Hold Me Tight ( boyslove)

Waspada



Waspada

0Nathan yang terkekeh setelah di satu waktu napasnya mendengus kasar. Membalik posisi hadap dengan menggengam erat kantung belanjaan miliknya yang mendesak gigih untuk di jadikan senjata. Namun jelas tak lekas di eksekusi karena dapat lebih menghancurkan posisi lemahnya yang sudah di terka.     
0

Melangkahkan kaki untuk mengikis jarak, dengan Jevin yang sudah menanti dan memindahkan arah tubuh sepenuhnya untuk berhadapan. Menyangga tubuh belakangnya di sisi motor, masih menampilkan raut wajah ceria dengan jemarinya yang mempermainkan sebungkus rokok.     

"Kenapa, ingin mengakuinya?"     

"Tentang kehadiran mu yang membuat ku nyaman?" tanya Nathan mempertegas topik utama yang di bicarakan.     

Nathan berdecih, lantas membuang muka saat Jevin makin tampil dengan percaya diri.     

"Tak ada yang pernah ku paksa untuk mengakuinya."     

"Tapi kau melakukannya pada ku," timpal Nathan dengan dagu yang terangkat tinggi untuk menantang, seringai tipis pun di tampilkannya. Tujuannya jelas untuk menolak keras niatan Jevin yang coba menyamaratakannya dengan orang lain yang bisa dengan mudah di taklukkan oleh remaja pria itu.     

Namun agaknya kedudukan sementara tinggi yang di rasa tak begitu kuat hingga membuat kebungkaman sementara waktu milik Jevin terputus.     

Nathan yang tak mendapatkan persiapan apa pun seketika saja tersentak dan otomatis mengambil langkah mundur saat pria yang mendominasi tinggi badan itu semakin merapatkan jarak.     

"Jangan coba untuk menggertak ku, kita ada di tempat umum sekarang."     

"Tak akan menyita perhatian jika saja kau bersedia untuk menancapkan tubuh mu di satu titik."     

Layaknya penyihir, yang hanya dengan pelafalan mantra langsung di balaskan kepatuhan, begitu juga dengan apa yang di lakukan oleh Jevin terhadap pria yang jauh lebih dewasa darinya itu.     

Keduanya berhadapan, Nathan yang lebih pendek jelas saja harus mendongakkan kepala untuk membalas intens yang sama.     

Sedikit pun tak bisa mendapatkan terka, objek yang di balaskan terlampau dekat hingga sesaat setelahnya pandangannya tertutup oleh kain seragam milik pria jangkun itu.     

Jevin memeluknya tanpa izin, dan dengan bodohnya Nathan yang malah diam mematung merasakan kedekatan yang datang menyusup. Merasakan surainya yang di usap dengan begitu lembut, mengirimkan penundukan lebih jelas.     

Hanya dalam hitungan yang sangat singkat, namun rupanya Jevin yang tak kunjung mengikis rapat aroma keduanya yang membaur menjadi satu. Sudah di katakan, Nathan selalu saja telat merespon jika di hadapkan dengan hal-hal semacam ini. Layaknya anak anjing yang menampilkan mata jernihnya, merangsang siapa pun untuk memberikan sentuhan kasih sayang. Jevin pun demikian, puncak hidung mancungnya yang di japit dengan begitu erat hingga meninggalkan bekas memerah.     

Nathan yang pastinya mengaduh kesakitan, memaksa lepas dengan kepala yang di geleng-gelengkan. Tak sedikit pun membuat Jevin gentar walau pria dewasa itu sudah memelotot tajam.     

"Semakin yakin kalau kau sangat mengidolakan ku."     

"Tapi bukan dalam kategori yang sesepele itu. Seperti yang ku katakan pada mu waktu itu, niat ku dekat lebih pada dorongan keinginan hati. Entah dalam artian yang bagaimana, hanya saja aku terlalu takut untuk membicarakan cinta untuk kedua kalinya pada mu."     

"Takut keahlian menipu mu semakin terasah?"     

"Hanya takut kau menganggapnya sebagai basa-basi jika waktunya aku bicara dari hati."     

Nathan yang mulanya berdecih meremehkan, pandangannya sampai di hempas menjauh, sontak saja di tarik pada pembicaraan konyol yang amat menggelikan.     

Tak sekali pun bisa menerima hal serupa dari orang yang terbilang asing, Nathan jelas saja harus memutus niatan tak benar Jevin untuk meluluhkannya itu.     

Namun belum sempat satu kata terucap pedas di bibirnya, pupil mata milik Nathan di paksa untuk melebar saat lagi-lagi Jevin membuat ulah.     

Untuk sesaat pergerakan bumi rasanya terhenti, seketika saja menjadi amat sunyi. Bunyi debar jantung menyahut beriringan, sejalan dengan napas menderu yang saling bertabrakan.     

Jevin menciumnya dengan sangat lancang, tujuannya jelas adalah permukaan bibir merah menggoda milik Nathan. Aroma nikotin menyeruak dengan bebas, dari napas milik remaja itu dan bertambah dengan media yang membatasi. Ya, permukaan bungkus rokok yang keduanya cium.     

Nathan tak lebihnya seperti pria murahan yang dengan mudahnya di lecehkan. Jangan tanya ekspresi bangga Jevin saat ini, bahkan binar matanya tak sekali pun bisa membohongi.     

"Barang kedua yang menyimpan memori tentang mu. Waspadalah, rupanya aku semakin bersemangat untuk ini semua."     

Jevin kembali berbisik lirih, tak lagi bisa menunggu lebih lama untuk berada dalam satu lingkup yang membuatnya mampu berharap lebih.     

Menunggangi kembali kendaraan mahalnya, menatap intens pada Nathan yang membalaskan hal serupa.     

"Ah, ya! Ada satu tahap lagi dalam diri ku untuk mu. Dari pada wanita di klub malam yang menemani ku waktu itu, nyatanya berada dalam desak gairah ku pada mu yang jauh lebih kuat. Aku benar-benar serius untuk memuji tubuh mu yang sangat seksi."     

Jevin menancap gas motornya dengan kecepatan tinggi itu, bahkan masih sempat-sempatnya untuk mengerlingkan mata hanya untuk sekedar menggoda.     

Nathan tak bisa memungkiri jika kehadiran Jevin yang menyusup terlalu mulus membuatnya merasakan lemah pertahanan. Lebih dari sifat diktator Max yang membuatnya jengah, apakah ia mendadak gila jika kesan humor yang di tarik remaja itu membuatnya nyaman?     

Segera merapalkan kata sanggahan dengan pemikirannya yang konyol. Nathan pun sampai menggeleng-gelengkan kepala untuk bantu membenarkan kembali otaknya yang tak sinkron.     

Lekas putar badan karena tubuhnya yang hanya terbalut setelan pendek semakin menyerap bebas panas matahari yang mampu membakar. Lagi pula ia sudah pergi terlalu lama, Lisa bisa saja mengomel karena es krim miliknya berubah cari.     

Layaknya ketertarikan yang memikat satu pihak, tak melulu juga bisa di rasakan oleh orang lain. Kali ini seorang pria yang mengenakan setelan santai menjadi pengalihan. Sosoknya yang terkesan ramah dengan wajahnya yang lugu, siapa sangka akan membenteng kuat pertahanan dirinya untuk orang lain?     

Terlebih dengan sekitarnya yang tak henti untuk mengagumi, sedikit di rasa kesalnya lebih saat menu hidangan yang di jamukannya dengan sepenuh hati malah banyak di abaikan.     

Dia adalah Ilham, sosok utama yang menjadikan usahanya tak pernah sepi pembeli. Ya, dengan paras dan tubuhnya yang indah, tak lebihnya mampu membuat setiap mata memandang menjadi jatuh hati.     

Namun dengan kemudahannya mencari sosok idaman, agaknya keinginan tak bisa berjalan baik karena satu ganjalan besar yang menghadang jalan keraguan sejak awal.     

Bukan karena perkara sakit hatinya yang gagal bersambut dengan cinta lama, hanya saja sosok yang menyusup tak terduga menjadikan alasan utamanya. Seorang wanita yang sudah berbulan-bulan lamanya hilang dari peredaran, malah seakan meninggalkan tanya besar perkara kehamilan yang sudah di beritahukan.     

Usaha pencariannya memang selalu menemui kegagalan, tak pelak dengan gubuk kecilnya yang di tuju beberapa kali. Kesan yang kurang baik menjadi penanda, wanita dengan surai lurus hitamnya itu sudah menyebarkan isu diri sebagai sosok murahan di sekitarnya.     

Namun kenapa juga Ilham masih di sibukkan tentang hal itu? Terlebih dengan caranya mendesak seseorang yang menjadi orang terdekat wanita itu.     

"Aku tak ingin kau menutupi sedikit pun informasi dari ku, Leo! Harusnya kau waspada jika ketahuan berpihak pada wanita jalang itu, karena aku tak main-main untuk bisa menghancurkan kehidupan mu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.