Hold Me Tight ( boyslove)

Masa lalu yang menghambat



Masa lalu yang menghambat

0"Cepat makan, aku akan pergi setelah ini."     
0

"Kalau begitu aku tak akan pernah memakannya supaya kau tidak pergi."     

"Jangan jadi menyebalkan dengan keras kepala mu itu, bisa saja aku akan lebih membenci mu."     

"Kau yang sekarang membenci ku, tak akan jadi masalah jika perhatian masih kau tunjukkan, kan? Lagi pula kau tak akan bisa memungkiri jika aku memang sepenting itu di hidup mu."     

Pria jangkun itu pun terdiam, tubuhnya di biarkan begitu saja bergerak untuk mendekat pada sosok wanita yang nampak sangat rapuh di ranjang pembaringannya.     

Menahan ego diri, lantas membiarkan wanita itu menangis sejadi-jadinya. Tak sedikit pun meninggalkan bekas memori yang terlanjur melekat, lengan sang pria pun mengusap lembut surai lembab milik wanita itu.     

Tak sanggup beranjak untuk pergi meninggalkan, kesedihan yang sangat di alami oleh sang wanita yang merupakan satu-satunya kawan dekat. Bahkan harus mengorbankan rasa rindu yang menyelimut terhadap sosok lain yang amat di cintainya.     

Sudah berjalan hampir satu minggu, tak sedikit pun Max memiliki kesempatan untuk keluar dari lingkup yang amat membutuhkan kehadirannya. Bahkan sekali pun untuk pergi ke kantor, wanita itu terus saja mematahkan niatannya dengan menarik belas.     

Max tak sekali pun bisa menarik emosi marah yang berlebihan pada Lea, hanya beradu argumen alot yang terlebih membuatnya harus mati kutu. Wanita yang di kenalnya sejak lama itu merupakan sebagian dari hidupnya. Tak akan di pungkiri jika Max sangat menyayangi Lea. Bentuk perlindungan pun secara otomatis di lakukan, sejak awal sekali pun.     

Terlebih dengan kejadian yang membuat wanita itu merasa trauma, tak ingin mendapatkan perawatan karena kehadiran Max yang di rasa lebih penting. Orang-orang yang menjadi sebab kehancuran, perlahan mulai menampakkan batang hidung dan menarik gangguan.     

Sudahkan Max bercerita tentang kisah pilu wanita itu? Sudahkah dirinya menyampaikan alasan atas dirinya yang begitu erat menjalin kedekatan dengan Lea yang menyebalkan?     

Bukan hanya perkara yang menyangkut kekuasaannya untuk bisa memilih pemutusan hubungan di satu pihak, nyatanya Max tak bisa begitu saja membiarkan Lea kembali hancur seperti beberapa tahun lalu. Tak cukup tega pula untuk meninggalkan bagian dari pemilik kisahnya.     

Hal tak terduga terjadi, beberapa orang yang sebelumnya di pastikan membusuk di dalam penjara malah dengan cepatnya bisa menghirup udara bebas. Tak bisa di perkirakan, karena memang pengaruh Max yang tak bisa di anggap main-main. Kasus pemerkosaan yang harusnya menjadi pasal kategori terberat untuk para bajingan itu. Bukankah aneh jika hanya mendekam dalam jeruji besi dalam waktu yang terbilang sangat singkat?     

Masih terus di selidiki tentang siapa yang menjadi dalang di balik layar, orang-orang kepercayaannya sudah di kerahkan secara keseluruhan untuk itu. Yang menjadi fokus utama Max adalah bantuan morilnya terhadap sang kawan. Ya, masih menyisipkan kerinduan yang kian membumbung tinggi untuk pemilik hatinya.     

"Aku akan menyuapi mu."     

"Tidak mau makan, untuk sekedar menelan bubur itu rasanya tenggorokan ku sakit. Entahlah, mungkin karena bayangan masa lalu saat mereka memaksa ku?"     

.... Jika kau tahu keadaan ku waktu itu, terbujur lemah dan sama sekali tak terbalut satu helai kain pun. Rasanya begitu dingin, hingga usaha ku untuk sekedar meringkuk pun tak bisa, mereka mengikat lengan dan bahkan kaki ku untuk terbuka. Suara tawa jahat mereka terus saja terngiang sampai saat ini, padahal aku sudah menetapkan lagu kesukaan ku untuk ku hafal di setiap senggang seperti kata mu. Tapi kenyataan buruknya tak pernah bisa enyah,"     

..... Menjadikan ku layaknya target buruan, berebut untuk menyerang ku habis-habisan. Sekujur tubuh ku rasanya amat sangat sakit, tak bisa sedikit pun mempertahankan diri. Waktu itu aku sangat lemah Max, jangan bayangkan tentang ekspresi wajah ku yang sangat ketakutan, karena itu sangat jelek sekali, heran saja kenapa bisa mereka malah makin bernafsu."     

Pria berparas oriental itu pun hanya bisa menghela napas panjang, Lea yang menarik lepas kedua sudut bibirnya itu jauh lebih menyedihkan untuk saat ini. Air mata yang sudah membasahi rautnya yang lemah, tak ada bagian baiknya untuk sekedar menjadi saksi tentang bagaimana wanita itu menertawai hidupnya sendiri yang telah hancur.     

Max masih pada bantuannya untuk mengumpulkan puing-puing kepribadian Lea yang luluh lantak, sebisa mungkin menumbuhkan karakter wanita itu yang sangat ceria dan pemberani, seperti dulu.     

Menjauhkan diri, Max pun mengusap wajah basah milik Lea yang kemudian menakup rahang kecil wanita itu. Menarik intens pandang, sorot yang menyelam jauh pun berusaha untuk menyampaikan pesan keseriusan, Max akan selalu ada di sisi Lea kapan pun itu.     

"Jangan membuat kehadiran ku di sini sia-sia hanya karena untuk melihat mu menunjukkan ekspresi wajah jelek. Kalau-kalau kau tau, aku mengesampingkan keindahan lain hanya untuk menemui mu."     

"Ya, kalau begitu sikap manja ku pada mu sangat tepat, karena tak akan ku biarkan kau meraih kebahagian terlalu cepat, terlebih di saat aku berada dalam titik terendah. Jangan kira aku tak tau jika kau sedang menjalin kedekatan dengan tuan muda itu."     

"Hhaah.... Hal seperti ini yang membuat ku ragu untuk terus berada di sisi mu. Tak tahu kau menempatkan diri sebagai apa di hidup ku. Tapi yang ku yakin adalah kau wanita yang sangat posesif."     

"Ya, aku memang seperti itu, Max. Bersikap menyebalkan, karena aku hanya punya diri mu di dunia ini."     

Selalu berakhir sama sejak dulu, perdebatan mereka hanya akan berujung mengantung tanpa adanya jalan penyelesaian.     

Lea yang memposisikan diri seakan mengekang setiap pergerakan Max dengan cara yang masih sama sejak dulu, kisah kebersamaan lampau yang terus di sangkut pautkan.     

Entah bagaimana Max bisa menyebut kawan saat di satu waktu Lea yang masih terkungkung memori kelam malah turut menariknya untuk menyelam. Ia sudah berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan bantuan, namun seakan Lea yang tak pernah mengusahakan hal yang sama.     

Terlebih dengan kejadian saat ini yang akhirnya menyeruak makin jelas tabiat waniat itu yang sebenarnya. Sebagai kawan Max jelas tak bisa memungkiri belas pada Lea yang tengah di kabung kesedihan. Tapi di sisi lain ia juga merasa semakin muak. Bukan perkara ego untuk mencari kebahagian sendiri, hanya saja Lea yang semakin tak bisa di ajak kerja sama untuk saling berkembang.     

Bukankah hidup harus memandang masa depan? Masa lalu memang tak bisa di lupakan atau malah hapus jejak secara keseluruhan. Cukup hanya di kenang baiknya dan yang buruk di jadikan pelajaran.     

Memang sangat sulit untuk di lakukan, namun hal itu memang menjadi suatu tuntutan untuk bisa menata masa depan jauh lebih baik. Sampai saat ini, itulah yang masih di harapkan Max untuk bisa di lakukan sama dengan Lea.     

"Kau harus berjanji pada ku, setelah aku berhasil menangkap para bajingan itu lagi dan menempatkan mereka pada tempat sepantasnya, kau harus mempunyai tekad kuat untuk memperbaiki hidup mu," ucap Max untuk yang kesekian kalinya.     

Malam pun mulai melarut, memeratakan langit menjadi berwarna hitam pekat. Tak ada yang jauh lebih baik dari pada melihat terangnya bulan yang sudah mulai muncul, mendominasi keindahan satu-satunya yang menghias.     

Masih dalam dekap seseorang yang tak di harapkan secara penuh. Untuk waktu yang tak bisa di tentukan, sementara waktu pria berparas oriental itu menempatkan sosok yang amat di cintainya dalam bayang. Tak ingin memberikan kabar apa pun, atau Max yang malah dengan rakus menginginkan hal yang lebih walau sekedar pendengarannya yang menangkap suara milik pria yang di rindukannya itu.     

Sedangkan dari sudut tempat lain, Nathan adalah salah satu orang yang punya waktu lebih untuk menikmati keindahan malam. Mendudukkan diri di sebuah sofa yang ada dalam bagian sudut, pandangannya tak sedikit pun teralih dari pembatas kaca penuh yang menampilkan pemandangan     

luar itu.     

Dua sudut yang membuatnya membuat menarik presepsi tiba-tiba. Dari tatanan kota buatan yang di buat sedemikian mewah, di lengkapi pijaran lampu warna-warni yang menghias. Keramaiannya jelas menarik perbandingan untuk keadaaan langit malam yang terasa begitu sunyi.     

Dalam sisi perbandingan dalam satu waktu. Seakan menggambarkan jelas bagaimana usaha semua orang untuk melepas dari batasan penentu.     

Merancang hal yang sangat berani, membuat langkah keputusan untuk membuat kehidupan jauh lebih indah dari segala sudut. Hanya dari pandangan sekitar. Namun agaknya hal itu tak berlaku sama pada Nathan, ia hanya bisa menjadi sosok penikmat dari orang-orang yang berminat padanya saja. Masih belum bisa keluar dari zona nyaman untuk sanggup memutuskan segala hal yang membentuk kebutuhan dan keinginannya sendiri.     

Nathan hanya diam di tempat, takut dengan segala hal yang menjadi kemungkinan untuk membawanya pada permasalahan yang bertubi. Pengalihan sembunyi sebab untuk sang mama yang tengah menyerukan peringatan sejak awal. Tak lagi habis untuk bantuan perusuh yang akan dihadapkannya pada sosok remaja pria yang sama sekali tak seimbang untuknya.     

Bukan dalam hak milik, bahkan segala kebutuhan dan juga penempatannya akhir-akhir ini bertumpu pada sosok lain. Siapa lagi jika bukan Max?     

Pria yang di akuinya sangat membius pesona itu bahkan sanggup mempengaruhi di kala tak berjarak dekat sekali pun. Tak bohong jika pikiran Nathan terus di isi oleh segala hal yang menyangkut pria jangkun itu.     

Tentang Max yang mungkin saja menertawainya dari jauh dengan sosok lain yang ada dalam dekapannya. Tak menutup kemungkinan jika pria jangkun itu mempermainkannya sejak awal. Memberikan embel-embel pernyataan cinta untuk sedikit membuat membuatnya melambung. Cara kerja yang sama, menarik tali penyangga dan membiarkan Nathan yang terjun bebas setelahnya.     

Sedikit pun, Nathan tak merasa kecewa dengan dengan bualan Max yang menunjukkan kepalsuan, hanya saja ia yang tak menginginkan bagaimana pria jangkun itu memposisikannya dengan begitu rendah.     

Tumpukan uang dengan selembar kertas yang tertulis ketidakhadirannya untuk jangka waktu yang tidak bisa di ketahui. Terlebih dengan hadiah ucapan selamat ulang tahun yang terlewat, di pikirnya Nathan yang seorang jalang ini tak membutuhkan balasan kepuasan lain, apa?     

Sial! Bagian terburuknya adalah saat lubang belakangnya yang terus berkedut seolah sangat merindukan kejantanan gagah yang menumbuknya dengan kepuasan tak terkira. Bahkan dengan rayuan dari jemarinya pun tak cukup bisa untuk untuk memberi bujukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.