Hold Me Tight ( boyslove)

Dunia yang sempit, meski tak bisa sedikit pun di terka



Dunia yang sempit, meski tak bisa sedikit pun di terka

0"Benar boss, saya tak mungkin berbohong, kediaman milik Lisa memang sangat sepi, sejak..."     
0

"Jangan memotong sedikit pun informasi yang kau tahu."     

"Sejak terakhir kali saya melihatnya bersama dengan dua orang pria."     

"Hahah... Apa maksud mu, jadi kau ingin mengatakan jika wanita jalang itu menarget diskon untuk siapa saja? Bahkan melayani dua orang sekaligus?"     

"Bukan begitu maksud saya... Hanya saja tak-"     

"Ibunya yang meninggal sudah ku pahami jika itu memang kebenarannya. Mau sebaik apa pun dirinya sejak awal, dengan tuntutan kerasnya kehidupan, di pastikan akan goyah. Jalan pintas pastilah di pilihnya, kan?"     

Pria yang mengenakan seragam kerjanya pun hanya menunduk dalam, ucapannya yang di potong oleh sang atasan membuatnya tak ada lagi kuasa untuk memberi sanggahan.     

Ilham sudah keukeh mempertahankan anggapannya sejak awal, tak sekali pun ada jalan kembali meski pun Leo yang sejak awal membela kawan wanitanya itu dengan habis-habisan. Masih tak bisa di terka apa pun penyebabnya, sang boss yang awalnya begitu sangat baik dengan sikap santunnya, tiba-tiba saja berubah seratus delapan puluh derajat, tak lagi ada gurat keramahan di sana.     

Leo pun undur diri setelah Ilham memberi kode pengusiran dengan telapak tangannya yang menghempas. Tak lupa untuk menunduk hormat, namun seketika saja pandangannya menemukan objek familiar. Seorang pria mungil yang tanpa sungkan sedikit pun langsung melemparkan diri ke dalam pelukan sang boss, di tengah keramaian. Sungguh kali ini, Leo sangat tak memahami tentang upaya Ilham untuk mencari keberadaan Lisa. Jika yang jelas tanpa perasaan tertarik, apa kawan wanitanya itu sedang berbuat ulah hingga membuat sang boss membenci.     

"Apa kau ingin tetap di sana dan menunda pekerjaan mu?"     

Leo pun tersentak dengan lontaran kata dingin yang di arahkan kepadanya. Mata yang sampai membelalak tajam, cukup membuat pria itu gentar dan memutuskan untuk undur diri, meninggalkan prasangka yang tak terduga, kenapa juga pria mungil yang tiba-tiba datang itu menangis?     

"Aii... Aku sedang sedih... Aii..."     

Ilham yang sedikit merasa terkejut, Rian tiba-tiba saja datang kepadanya setelah sekian lama menghilang. Sedikit rasa kesal pun tertanam di hati, layaknya seorang cadangan yang sudah melabelinya sejak awal.     

Tentang kebodohan Ilham yang tak sedikit pun mereda, walau sebagaimana pun kejamnya pria mungil itu mencabik-cabiknya.     

Balas memberikan pelukan yang sangat erat, lantas menggiringnya menuju ruang privasi saat tatapan rasa penasaran yang begitu besar terlihat jelas dari para pengunjung.     

Perlahan menaiki tangga dengan isak tangis Rian yang masih mengiringi. Menariknya untuk duduk berdekatan setelah pintu ruangan miliknya tertutup rapat.     

Ilham yang coba untuk menengadahkan kepala pria mungil itu tak kunjung berhasil, Rian terus saja menggeleng dan makin membasahi kaos polos yang dikenakannya.     

"Aii... Aku sedang sedih..."     

"Iya, aku tahu, Ri... Tapi bisakah kau tenangkan diri mu sejenak? Aku selalu ada untuk mu."     

Balasan tulus Ilham yang lekas mendapatkan perhatian dari Rian. Pandangannya terangkat, menatap ketulusan pria berwajah lugu itu yang masih sama. Rian sangat yakin meski pun air mata yang memburam netranya.     

Saat satu waktu rasa harunya berkumpul, menarik kerutan di wajahnya dengan tetesan air mata yang semakin deras. Rian seakan tak bisa menahan diri dengan prasangka Ilham yang masih dengan begitu tulus menantinya.     

Menakup rahang tegas itu dengan ulasan jemarinya yang menelan. Menarik intens keinginan dekat dengan menggigit bibir basahnya. Tak menunggu lama untuk mendapatkan sahutan, Ilham yang tertarik momen pun langsung menyergap bibir manis itu.     

"Eungh... Aii..."     

Tak sedikit pun mempermasalah tentang kekecewaan yang bertumpuk menjadi satu. Mendengar desah erotis dari pria mungil itu sudah menarik libidonya semakin tinggi.     

Menghempas tubuh kecil Rian untuk berbaring di atas sofa, Ilham pun menanggalkan seluruh pakaiannya, begitu pun bantuan cepatnya untuk pria mungil itu.     

Hingga tak ada satu kain pun yang menjadi penghalang, sang dominan lekas mengungkung tawanannya dengan sentuhan ringan penuh dambaan. Mengusap setiap detail wajah milik Rian yang begitu mengagumkan.     

"Ahhh... Aiii..." desah Rian saat lidah milik Ilham berselancar untuk menggantikan basahan sedikit akibat air matanya. Mengganti yang jauh lebih merangsang, saliva milik sang dominan menandai secara keseluruhan.     

Rian yang sudah di buru gairah pun mencengkram surai milik Ilham. Kepalanya yang bahkan sampai menarik diri semakin dekat namun hanya mendapatkan kecewa saat Ilham yang justru menjaga jarak. Benang salivanya yang menyambung pada permukaan bibir milik Rian yang berkedut.     

"Jangan menggoda ku, Aii..."     

"Memangnya apa yang kau harapkan dari tubuh telanjang kita yang merapat seperti ini?"     

"Eungh... Aii..." balas Rian yang merasa bawasannya Ilham hanya menguji gairahnya saja. Melihat bagaimana mimik wajah pria bertubuh atletis itu yang malah menarik gurat jenaka. Saat di waktu yang hampir berdekatan, Rian merasakan basahan dari putingnya yang di habisi.     

Hanya dengan itu, Rian tak hentinya untuk menggelinjang. Puting adalah salah satu area sensitifnya, membuat pria mungil yang sudah tak karuan itu sampai memejamkan mata terlalu erat, bibir basahnya yang terus menganga dengan sesekali menggigit permukaannya erat. Tak menutup kemungkinan jika rindu tubuhnya di puaskan menjadi alasan utama.     

Rian yang sudah mengharapkan lebih, menyelasar jemarinya untuk meraba balas pada tubuh atletis yang mengungkungnya itu. Jelas satu titik yang menjadi sasaran, balas menggoda dengan meremas kejantanan milik Ilham yang sudah sangat berdenyut.     

"Aii... Aku ingin milik mu yang besar ini memasuki lubang ku yang sempit. Aii... Ayolah, habisi milik ku dengan hantaman bertubi dan cepat...."     

"Datang pada ku setelah sekian lama menghilang, hanya untuk menarik ku pada percintaan panas? Masih sangat ku ingat dengan jelas, kau memilih untuk pergi dari ku dengan penolakan cinta ku yang sadis."     

Rian lantas tersentak, tak akan di kira jika cinta tulus yang tak kenal protes dari Ilham sedikit gugur. Netranya masih meliar tepat untuk mengikuti milik Ilham. Menyelam jauh, namun hanya kesungguhan yang di dapatkan dari lontaran sindiran tajam pria yang mengungkungnya itu.     

Tak ada satu kata pun yang berhasil di ucapkan, mulut Rian hanya terbuka tutup dengan raut kesedihan yang makin menjadi. Terlebih dengan penolakan Ilham yang sangat jelas, memutus kerapatan tubuh intim.     

Ilham mendudukkan diri, membungkukkan tubuh dengan kedua lengan yang menumpu di atas paha. Jemarinya menyusup ke sela rambut dan menarik helainya dengan sangat kuat.     

Tak bisa di pungkiri, selain karena rasa kecewanya pada pria mungil itu, Ilham lebih tak membenci tentang bagaimana bayangnya yang terlalu menyasar jauh. Bagian yang sama, titik yang tepat yang menjadi semacam residu yang menariknya pada memori lepas. Tak ada ingatan manis tentang Rian sedikit pun, malah yang ada, ekspresi kesakitan wanita itu saat untuk pertama kali selaput daranya di robek.     

Kepalanya tiba-tiba saja berdenyut, pertentangan di dalam dirinya menjadi permasalahan. Satu sisi yang di setujui untuk menangkis nama wanita itu semakin tersemat, serta di sisi lain yang tak bisa di sangka. Terlebih dengan kedatangan Rian yang mendadak, kenapa pengharapan untuk kembali bertemu dengan Lisa semakin melambung tinggi untuk melebihi.     

Ya, mungkin saja karena kebenciannya pada Lisa yang tak terbendung, kan? Hanya satu hal itu yang tetap untuk di jadikan alasan yang lebih logis. Wanita itu yang sudah meninggalkan tanda tanya besar tentang kehamilan yang di katakan sebelumnya, turut menjadi bekal untuk alasan itu.     

Sedangkan Rian di sisi lain, masih menjadi pengamat atas kefrustasian yang di tampakkan dengan jelas oleh Ilham. Menarik posisi kembali dekat, memberanikan diri untuk menyentuh lengan pria itu, sembari berkata,     

"Aku sudah sangat siap untuk mu, apakah kau berani mempertaruhkan kenikmatan yang sudah sangat lama tak kita tuju bersama? Apakah kau tak merindukan ku?"     

"Setelah sekian lama kenapa baru datang sekarang? Apakah kekasih yang kau utamakan itu tak sanggup untuk memberikan kenikmatan bercinta kepada mu? Apa selama ini dia memang payah dalam urusan mencari titik kepuasan mu? Aku yang kau anggap potensi peralihan yang tepat, setelah berhasil mendapatkannya, apakah kau masih akan tinggal dan mempertaruhkan pemilik cinta mu yang sebenarnya?"     

Lagi-lagi menyasar tepat pada titik sensitif di hati Rian. Ilham yang berucap dengan sangat dingin, sejalan dengan pandangannya yang serupa.     

Rian di tolak datang, jelas saja menjadi semacam cambukan untuknya menarik godaan. Upayanya datang tak boleh mendapatkan hasil sia-sia, terlebih dengan kerinduannya untuk mengejar klimaks.     

Menarik bokongnya dari sentuhan langsung bagian permukaan halus sofa, lebih merendahkan diri dengan caranya bersimpuh di bawah kaki milik milik sang dominan. Bibirnya mengulas senyum penuh godaan, mengganti kedua lengannya untuk tertangkup di atas paha milik Ilham. Kerlingan matanya yang menggoda pun turut melengkapi.     

"Apa yang kau lakukan?" tanya Ilham dengan raut wajah malasnya. Namun rupanya hal itu sedikit pun tak bisa membuat kegigihan Rian lekas runtuh. Malah semakin tertantang untuk menaklukkan, jemari lentiknya mengeja setiap jengkal tubuh telanjang milik sang dominan, semakin dalam dan mendekat ke arah titik kejantanan milik Ilham yang sudah sangat aktif.     

"Semakin jelas menunjukkan jika kekasih mu payah dalam hal mengurus gairah mu yang tinggi. Sejujurnya cukup kecewa yang ku rasakan, namun agaknya kebanggaan diri ku malah makin menjadi melihat mu sampai merendah seperti sekarang ini."     

"Bisakah kau tak mengingatkan ku pada pria itu? Aku ada di sini untuk mu, hanya tentang kita, dan libido yang terus meningkat."     

"Hahha... Ada masalah dengan kekasih mu?" tanya Ilham yang saat ini ingin berkomunikasi dengan serius. Menarik Rian untuk duduk di atas pangkuannya. Mengambil posisi nyaman, sang dominan menyandar pada punggung sofa dengan pria mungil itu yang bersandar di dada bidangnya.     

Sedikit merasakan geleyar di sekujur, bulu-bulu halus di tubuhnya seketika langsung menegak siaga. Rupanya Rian tak sedikit pun jera untuk merealisasikan pancingan gairahnya. Kedua lengan kecil milik Rian sudah menakup kenjantanan milik sang dominan dengan mempermainkan, naik turun dengan sesekali gerakan memutar.     

Tak bisa di anggap ringan saat godaan Rian semakin dahsyat. Ilham yang lepas kendali pun otomatis meremas balasan pada bokong seksi milik pria mungil itu.     

"Tak usah membuang waktu lebih lama, Aii.. Kita saling membutuhkan untuk saat ini... Eunghh...."     

"Tapi aku masih cukup sadar untuk mempertanyakan kehadiran tiba-tiba mu saat ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.