Hold Me Tight ( boyslove)

Sekedar kebutuhan



Sekedar kebutuhan

0Ya, agaknya Nathan mulai menikmati peran sebagai seorang pria pemuas nafsu. Dengan kepergian Max yang jelas saja menghentikan sentuhan sensual, membuatnya seperti di serang kegilaan hingga melakukan hal yang sama sekali bukan gayanya, memuaskan diri sendiri.     
0

Sempat malu untuk mengingat peringatannya sendiri, bahkan masih belum lewat setengah masa dari ketentuannya sudah membuat Nathan tak karuan.     

Hanya merindukan sentuhan intim dari sang dominan. Merindukan bagaimana reaksi tubuhnya saat mencapai kepuasan. Rindu jamahan tangan dan juga perlakuan kasar, suara desah bersahutan dengan bunyi benturan keras dari tubuh keduanya. Pakaian yang berserakan di lantai, ranjang mereka yang lantas berantakan karena gerak yang saling berbalas atraktif. Melewati kesempatan menyatu tanpa adanya batas. Bersama-sama menguras muatan, dan memenuhi ruangan dengan aroma gairah.     

Hanya dengan membayangkannya saja, sudah membuat Nathan tenggelam pada momen percintaannya yang panas.     

Menyandar untuk mencari posisi yang nyaman. Kepalanya mendongak dengan netranya yang sontak terpejam. Suara desahan tiba-tiba saja terlontar sangat lirih, menggigit bibir bawahnya erat dengan raut wajah praktis menggoda setelah itu.     

Lengannya yang menjadi pengendali, mengurut pelan bukti gairahnya yang sudah berdenyut di balik celana pendek yang membalutnya.     

Nathan sudah berkali-kali terbujuk untuk hal semacam itu, memberikan penenangan untuk miliknya yang jauh lebih sensitif. Masih terus mengejar kepuasan pribadi, makin menyelam pada dunia khayalnya untuk mendukung suasana.     

Max masih tetap di manfaatkan hadir untuk menjadi ilusi, memberikan bentuk dukungan yang jelas di manfaatkan Nathan dengan begitu baik. Masih erat lengannya meremas, seiring dengan debar jantungnya yang sontak menggila. Keringat dingin mulai muncul bercucuran ke sekujur tubuh. Hawa panas lantas melingkupnya untuk lebih cepat mengejar batas titik penghabisan.     

Nathan yang makin tenggelam dalam kepuasan yang di bentuk, mengabaikan tempat nyatanya berada.     

Ia yang mulai rakus, tak segan untuk membasahi lengannya dengan saliva. Mempermudah kejantanannya yang disusupkan keluar dari dalam sangkar, menyentuhnya secara langsung dengan gerakan naik turun.     

"Ishhhh... Ahhh... Max..." desah Nathan tanpa sadar, masih seraya terus menyenangkan miliknya.     

Bulu-bulu halus di tubuhnya sontak siaga, di ikuti dengan gelayar rasa geli yang makin menjadi. Sejalan dengan cairannya yang terasa makin naik ke puncak hanya tinggal sedikit lagi kepuasan akan digapainya.     

Semakin bersemangat, rautnya bahkan sudah sangat sumringah. Napasnya yang kian memburu benar-benar sudah sampai di titik batas pelepasan.     

"Ahhh... Max..."     

"Astaga! Apa kau gila, Nath?!"     

Yang pasti sebelum suara menggelegar yang menyentaknya. Sontak saja Nathan di serang rasa frustasi parah. Rautnya menampak dingin, menatap penuh belas pada kejantanannya yang terbujur kaku.     

Mengalihkan pandang pada perkara, jelas saja hanya ada satu orang yang menjadi penyebab. Wanita hamil yang menutup wajah dengan jemari yang di buka lebar, menjadi hal biasa saat rasa penasaran membuat matanya terbelalak lebar. Untung saja Nathan segera mengamankan miliknya dari pandangan wanita mesum itu. Lihatlah bagaimana gerak cepatnya untuk mendekat dengan menampil semu memerah di wajahnya yang ceria.     

Tak pernah belagak polos dengan lanjutan dari keterkejutan singkat, bahkan Lisa yang ada di sisi dekatnya itu sudah menarik terlalu lebar kedua sudut bibirnya dengan tubuh yang bergerak-gerak genit. Ya, jangan lupakan juga pandangannya yang tepat menyasar satu titik.     

"Perhatikan pandangan mu yang tak pantas!"     

Nathan yang menempatkan diri sebagai korban, dengan terburu-buru menakup kedua lengannya untuk menutup kejantanannya yang masih berdenyut menyakitkan.     

Ia tak akan pergi dan melanjutkan lagi apa yang di lakukannya beberapa saat lalu. Bukan tentang miliknya yang tak bisa di ajak berkompromi, hanya saja Lisa yang pastinya akan tetap mengejar dekat seperti pengalaman tiga hari berturut-turut. Nathan tak akan mempercayai jika alasan mengidam yang kembali di lontarkan. Calon keponakannya tak mungkin akan jadi se mesum itu, yang di yakini memang Lisa yang sedang bermasalah.     

Masih tetap mendongakkan pandang dengan sorot mata tajam yang di tampilkan. Nathan berharap untuk Lisa bergegas pergi meninggalkan privasi untuknya.     

Namun sampai pada hitungan detik yang kesekian kalinya, wanita itu masih memaku di sisinya dengan senyum lebar penuh godaan untuk Nathan. Dengan cara yang paling menggelikan saat kelopak mata wanita itu berkedip-kedip cepat dengan sesekali kedua alisnya yang di naik turunkan.     

Menghela napas panjang, Nathan pun menyerah untuk berhadapan dengan wanita itu. Bangkit dari tempat ternyamannya, lantas melenggang pergi melewati Lisa dengan bola mata yang berputar untuk membalas.     

"Jangan mengikuti ku!"     

"Aku tidak mengikuti mu, hanya saja kau menjatuhkan sesuatu. Sebuah kotak kecil yang terkesan sangat mewah, bagaimana isi dalamnya, ya?"     

Nathan pun memutar balik tubuhnya pada Lisa yang mempermainkan kotak pemberian Max itu. Langkahnya mendekat, lengannya berusaha untuk menggapai barang kepunyaannya itu.     

Namun agaknya Lisa ingin di berikan tatapan mata tajam. Bagaimana tidak, saat Nathan yang berusaha untuk merebut malah terus di ledek dengan ketangkasannya yang kalah tanding.     

Nathan sudah akan memaki, namun seketika saja ucapannya tertahan di ujung lidah saat Lisa mendahului dengan ekspresi wajah meledek dan lubang hidungnya di jepit.     

"Bagaimana kalau setidaknya kau mencuci bersih tangan mu dulu? Sungguh, aku tak ingin anak ku terkontaminasi oleh kuman yang macam-macam, terlebih membuatnya mendapat pengaruh buruk dari tindakan pamannya," ucap Lisa dengan tak sungkan untuk terkekeh geli.     

Semburat warna merah di wajahnya pun langsung mendominasi, bahkan kedua telinga miliknya mendapat rambahan yang serupa. Tanduk tajam di dua sisi kepalanya pun otomatis muncul, bersamaan dengan asap ilusinya yang keluar dari lubang hidungnya yang mendengus.     

Nathan yang nampak terbiasa dengan jalan kekalahannya, memilih untuk mempercepat langkah kaki dan menutup rapat suara tawa menggelegar dari wanita itu.     

Memilih sekalian mandi setelahnya, tak ada kegiatan sambilan di bawah pancuran. Kejantanannya yang berkali-kali gagal pelepasan, kali ini menunjukkan pemberontakan yang nyata.     

Masih meninggalkan denyut menyakitkan pada bagian pusatnya. Terpaksa di balas abai oleh Nathan. Keluar kamar, ia pun kembali menghampiri posisi Lea berada.     

"Tak melihat diri sendiri, bukankah kau jauh lebih mesum dengan pandangan melotot mu pada milik ku tadi?" ucap Nathan saat tak menyukai tentang bagaimana Lisa menaruh minat berlebih pada kotak kecil miliknya.     

Duduk di sisi jauh wanita itu, Nathan pun dengan baik-baik meminta barangnya kembali dengan kode lengan kanannya yang terulur.     

"Berikan pada ku!" tegas Nathan saat inisiatif Lisa yang tak bisa di andalkan. Terlebih dengan cara yang sama untuk menggoda.     

"Aku hanya meminjam barang kepunyaan mu, aku tahu ini adalah bagian terpenting saat suami mu yang memberikannya."     

"Jangan katakan julukan itu untuk Max, sungguh sangat menggelikan!"     

"Benarkah? Saat aku yang dengan jelas mencuri dengar tentang desah mu yang memanggil namanya. Ahhhh... Max... Eunghh...."     

Nathan pun mulai tak bisa terduduk santai saat Lisa meledeknya bertubi-tubi. Terlebih dengan caranya menirukan desahan dengan mensangkut pautkan pada nama Max?     

Raut wajah Nathan pun berubah kaku, giginya mengerat hingga terdengar bunyi gemelutuk. Menjadi bagian yang tak bisa di kendalikan saat rasa tak nyaman melingkupnya. Masih dengan perkara Lisa yang menyebut nama Max, sedikit tak rela hingga membuatnya sedikit posesif untuk hal sekecil itu. Lagi pula dengan daya khayal Nathan yang sangat tinggi, tak ingin mengambil resiko dengan perkiraan Max yang bersama dengan orang lain di atas ranjang saat ini.     

Nathan yang cemburu? Ah, sama sekali tidak! Hanya saja ia orang yang tak suka berbagi. Jika Max ingin bersamanya cukup seperti itu.     

"Dari reaksi mu saat ini, jangan menyalahkan ku jika aku menuduh mu telah menaruh hati pada pria mu itu, Nath..." sentak Lisa dengan jari telunjuknya yang menoel bagian bawah dari milik Nathan. Diam-diam wanita itu sudah duduk merapat, menyandarkan kepalanya pada bahu milik sang pria. Kotak hitam dengan merek mahal masih terus di permainkan, mengalih setiap sisi hanya untuk mengagumi.     

Nathan yang mendengar anggapan Lisa pun lantas berdecih, sudah di tebak jika wanita itu menyasar peluang sasaran termudah.     

"Hei, sebenarnya bagaimana hubungan mu dengan Max? Kalian yang sudah nampak serasi, terlebih dengan saling berbalas nafsu besar. Jika kau sedikit membuka peluang, aku yakin kau akan mendapatkan hal yang jauh lebih berharga dari pada sekedar kotak kecil ini."     

"Bodoh! Kau pikir aku nampak seperti gigolo?"     

"Loh? Memangnya bukan, ya? Huaa.... Hahha..."     

Nathan yang sudah tak bisa menahan diri untuk tak memberikan pelajaran, sontak dengan cepat menarik kotak kecil itu dan membiarkannya jatuh begitu saja di atas karpet. Menarik Lisa untuk lebih mendengar, menggelitik wanita itu tepat di bagian pinggang.     

Bertubi-tubi, sampai Nathan merasakan balasan dari surainya yang di babat habis. Kedua lantas bertemu tatap, menampilkan wajah memerah karena pergulatan mereka. Lantas saling menarik lepas kedua sudut bibir. Hanya tanpa sadar, Lisa dan Nathann pun kembali pada kedekatan yang rukun.     

"Jadi bagaimana?"     

"Aku bukan gigolo atau bahkan mempunyai niatan untuk membalas perasaan Max."     

"Ishhh... Kejam sekali kau..."     

"Baiklah, aku akan mengaku pada mu supaya kau tak semakin penasaran dengan kehidupan seseorang. Aku tak mencintai Max, hanya saja ia terlaku berbakat dalam memerankan peran dominannya. Aku harus akui, aku tergiur setelah melewati beberapa momen percintaan di ranjang."     

Lisa pun mengangkat pandang, netranya menyipit tajam.     

"Balasan untuk Max yang banyak berkorban?" tekan Lisa sekali lagi.     

"Tak terlalu rugi untuknya, bukankah aku sudah menyerahkan diri ku secara penuh?"     

"Aku juga ingin seperti mu, Nath... Merasakan indahnya dulu bercinta, tanpa harus menjatuhkan perasaan ku yang jelas mustahil untuk terbalaskan."     

Nathan pun mengangkat satu alisnya saat Lisa berucap sangat lirih.     

"Tentang ayah dari bayi yang kau kandung?"     

"Ya, aku tak bohong jika setiap saat merindukannya. Sekali pun dia yang tak pernah bisa mempercayai kehebatannya untuk membuat anak dalam percobaan pertama."     

"Ya, aku memahami mu, tapi bisakah kau tak mengenakan gelang milik kawan ku? Sungguh, mereka jelas orang yang berbeda, kau jangan memunculkan kekecewaan mu karena hal ini. Kawan ku, jelas tak mungkin sebrengsek itu untuk menjadi ayah dari calon keponakan ku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.