Hold Me Tight ( boyslove)

Bimbang saat kesendirian



Bimbang saat kesendirian

0Max masih saja belum kembali, seketika saja memunculkan spekulasi bagi Nathan bawasannya pria jangkun itu sudah merasa bosan terhadapnya. Tak lekas datang menemui, bahkan saat darinya dengan terang-terangan memberikan peluang yang sangat besar untuk keberlangsungan hubungan intim keduanya.     
0

Nathan pergi pagi-pagi sekali, membawa sebuah map yang di tenteng di lengannya. Beberapa kali sempat merasa ragu saat dirinya berusaha melakukan bujukan berlebih.     

Tak bisa lagi untuk menarik niatan, saat barang bawaan beserta nama tujuan sudah di hadapkan pada sang pengantar yang sangat tepat.     

"Maaf tuan, untuk keperluan data dan sekedar memastikan keamanan. Kalau boleh tahu, apa hubungan anda dengan boss besar kami?"     

"Ah, itu... Ehmmm.... Aku.... Aku, salah satu orang terpenting baginya. Nama ku Nathan, kau bisa langsung memberitahunya saat ini."     

"Baiklah tuan Nathan. Namun amat sangat di sayangkan, sudah hampir lebih dalam sepekan tuan Maxime tak ada di tempat. Berkas penting yang anda kirimkan, saya jamin akan ada di tangan boss kami nantinya."     

"Ah ya, terimakasih. Bolehkan aku memastikan sekali lagi, bawasannya berkas penting itu tak boleh ada yang mengutik kecuali Max."     

"Baiklah tuan, akan saya jamin."     

Nathan menghembuskan napas besar setelahnya, menarik terlalu kencang gurat di wajahnya hingga rasa berdenyut di kepalanya semakin menjadi.     

Tubuh penatnya dihempaskan begitu saja di atas pembaringan. Hanya setengah badan, karena bagian kakinya hanya menggantung di sisi ranjang. Memejamkan erat kedua mata, satu lengannya yang terkepal itu pun menghantam bertubi-tubi dahi miliknya, berusaha menghilangkan rasa pening.     

Waktu sudah menjelang malam dengan berkas cahaya matahari yang mulai menyingsing. Sudah lewat dari empat jam semenjak dirinya pergi untuk memasuki sebuah gedung pencakar langit dan berhadapan dengan seorang wanita yang bertugas di balik counter sebagai penyambut.     

Lewat batasan dari waktu yang di perkirakan sejak awal. Nathan yang dengan percaya diri menganggap penting posisinya, agaknya tak cukup kuat jika di hadapkan pada realita.     

Meraba satu lengannya yang bebas, sebuah benda kecil lantas di tangkap sebagai objek. Menaruh pandang intens pada layar kecil yang menampilkan potret dirinya. Tanggal rilis yang baru tadi pagi di ambil. Pose menantang tanpa satu kain pun yang menutupi.     

Nathan benar-benar sampai se frustasi itu untuk mengejar sang dominan yang dengan beraninya mengabaikan lubang sempitnya yang berkedut.     

Menemukan sebuah kamera kecil saat niatan lancang Nathan berusaha mencari ponselnya di segala sudut ruang privasi milik Max itu.     

Ide gila yang datang mendadak, menarik dirinya untuk merendahkan harga diri. Naik ke atas ranjang setelah tak ada satu pun kain yang melekat di tubuhnya.     

Mengarahkan fokus kamera setelah membuat raut wajah yang sangat sensual. Mata yang mengerling genit dengan lidah yang dijulurkan untuk menyapu permukaan bibir lembutnya. Tak segan untuk menunjukkan puting kecilnya yang mencuat akibat jampitan dari jemari. Kedua kakinya mengangkang, menangkap sudut dari bagian atas dengan telapak tangan yang menutup titik rangsang.     

Memancing sang dominan untuk lekas datang berkunjung, nyatanya tak mendapatkan respon kilat yang menunjukkan posisi. Agaknya Max sudah tak menganggapnya terlalu penting untuk bersama mencapai kepuasan, prasangka buruknya mulai menguat.     

"Sial!" umpatan lirih pun terlontar dari bibirnya yang sesaat lalu membungkam.     

Nathan segera bangkit dari pembaringan. Netra miliknya membelalak dengan mulut yang setengah terbuka. Mimik wajahnya yang sesaat lalu masih tampil frustasi, kali ini malah mengerutkan dahi dengan kedua alisnya yang bertaut.     

Saat kesadarannya sedikit di ambil alih untuk beberapa waktu, sontak saja ia langsung tersentak dengan sesuatu yang menyambut pandang untuk pertama kali. Jemarinya yang tak sengaja terus menekan mundur galeri tersimpan, menampilkan hal yang tak pernah di sangka lepas dalam pemikirannya sekalipun.     

"Kau benar-benar pembohong Max. Ya, tapi untungnya aku tak terjebak dalam tipuan mu, kan?"     

Pemiliknya yang jelas menjadi objek awal, lebih jauh dari identiknya saat ulasan senyum lebar menghiasi raut. Max di sana, merangkul dekat seorang wanita dengan situasi latar belakangnya yang sangat indah dan ramai.     

Memastikan lebih dekat tentang mimik wajah Max yang tertangkap, agaknya kebahagian sudah melingkupnya pada saat itu. Tertera detail keterangan waktu yang menunjukkan lampau, dua belas tahun silam. Pantas saja pria berparas oriental itu nampak masih sangat muda, masa peralihan jika di tarik batas usia Max yang sudah sangat matang, dua puluh delapan tahun.     

Tanpa sadar, bibir Nathan pun menarik satu sudut bibir. Menatap penuh berang saat mendetail wajah sang wanita yang berada dalam dekapan hangat milik Max.     

Nathan mengenalnya, seorang wanita yang  jelas masih merasuk dalam perannya yang jauh lebih penting. Masih dalam kedekatan dengan Max, dia adalah sang tunangan. Bisakah Nathan saat ini menyebut diri sebagai korban penipuan? Pria jangkun itu berani menutup kebenaran dengan kata ringkasan hanya untuk membual.     

Ketertarikan yang sampai halnya melibatkan hati yang di ucap dusta dengan bungkusan rapi mengatasnamakan cinta. Dengan perlakuan menggila layaknya benar-benar di tundukkan akan alasan itu. Nyatanya Max tak pernah serius untuk pengikrarannya sendiri, kan? Masih dengan tujuan utama yang tak di ketahui, namun yang menjadi penjelas bawasannya pria itu hanya ingin memanfaatkan kepuasannya saja pada Nathan.     

Harusnya tak menjadi perkara yang harus di pikirkan dalam-dalam. Seperti halnya Max, bahkan Nathan sendiri telah mengambil keuntungan yang serupa. Memang hanya pada batas ketertarikan fisik dalam maksud intim pergumulan, Nathan sendiri telah menjadikan Lisa saksi atas pengakuannya.     

Namun kenapa tiba-tiba saja sekujur tubuhnya mati rasa saat beralih pada potret mereka yang lebih jauh? Melihat kemesraan Max dan Lea yang saling berpandang intens dengan kue ulang tahun berhias lilin angka enam belas. Kenapa juga dengan rasa nyeri yang tiba-tiba saja menyerang bagian dalam dadanya? Lebih mengherankannya lagi saat netranya terasa amat panas hingga menumpuk basahan di pelupuk. Max dan Lea yang dalam kenyataannya sudah begitu lama menjalin kedekatan, kenapa menjadi bagian pahit untuk Nathan?     

Tidak, cemburu bukanlah alasan yang tepat untuk bisa mengartikan situasinya saat ini. Nathan sama sekali tak menaruh hati pada Max, alih-alih dirinya yang di katakan masih membubuhkan perasaan tulus itu untuk Rian. Sampai pada penjelasan semacam itu, namun kenapa juga ada setitik bagian tersembunyi yang tak menerima?     

Menarik napas dengan sangat rakus dan menghembuskannya kasar. Kepalanya menunduk dalam setelah menghempaskan benda mungil yang di genggam sebelumnya. Kedua lengannya menumpu di paha, jemarinya lantas menyusup pada helai rambut dan mencengkramnya erat setelah itu.     

Sesaat Nathan malah di hadapkan pada satu pertanyaan besar yang terpikirkan olehnya. Max dan Rian yang serentak jauh dari pandangnya, rasa rindu manakah yang menyelimut lebih tebal? Pria mungil itu yang membawa hatinya sementara untuk pergi, sedangkan Max yang seakan sudah menjadi tumpuan hidupnya akhir-akhir ini.     

"Brengsek! Persetan dengan semua ini!" teriak Nathan saat sekali pun tak menemui jawab. Ia bimbang dengan posisi. Rian dan Max mengambil masing-masing bagian dari hidupnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.