Hold Me Tight ( boyslove)

Pesta ulang tahun membawa teka-teki untuk Lisa



Pesta ulang tahun membawa teka-teki untuk Lisa

0"Hei, kenapa kalian terlalu terburu-buru supaya aku meniup lilinnya? Sungguh, tanggal lahir ku berganti tengah malam nanti."     
0

"Dari pada terlambat untuk meniup lilin? Max mengizinkan kami untuk merayakannya di sini, dan kami harus mengikuti aturannya, kan?"     

Nathan pun mengangguk mengerti meski kebaikan Max rasanya terlalu tanggung. Tapi tak di rasa terlalu bermasalah untuknya, dengan hanya berkumpul dengan kawan-kawannya pun sudah sangat begitu di syukuri.     

Mendudukkan diri dengan napas yang kompak menderu, sedikit terlalu berlebih sangat upaya mereka yang saling serang membutuhkan area yang sangat luas. Rasanya di setiap sudut terdapat noda bekas krim manis yang saling di lempar itu. Tak hilang pandang dengan noda lain yang mengenai sofa yang mereka duduki saat ini.     

Nathan mengedarkan pandang pada sekeliling, jelas Max yang nampak jelas pecinta bersih dan kerapian itu di pastikan mengomel habis-habisan jika sosoknya ada di sini. Wajah orientalnya akan mengetat dengan alis yang menukik tajam. Netra mengagumkannya yang akan melebarkan pupil, hidung bangirnya yang akan kembang kempis dengan asap ilusi yang keluar dari lubangnya. Tubuh atletisnya yang berkacak pinggang dan akan mengomel panjang lebar dengan sesekali jemarinya yang menunjuk Nathan dan kawan-kawannya yang berbuat salah.     

Nathan hanya membayangkan itu semua, namun agaknya terlalu menyelam jauh saat sudut bibirnya mengulas senyum akibat bayang kemarahan Max.     

Hanya singkat, setelahnya ia malah nampak menyesali bayangannya yang membentuk sempurna sosok pria menyebalkan itu. Sedikit di samakan dengan kata merindu. Sungguh, Nathan sama sekali tak merindukan sosok pria pemilik yang sejak lusa tak menampakkan batang hidungnya itu. Nathan sedikit pun tak peduli, walau rasa penasaran akibat Max yang pergi tanpa pamit.     

Bagian yang paling menyebalkan dari dirinya yang suka menerka dengan berlebihan. Kali ini malah tentang prasangka hasrat yang di hadang olehnya. Apa Max pergi untuk mencari pelampiasan? Bersama dengan pria yang nampak sepertinya, atau bahkan memilih kembali pada Lea yang merupakan tunangannya?     

Ya, bisa saja seperti itu, kan? Kemungkinan yang terjadi malah mendekati pembenaran jika di hadapkan hasrat yang selalu saja mengelola milik pria berparas oriental itu.     

Bukankah kabar yang malah sangat baik untuknya? Max yang menyalahi aturan, dan artinya Nathan bisa terbebas dengan hubungan konyol yang menjeratnya.     

Namun kenapa Nathan malah mencengkram buku tangannya dengan sangat erat? Rahangnya yang tiba-tiba saja mengetat, seiring dengan sekujur tubuhnya yang seketika saja memanas. Ada apa dengannya, kenapa juga harus dengan rasa perih yang terasa menusuk di dada? Kenapa juga tiba-tiba saja Nathan membenci anggapannya sendiri? Perkara Max yang masih dalam anggapan bersama dengan yang lain, kenapa juga Nathan harus merasakan hal yang sangat di rasa berlebihan?     

"Jangan hanya terdiam dan melamun, kami cukup tahu jika kau sangat emosional dengan kedatangan kami yang mendadak ini."     

Nathan yang di rasa akhir-akhir ini banyak melamun pun lantas tersadar karena Aki yang menepuk bahunya. Membalas senyum tipis yang kemudian di arahkan secara keseluruhan oleh kawan-kawannya.     

"Ya, kehadiran kalian di tahun awal ku kembali dari luar negeri membuat ku sejenak mengumpulkan memori lama. Jika kalian tahu, tahun-tahun yang ku lalui di sana tak pernah bisa menandingi masa-masa kita bersama. Di sana aku tak menemukan sosok yang sangat solid seperti kalian, di sana aku sangat kesepian. Praktis saja hari ini aku terlalu kesenangan."     

Tommy, Galang, dan Aki pun sontak mengangguk, lantas memberikan senyum lebar sebagai balasan.     

"Hei, bagaimana kalau kalian semua lekas membersihkan wajah yang kotor oleh krim kue itu? Ganti sikap kekanak-kanakan sesaat lalu dengan hal yang jauh lebih dewasa dan membahagiakan?"     

Semua pandangan pun tersita oleh Ilham yang sudah menyusup ke arah dapur. Wajahnya yang nampak basah dengan titik-titik air yang jatuh meluruh satu per satu. Lengannya mengangkat sebuah botol membuat yang lainnya sontak bersorak.     

"Lekas manfaatkan waktu sebelum tengah malam tiba, karena Nathan akan berubah menjadi upik abu dan membersihkan seluruh kekacauan yang kita buat."     

Tingg     

Tommy berseru dan langsung mengangkat gelas untuk bersulang. Duduk berselonjor yang jauh lebih nyaman, menyingkirkan meja yang menjadi penghalang untuk menempati karpet bludru yang sangat lembut.     

Seperti biasa, Nathan yang mudah teralih pun dengan cepat berganti suasana hati. Rasanya sangat membahagiakan hingga rongga dadanya seketika saja lapang, angin segar masuk ke dalam tubuhnya.     

Melupakan tentang Max yang mengganggu pikirannya atau bahkan malah Lisa yang mungkin saja terganggu akibat suara bising.     

Masih dengan sorakan yang saling bersahutan, menyambut suara gelang yang di dentingkan serentak. Tak bosannya untuk memanaskan tubuh dengan tegukan bertubi-tubi.     

Kesadaran yang mulai di ambil alih, membuat mereka serentak menertawakan hal yang sama sekali tak berguna. Saling balas melempar kacang yang menjadi camilan pendamping, membuat tempat yang mereka kerumuni jauh lebih berantakan.     

"Hei, sudah pukul dua belas kurang lima menit, kita harus segera meninggalkan tempat ini sesuai perjanjian," ucap Galang yang menyentak kesadaran kawan-kawannya yang sudah hendak tenggelam dalam mimpi itu.     

"Ah ya, ucapan selamat ulang tahun yang paling mendekati saat ini," balas Ilham yang kemudian menepuk-nepuk pelan wajah Nathan yang berbaring di sisinya.     

Kompak melenguh protes, namun meski pun begitu mereka tetap bangkit dari pembaringan. Tommy yang bahkan masih ambil kesempatan untuk mengosongkan botol terakhir walau tubuhnya sudah sangat sempoyongan.     

Nathan yang malah sudah hilang kesadaran pun lantas berkesempatan menggapai gerbang mimpi terlebih dahulu. Di bantu angkat tubuhnya oleh Tommy untuk di baringkan pada sofa.     

"Hei, Nath. Jelas saja ini karena kau yang merupakan tuan pewaris tahta, terimakasih karena sudah membawa ku kembali pada perusahaan mu. Kau memang kawan ku yang sangat pengertian," ucap Tommy yang sayup-sayup terdengar oleh Nathan.     

Yang lain pun beberes masing-masing barang bawaan mereka, mengenakan atasan mereka kembali setelah hawa panas terlalu membakar diri. Melenggang pergi, meninggalkan Nathan dengan kerusuhan yang tersisa.     

Dari posisi yang jelas saja tak terlalu nyaman walau sofa yang di tempati cukup lebih besar dan empuk. Hawa dingin yang perlahan mulai menusuk tulang, membuat Nathan meringkuk dengan posisi wajah yang di susupkan pada punggung kursi.     

Seolah tak ada tenaga untuk bangkit berdiri dan masuk ke dalam ruangan yang harusnya membuat kondisinya jauh lebih nyaman. Nyatanya hingga pagi menjelang, ia masih ada di sana. Max yang rupanya kembali tak pulang, membuat sedikit perasaan kecewa yang tiba-tiba saja menyusup.     

Dari cara kawan-kawannya datang dan menyampaikan pesan Max, harusnya pria berparas oriental itu tidak sedang sangat sibuk walau kemungkinan besarnya memberikan pemberitahuan lewat pesan. Tapi tetap saja yang menjadi topik pentingnya adalah, Max sama sekali tak mempedulikan hari bahagianya.     

Ya, bolehkan Nathan mengaku jika harapan tentang batas waktu untuk tengah malam akan di tempati oleh Max dan dirinya secara pribadi? Hanya mengira tentang kejutan romantis yang sedikit terbesit. Namun agaknya ia tak begitu di pandang istimewa walau telah menempati sisi ranjang di sisi pria itu setiap malam. Ya, rupanya Max hanya menipunya dengan kata bualan cinta, kan? Hanya untuk sekedar menikmati tubuhnya saja?     

"Ishhh..."     

Netra terpejam itu pun perlahan terbuka, bersamaan dengan ringisan pelan akibat sekujur tubuhnya yang terasa sangat lemah dengan otot-ototnya yang menjadi kaku.     

Lengannya terangkat, lantas memijat pelipisnya yang berdenyut menyakitkan. Mulutnya terasa begitu pahit, terlebih dengan lambungnya yang terasa di aduk-aduk.     

"Huek!"     

"Astaga! Dari negara api mana yang menyerang?"     

Nathan yang sangat mual, lantas tak perlu repot-repot untuk menjelaskan pada Lisa. Tubuhnya bangkit dari pembaringan, seketika melesat cepat sebelum muatan cairan di mulutnya jauh lebih mengotori tempat yang sudah seperti kapal pecah itu.     

"Huekkk!"     

Nathan memuntahkan sisa makanan yang belum tercernanya ke arah wastafel. Memaksakan sesuatu yang menyumbat di batas kerongkongan.     

"Ishhh... Sudah ku tebak jika suara gaduh semalam karena kau sedang mengadakan pesta miras. Di lihat dari kondisi mu saat ini, ku rasa kau hanya ingin belagak jantan dan mengorbankan efek yang tertinggal saat setelahnya."     

Lisa memang masih terus mengomel, walau tak sedikit pun mengurangi perhatian dan rasa khwatirnya pada Nathan, terus bantu memijat tengkuk kawan prianya itu.     

"Bagaimana, apakah sudah lebih baik?"     

"Tubuh ku rasanya sangat remuk, hingga agaknya aku yang berdiri dalam posisi menyandar ini bisa saja tumbang."     

"Lalu kau pikir, siapa yang akan membersihkan kekacauan ini semua?"     

Lisa pun menggeram jengkel, meski lagi-lagi gerakan refleks tangannya yang mengusap surai lembut pria yang menumpu kepala pada bahunya itu. Nathan membalas manja, menjadi semacam identiknya saat sedang tak enak badan seperti sekarang. Ya, sekaligus untuk membujuk batuan.     

"Baiklah, aku akan membantu mu untuk beberes. Kau mau istirahat sebentar atau lanjut sekarang saja?" tawar Lisa yang lekas mendapatkan balasan senyum teramat lebar dari wajah Nathan yang terangkat.     

"Ku rasa sekarang saja, ku rasa aku sedikit merasa lebih baik untuk saat ini," balas Nathan dengan lagaknya yang membuat gerakan pemanasan, lengkap dengan kepalanya yang di telengkan. Lisa pun sedikit mendengus karena merasa di bohongi dengan balasan khawatir berlebihannya.     

Melirikkan mata untuk Nathan yang mengulas senyum lebar di wajah pucatnya.     

"Maksud ku biar nanti aku langsung bebersih badan dan lanjut istirahat sesuka ku," jelas Nathan yang tak ingin Lisa menggagalkan bantuannya.     

Anggukan wanita itu pun membuat Nathan refleks bersorak, sebelum lanjutan dari ucapan Lisa membuatnya bungkam. "Ya, sebelum pemilik rumah datang dan membuat pertimbangan untuk tetap memberikan tempat singgah pada kita berdua yang sangat pemalas."     

Menahan keadaan tubuhnya yang masih merasa sempoyongan, Nathan pun membersihkan bagaian per bagian sudut yang terkena noda. Wajahnya memberenggut mendadak tak suka dengan ucapan Lisa yang ada benarnya. Ya, kenapa pula Max harus mempertahankannya dan Lisa untuk tetap tinggal? Tak lagi ada keuntungan yang di dapat dari pria yang saat ini menghilang tanpa kabar. Karena Nathan yang jual mahal, kan? Ah, selalu saja pada prasangka buruk.     

"Hei, Nath. Lihatlah apa yang ku temukan!"     

Teriak Lisa membuat Nathan menoleh singkat, meninggalkan fokusnya pada botol beling yang harus di kumpulkan.     

"Gelang."     

"Iya...Maksud ku gelang ini mirip sekali dengan punya seseorang. Terlebih dengan suara familiar yang sayup-sayup ku dengar tadi malam. Lagi-lagi sangat mirip dengan ayah anak ku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.