Hold Me Tight ( boyslove)

Arti sahabat



Arti sahabat

0Hari berganti, dan masih saja meninggalkan bekas kebimbangan yang sama.     
0

Nathan masih sangat meyakini jika jalan terbaik untuk menghilangkan suntuk di pikirannya adalah dengan menyelam pada khayalan dunia lain.     

Sama sekali tak melakukan aktifitas berarti, waktu luangnya bahkan masih tersisa cukup banyak walau selebihnya hanya di manfaatkan untuk bergumul di atas ranjang. Matanya yang jauh lebih lama terpejam malah mempengaruhi dampak yang membuat kepalanya bertambah pening.     

Lisa yang tak habis-habisnya datang hanya untuk berkacak pinggang di ambang pintu. Kepalanya menggeleng, bersamaan dengan decak bibirnya yang seakan menemukan tindakan fatal yang di amati.     

"Ini sudah hampir menjelang malam saat kemarin aku melihat mu sudah tertidur di jam segini. Masih ingin melanjutkan baringan mu saat hari akan berganti lagi? Demi apa pun, Nath... Aku sungguh-sungguh tak pernah menemukan orang semalas diri mu."     

"Biar saja aku pemalas. Toh, kalau aku rajin untuk apa? Tak ada satu pun  usaha yang menuntut ku untuk obsesi hidup layak, Max sudah menjamin secara keseluruhan walau sekali pun pantauannya dari jauh."     

Jawaban santai Nathan, tak pelak membuat wanita itu menghela napas panjang. Melenggangkan langkah untuk mendekati pria yang sudah bersandar malas di kepala ranjangnya. Tumpukan bantal yang menumpu, seolah menggambarkan seberapa parahnya kondisi fisik Nathan yang tak berdaya.     

Mendudukkan diri di samping sang kawan, Lisa pun menarik gurat ramah di wajahnya dengan lengan yang usil mencubit puncak hidung milik Nathan.     

Tak ada kalimat protes selain hanya aduan sakit yang terlontar dari wajah memberenggut milik Nathan. Wanita itu masih mengamati kawannya dengan sangat lekat, tak mendapatkan balasan yang sama jika Nathan malah menarik objek pandang yang lain untuk menghindar. Hari-hari yang masih tak begitu baik menyasar pria yang melingkup kehangatan dengan jalan imitasi tak sebanding.     

Lisa tahu jika Nathan sangat merindukan sang dominannya, melihat pria itu yang mengenakan setelan tidur kebesaran milik Max, atau dari gelagat yang sangat jelas saat Nathan berusaha mengendus bekas aroma tertinggal dari selimut tebal yang di gunakan.     

Hanya saja Lisa masih bisa untuk berpikir logis, hawa kelam yang sudah menyeruak di sekitar, tak mungkin untuk dirinya mengambil lelucon. Nathan terlihat jelas tengah di lingkup kesedihan, membangkitkan serta belas kasih darinya.     

"Jangan memperlakukan ku seolah diri ku ini sangat lemah. Aku jauh lebih suka saat kau menghakimi ku sebagai seorang pria yang pemalas."     

"Hahaha... Baiklah, aku mengerti... Pria pemalas!"     

Melepaskan usikan jemari lembutnya pada wajah lesu milik Nathan. Wanita itu kemudian menertawai keras tanpa sungkan.     

Nathan yang kali ini ikut terbawa ceria, menarik sudut bibirnya tipis dan menuju titik pandang lurus milik wanita di hadapannya itu.     

"Kau belum keluar, sekali pun untuk duduk di meja makan. Masakan lezat yang ku buat, lagi-lagi harus terbuang sia-sia karena kau tak lekas menghampirinya."     

"Tak berselera, kalau lapar pasti aku akan segera makan. Lagipula hidup nyaman ku ini tak mungkin ku sia-siakan. Lalu bagaimana dengan kondisi dari keponakan ku?"     

Nathan memutar topik balasan, Lisa pun jelas memahami suasana hati milik pria itu. Masih bersangkut sama dengan Max yang menarik keterikatan terlebih dahulu.     

Mengulas kembali senyumnya yang menghilang singkat, melihat Nathan yang dengan penuh perhatian mengusap bagian perutnya yang menggembung.     

"Dia semakin besar, bagaimana perkembangannya?"     

"Sehat-sehat saja, karena aku selalu menurut apa yang dokter sarankan."     

"Baguslah, kau menjaga keponakan ku dengan sangat baik."     

"Sayang sekali kau tak pernah mengantarkan ku untuk konsultasi, dokter memperdengarkan detak jantung anak ku kemarin. Rasanya benar-benar membuat ku terharu, sampai-sampai aku tak bisa menahan diri untuk tak menangis."     

"Benarkah? Sayang sekali kalau begitu."     

"Tak masalah, lain kali kau kan bisa menemani ku. Kalau-kalau kau tau, di dalam mobil bersama dengan orang suruhan Max membuat ku sangat kikuk. Lagipula, aku ingin sekali duduk di mobil merah yang kau kemudikan."     

Nathan tak menjawab, hanya merasakan sedikit ketenangan di dalam dirinya saat wanita itu mendekat, menjatuhkan diri ke dalam dada bidang miliknya.     

Masing-masing saling memberikan energi positif untuk kedekatan mereka saat ini. Lisa yang mengetahui jika Nathan sedang dilanda kebimbangan, sedangkan pria itu pun memberi pengertian sensitif yang sama. Lisa yang masih mengenakan gelang lilitan tali berwarna coklat tua, prasangkanya memang terlalu berlebihan jika mereplikasi salah satu kawannya untuk menjadi sasaran. Hanya saja Nathan tak ingin menguntit lebih dalam luka yang menggores dalam di hati wanita itu. Tak berhak merebut apa yang bukan menjadi hak milik Lisa sendiri, Nathan hanya tak ingin membuat kesalahan dan berakhir menabur garam di lukanya yang masih menganga.     

"Bagaimana, kau setuju untuk menemani ku konsultasi selanjutnya, kan?" tanya Lisa yang kemudian mengangkat pandang untuk bertemu tatap. Sedikit memberi jarak, namun jemari milik Nathan yang di permainkan sekalinya menjadi semacam bujukan untuk lekas di turuti. Raut wajah milik Lisa benar-benar tengah menanti pengharapan. Namun Nathan yang tak kunjung memberikan jawaban, membuat wanita itu menarik diri dengan keabaian yang sama, mendengus kesal dengan melempar pandangan jauh.     

"Bukan karena aku mendalami peran sebagai pria pemalas, hanya saja aku takut untuk membawa mu yang sedang hamil besar. Tak ingin terjadi sesuatu yang tak diinginkan dan membuat kalian berdua celaka."     

"Ya, karena kau yang mengemudikan mobil seperti orang yang tengah kesetanan."     

"Kau hanya mengarang."     

"Hei, aku jelas mengenali mobil merah mu, lagipula mana ada ciri khas yang menyamai milik mu, karakter kartun kesukaan?"     

Nathan hanya bisa membalas ucapan wanita itu dengan pembenaran, kepalanya manggut-manggut tak sejalan dengan raut wajahnya yang datar. Sedangkan Lisa yang tersentil momen ingatannya pun langsung menyipitkan mata, menatap kawan prianya penuh dengan kecurigaan.     

"Jangan menatap ku seperti itu. Kau jelas akan mengintrogasi macam-macam hingga menjebol seluruh privasi ku," peringat Nathan dengan sorot pandangnya yang serius. Untuk sesaat, pria itu langsung menghindar malas dengan tujuan berbaringnya yang jauh lebih di rasa baik.     

Namun hal itu tak semudah yang di bayangkan, Lisa jauh lebih tanggap dengan ikut serta merapatkan tubuh di atas pembaringan. Tak bisa memprotes, terlebih saat sebuah lengan memaksanya untuk di jadikan tumpuan.     

"Tak ada rahasia di antara kawan. Ingat, Nath!"     

"Ya, hanya saja aku masih belum memahami pemanfaatan diri mu untuk mengetahui segala hal terkait dengan diri ku."     

"Bukan untuk sekedar mengenal mu lebih dalam, hanya saja fungsi seorang kawan yang menuntut hal itu. Kebahagiaan akan lebih di rasakan saat berbagi. jika kau sedang bersedih, aku akan ada di sisi mu untuk memberikan energi positif, supaya kau tak lebih terpuruk, seperti sekarang,"     

.... Katakan pada ku, apa kau lesu karena tak mendapatkan jatah terlalu lama? Milik mu selalu berkedut untuk minta di masuki, ya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.