Hold Me Tight ( boyslove)

Sangat bebal



Sangat bebal

0"Di kelas sungguh membosankan, bun... Tak ada hal yang bisa membuat ku merasakan kesenangan."     
0

"Benarkah? Lupakan tentang kriteria siswa yang rajin, walau untuk bersama dengan perkumpulan mu atau bahkan gadis incaran yang kau sukai, apakah keduanya tak bisa menjadi alasan untuk mu?"     

"Ya, kawan-kawan ku memang seru, sih... Hanya saja tak lebih menyenangkan dari pada menanti sedikit waktu lebih lama hanya untuk sekedar menyapa seseorang."     

"Hei, apa yang kau katakan, nak... Bunda hampir setiap hari menerima telpon sekolah hanya untuk menerima kabar bahwa kau telah menghilang, sedangkan kau tak merasa bersalah sedikit pun? Sungguh, aku mendengar tawa lirih mu, Jev..."     

Mendengar suara lembut sang bunda, membuat remaja pria itu tak pelak menarik dua sudut bibirnya. Pandangannya masih tertuju pada satu tempat yang menjadi satu-satunya kemungkinan terkecil. Hilang sejenak hanya untuk mereka ulang kejadian yang membuatnya merasa sangat bersemangat. Seseorang yang tak di sangka akan mendapatkan pengorbanannya yang sangat besar, terik matahari dan rasa kecewa sudah menjadi makanannya selama beberapa hari ini.     

Jevin pun lantas terkekeh ulang, menggelengkan kepala dengan satu lengannya yang memijat pangkal hidung, jelas saja ia merasa bodoh, layaknya di budak oleh rasa penasaran yang sangat besar.     

"... Kau dengar suara bunda? Jev!"     

"Ah... Ya, bun?" timpal balas remaja pria itu saat suara wanita paruh baya itu semakin meninggi. Setelahnya, Jevin mendengar jelas jika sang bunda menghela napas panjang.     

"Kembalilah ke sekolah mu, sekarang-"     

"Tidak bisa, bund..." potong Jevin dengan cepat, sekedarnya tak ingin mendengar ultimatum yang tak sekali pun bisa di elaknya. Tubuhnya bahkan sudah menegang, tak bisa duduk santai di atas jok dengan nyaman lagi. Kali ini bukan untuk kegigihannya yang membuatnya terkesan bodoh, lebih dari itu, kegigihannya bisa menjadi semacam senjata makan tuan. Seketika saja kepalanya berdenyut merasakan efek panas menyengat dari matahari, masih tak siap untuk mendengarkan kabar yang membuatnya semakin parah.     

"Atau motor mu, di sita. Akan lebih baik jika diri mu diantar jemput oleh, supir, kan?"     

"Ishhh..."     

Seketika saja Jevin merasa usaha kesenangannya di hancurkan tanpa sisa. Sedikit pun tak bisa marah, bahkan kebiasaannya mengumpat, sebisa mungkin di tahan jika tak ingin mendapatkan hukuman lebih.     

Mematikan ponsel, ekspresi kekesalannya lantas terluapkan dengan menendang udara. Tak mempedulikan tentang bagaimana orang lain memandangnya gila saat ini, bahkan surai berantakannya turut menjadi korban, mencengkramnya dengan sangat erat.     

Saat penyerahannya ada di titik akhir, Jevin pun terpaksa untuk menaiki kendaraannya lagi. Menarik standar, bahkan mesin motornya sudah di nyalakan kembali, sudah begitu siap untuk menyapu jalan dengan roda berdecitnya.     

Namun rupanya hasil jerih payahnya itu mendapatkan balasan yang sedikit lebih terlambat. Hampir saja motornya menyentuh jalan raya besar, jika pandangannya tak lantas mendapatkan suatu objek yang membuat tubuhnya berdesir.     

Seseorang yang di incarnya telah menunjukkan rupa setelah berhari-hari lamanya bersembunyi. Langkahnya yang sangat tenang dengan kepala menunduk seolah menghindar tatap dari keramaian.     

Jevin sungguh tak memahami tentang bagaimana arti terpesona secara berlebihan, yang pasti seluruh pergerakan di sekitarnya seperti melambat sepersekian detik. Seluruhnya seolah hanya menjadi latar belakang, hanya ada tokoh dirinya dan juga sosok penantian yang di harapkan.     

Debar jantungnya seketika saja mengencang, tak ayal hanya dengan penampakan yang sangat indah saat helai rambut pendek itu terjamah angin yang lumayan kencang.     

Hanya untuk pertama kalinya, jangkun remaja itu sampai naik turun saat menanti hadap seseorang. Bahkan netranya yang sangat jeli untuk mendetail keindahan, tak menyadari jika pria dewasa itu sudah semakin dekat padanya.     

"Maaf bun, bukan bermaksud tak menuruti mu, hanya saja kesempatan tak akan datang untuk kedua kalinya. Menanti takdir untuk kesekian tak bisa kunjung ku hadapi dengan sabar. Kali ini aku mencoba merealisasikan ucapan pria paruh baya itu, tak perlu orang lain tahu tentang usaha gila-gilaan yang ku lakukan untuk obsesi gila ini, yang perlu mereka ketahui hanyalah saat aku mampu duduk di singgah sana tertinggi. Hanya itu saja."     

Tak sedikit pun membuang waktu, Jevin lantas memacu kendaraanya mengikuti langkah cepat pria dewasa itu di atas trotoar.     

"Ekhem! Cuacanya begitu panas, sayang saja jika kulit putih mulus mu terpapar polusi," ucap Jevin yang mengawali deheman keras, sontak saja membuat pria dewasa itu tersentak.     

Jevin malah terkekeh, mengikuti henti dengan memandang lekat ekspresi yang sangat menggemaskan dari sosok yang dikaguminya. Pupil mata melebar, mulut yang reflek terbuka dengan telapak tangan yang memegang dada.     

Tak sampai sepersekian detik, mimik wajah pria dewasa itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Tak sekali pun bisa tersentuh, tameng tebal di tunjukkan hingga sampai memberikan peringatan secara langsung.     

Plakkk     

Jevin merasakan sedikit kesakitan saat pria dewasa tanpa belas itu memukul kepalanya dengan sangat keras, tak bisa di pungkiri hingga sampai membuat sanggahan satu kaki pada motornya sedikit tak seimbang.     

Sang pria yang menjadi tersangka pun secara refleks membantu dengan mencengkram erat lengan atas milik Jevin.     

"Hei, kau tak apa?" tanya pria dewasa itu dengan keseriusan khawatirnya. Tubuhnya refleks mendekat, menarik intens pandang pada raut jenaka yang malah di tampilkan.     

"Jangan sekhawatir itu terhadap ku, bagaimana jika aku rakus dan menginginkan diri mu seperti ini, selamanya?"     

"Brengsek!"     

Mendengarnya, sontak saja membuat Nathan menarik jarak yang tak bisa terjangkau dengan mudah. Jevin masih terus menertawai seolah interaksi yang di balaskan olehnya adalah semacam pertunjukan sirkus.     

Pria dewasa itu sungguh sangat menyesal karena sedikit menarik celah baik untuk remaja pria itu masuk. Atau bahkan sampai menarik perkara inti yang membuatnya lepas penjagaan. Lisa yang tiba-tiba saja mengidamkan es krim rasa vanila, tak sekali pun bisa membuatnya menolak karena titah secara langsung itu.     

Ya, lagipula ia juga yang teledor karena tak sempat melihat sekitarnya, ternyata Jevin sudah membuat semakan pangkalan henti untuk usaha mengganggunya.     

"Pergi sana!"     

"Sudah ku bilang, pertemuan selanjutnya aku tak akan pernah melepaskan mu."     

Seketika saja Nathan menghentikan langkah, merasakan gerakan mengikuti yang di lakukan Jevin benar-benar membuatnya sangat jengah.     

Memejamkan mata erat, menarik udara dengan begitu rakus untuk mengisi ruang di dalam dirinya yang seakan kehilangan banyak sembur pembantu, otaknya perlu berpikir dengan jernih atas godaan tak masuk akal yang di tangkap begitu saja oleh pendengarannya.     

Kali ini memicingkan mata dengan lirikan tajam saat merasakan tatapan intens yang menyasarnya keterlaluan.     

"Masih tak bisa memahami tentang permainan konyol yang kau usahakan berlebihan itu. Tak bisa lantas membuat ku percaya diri dengan artian mentah yang kau tunjukkan bahwasanya aku terkesan memikat dengan sangat dahsyat. Tapi demi apa pun, lelucon mu ini sudah terlampau batas, dan aku sangat tak menyukainya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.