan makan karena aku harus secepatnya kembali ke kampus," sela Cherlin yang membalas ucapan Tommy. Membenarkan tali dari tas kecilnya, wanita itu lantas bangkit dari tempatnya setelah melambaikan tangan kepada Nathan.     

Mengetukkan sepatu mahalnya, yang kemudian menganggukkan kepala sebagai sapaan santun pada Tommy.     

Sebelum sempat meninggalkan ruangan, pesan yang di tinggalkan oleh wanita itu membuat Tommy yang makin menuntut penjelasan. "Jangan lupa nanti malam, jemput aku tepat waktu ya, Nath..."     

Nathan hanya memberikan balasan anggukan singkat, masih menjadi perhatian intens oleh sang kawan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.