Hold Me Tight ( boyslove)

Perdebatan yang tak ada gunanya



Perdebatan yang tak ada gunanya

0"Ku rasa kau tak pernah mengerti dengan bagaimana usaha ku untuk memiliki mu, Nath. Bahkan cinta yang selalu ku tunjukkan untuk mu di setiap detiknya, rupanya sama sekali tak berarti apa pun di dalam hidup mu."     
0

"Cinta? Yang kau sebutkan tentang tindakan mu akhir-akhir ini? Kau bersembunyi pada tedeng ketulusan itu untuk menutupi kegilaan mu pada ku?"     

"Kali ini kau menarik protes tentang sikap posesif ku? Kau masih tak bisa menerima tentang kecemburuan ku yang selalu hadir saat melihat mu bersama dengan orang lain?"     

"Dan lagi-lagi, kau menyebutnya bagian dari cinta? Sederhana sekali penyelesaian mu. Aku hanya berharap, orang lain tak ada yang berpikiran dangkal seperti mu."     

Balasan yang di lontarkan oleh Nathan, jelas saja membuat pria berparas oriental itu meradang, Posisi berbaringnya sudah terasa sangat menyiksa, hawa panas membuat sekujur tubuhnya bahkan telah mempengaruhi pernapasannya yang sontak langsung menderu.     

Nathan mengalihkan pandang, kakinya di lipat dengan kepala yang di sembunyikan. Max yang kali ini sudah terlanjur termakan emosi, rahangnya mengetat dengan giginya yang bergemelutuk akibat mengerat.     

Max bukan orang yang suka menyimpan permasalahan, ia cenderung menyelesaikannya di satu waktu. Hal terburuknya adalah karena emosinya yang tak stabil, menyentak paksa Nathan untuk berhadapan dengannya.     

"Katakan pada ku, apa maksud mu aku tak terlihat tulus untuk mencintai mu, eh?!"     

"Baru saja kau mengatakan cinta di detik lalu, namun jika dihadapkan pada perilaku kasar mu, apakah ada yang bisa ku percaya? Dari sudut yang mana? Bahkan kau hanya sepintas menanyai keadaan ku, karena hanya sekedar ingin tahu, kau tak benar-benar mengkhawatirkan ku!"     

Max lantas terdiam, melepaskan telapak tangannya yang mencengkram bahu milik Nathan terlalu erat. Berganti memijat pelipisnya yang berdenyut menyakitkan, mencoba sedikit meredam egonya yang memaksa diri.     

Nathan kembali pada posisi duduk meringkuk setelah sebelumnnya merasakan hentakan kuat dari paksaan pria jangkun itu. Pandanganya hanya menunduk, sedikit pun tak berminat untuk menanggapi upaya Max yang coba menarik perhatian.     

"Aku benar-benar khawatir, terserah kalau kau tidak mempercayainya. Hanya saja memang beginilah aku, selalu mencintai orang dengan cara berlebihan," ucap Max dengan tubuh yang semakin di dekatkan pada Nathan. Lengannya terbentang, memaksa Nathan yang meronta untuk masuk dalam dekapan hangatnya.     

"Lepaskan aku, brengsek! Bangsat kau, Max!" umpat Nathan dengan makian terlengkap menyasar pria bersurai kecoklatan itu.     

Bagaimana tidak, situasi yang sesaat lalu begitu sangat tegang dengan perdebatan, beralih dengan sangat cepat saat cara mesum Max yang mengambil alih.     

Tubuh Nathan yang berkeringat karena lapisan kain lengkap, masih harus di uji tambahan dengan Max yang mengungkung tubuhnya dan jatuh dalam pembaringan lagi.     

Aksi sang dominan masih terus berlanjut, kecupannya terus menjelajah pada setiap jengkal tubuh Nathan yang terbuka.     

Tak lagi di pedulikan tentang cara Nathan yang terus meronta untuk bisa di lepaskan, nyatanya benda lembut dan sangat basah itu masih terus berusaha untuk menebus pertahanan milik sosok pria yang tak berbaring tak berdaya. Lidah milik Max terus memutar di sekitaran puting milik Nathan yang menegang, bersamaan dengan telapak tangan kasar sang pengendali yang terus meraba tubuh yang di gilainya itu.     

Kemeja yang di kenakan Nathan sudah tersibak secara keseluruhan, mengganti maksud gerah dengan artian rangsangan yang berhasil. Ia terus saja melenguh kepayahan.     

"Ishhh... Max... Ku mohon, hentikan... Atau tubuh ku benar-benar tak bisa lagi mentolerir sakitnya," lirih Nathan  dengan jemarinya yang mencengkram kasar surai milik pria yang bergerilya di atasnya itu.     

"Oh, sayang... Aku tahu jika kau juga sedang menginginkan ku saat ini," goda Max sembari menghentakkan kejantanannya untuk bertemu dengan milik Nathan yang masih saling terhalang.     

"Eunghh... Max... Kau memang gila."     

Plakkk     

"Aochh!"     

Mendapatkan balasan yang rasanya setimpal atas paksaan Max yang coba menarik gairah sensualnya. Pukulan yang di lakukan sekuat tenaga menyasar tepat pada wajah pria jangkun yang secara kebetulan mendekatkan pandang.     

Hanya baru setelah itu Max bangkit dari tempatnya, membebaskan Nathan yang dengan segera mencari posisi siaga dengan duduk merapat di sudut terjauh.     

Pandangannya menatap sangat tajam pada Max yang menatapnya tak habis pikir.     

"Identik mu selalu saja keluar dari jalur topik perbincangan dengan mengambil sela persetubuhan. Mengabaikan kondisi ku yang sedang tak baik-baik saja. Dan yang lebih fatalnya lagi, kau mempermalukan pendirian mu untuk pengakuan cinta yang sebenarnya."     

Max kali ini terdiam, masih coba untuk mengamati Nathan yang nampak sedang sangat antusias untuk menyela segala tingkah buruknya.     

Nathan yang tak mendapatkan balasan, langsung saja menyentak keterdiaman Max dengan kakinya yang menjulur tak sopan. Bagian lengan sang dominan yang menyangga tubuh, menjadi sasaran tendangan dari pria berwajah semburat merah karena terpapar sinar matahari terlalu lama itu.     

"Ah, ya... Bodohnya aku, kau hanya meminta untuk ku perhatian, ya?" ucap Max yang langsung melontarkan hal yang baru saja terbesit di pikirannya. Sampai meneleng, meneliti mimik wajah Nathan yang berubah kikuk.     

"Apa maksud mu, eh!"     

Penyangkalan pasti, bahkan protes Nathan yang sudah terlampau berlebih, masih dengan kakinya yang menendang.     

Max yang menunjukkan seringainya, langsung menghentikan pergerakan tak sopan milik Nathan dengan mencengkram pergelangan kakinya.     

Nathan yang praktis memelototkan mata dengan bibirnya yang terkatup rapat. Kakinya masih coba di tarik dari tawanan satu lengan milik sang dominan.     

"Lepaskan aku!" perintah Nathan yang hanya di tanggapi Max dengan cara menyebalkan, satu alisnya terangkat, serentak dengan bibirnya yang mengulas seringai. Dorongan untuk memberikan pelajaran pada pria jangkun itu semakin kuat di rasakan oleh Nathan.     

"Apa maksud mu, eh?" tambah Nathan saat Max keukeh dengan keinginannya.     

"Melihat mu yang semakin banyak memprotes seperti ini, ku rasa aku yang turut mengambil andil besar untuk itu. Menaruh minat pada mu yang merupakan dominan sebelumnya, dengan memperlakukan mu kasar ku rasa adalah hal yang tepat. Tapi agaknya aku salah menilai diri mu sejak awal, kau layaknya menempatkan diri mu seperti sosok pria yang ada di posisi bawah, menanti orang seperti ku untuk berbuat romantis dan penuh perhatian?"     

Nathan hanya menganga lebar saat ucapan panjang Max terlontar. Sedikit pun tak berkutik, layaknya pembenaran yang langsung di akui.     

Kali ini Nathan yang merasa sangat linglung dengan adegan kemarahannya beberapa saat lalu, atau bahkan pengakuan benci di dalam hatinya sendiri. Seperti semua hal lantas sirna. Entah mantra apa yang di tiupkan padanya, bahkan saat Max yang mengangkat tubuhnya, sama sekali tak mampu di tolak.     

"Aku mau tidur dengan Lisa saja malam ini."     

"Jangan mengada-ngada, sayang... Kita baru saja berbaikan," balas Max dengan suara yang sangat lembut. Namun, tidak demikian dengan tatapan tajamnya pada seorang wanita yang menempel rapat di sisi pembatas. Lisa ketahuan menguping, tak tahu akan ada balasan buruk apa yang akan di dapatkan, terlebih dengan permintaan Nathan?     

Beralih ke ruangan utama, Nathan di baringkan di ranjang besar itu dengan penuh kehati-hatian.     

Sibuk dengan panggilannya setelah itu, rupanya pria pemilik netra mengagumkan dengan warna keabuannya tengah memanggil seseorang untuk memeriksa keadaan Nathan.     

"Tak sampai berakibat fatal, hanya hanya akan meninggalkan rasa nyeri di kemudian hari. Jangan sampai kembali terantuk dan tersentak terlalu keras saja," ucap seorang wanita paruh baya yang tak pelak membuat Nathan merasa sangat girang. Ya, sangat di mengerti dengan mimik wajah Max yang nampak sangat datar itu, pastinya sejalan dengan yang di pikirkan.     

Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu pun mengulas senyum ramah, lekas di balas serentak oleh Max dan juga Nathan.     

Menghantarkan sang dokter untuk meninggalkan tempat, singkat terhenti di ambang pintu akibat wanita paruh baya itu yang memberi pesan.     

"Ah ya, lain kali kalau membalut lukanya yang benar. Bahkan tadi ada setengah bagiannya yang tak tertutup dengan sempurna."     

Nathan yang kali ini bungkam karena mendapatkan lirikan tajam dari pemilik netra hijau keabuan itu.     

Situasi seketika saja berbalik arah, jika sebelumnya Nathan yang mendominasi pembenaran, kali ini harus beradu argumen lagi saat Max sudah kembali memasuki ruangan.     

"Jelaskan, aku mau sedetail mungkin sampai pada bagian luapan emosi mu tadi."     

Pintu yang di kunci rapat, tak mendapatkan pertanda ketenangan sedikit pun saat Max mulai menanggalkan satu per satu pakaiannya itu.     

Nathan mematung di tempat, membuat pergerakan setipis mungkin dengan tubuhnya yang di sandarkan penuh pada kepala ranjang.     

Menelan ludah kasar, kelopak mata milik Nathan berkedip dengan sangat cepat, usahanya mengalih objek terus saja menemui kegagalan.     

Max menunjukkan seluruh keindahan tubuhnya yang sangat atletis. Kulit kecoklatan yang mengkilap, hanya pada bagiannya yang nampak menggembung saja yang masih mendapatkan perlindungan.     

Max secara keseluruhan bisa di katakan telanjang. Mengabaikan setelan pakaian mahalnya yang berserakan di lantai.     

"Hei, mau apa kau? Tak dengar kata dokter tadi?" tanya Nathan dengan rautnya yang sangat panik. Satu lengannya berusaha mendorong Max untuk menjauh dari posisinya.     

"Aku memang terus terangsang jika berada di dekat mu, tapi aku tak sebodoh itu untuk memperkosa seseorang yang tak berdaya," balas Max dengan mengusap dagu milik Nathan yang mendongak padanya.     

"Ini masih tentang upaya bicara untuk mendukung pernyataan cinta mu, kan? Bagaimana aku bisa mempercayai mu jika saat aku sedang meluapkan emosi, malah kau balas paksaan untuk beralih merangsang?"     

"Bukankah kesepakatan sudah jelas kau terima? Aku balas memperhatikan mu beberapa saat lalu," balas Max yang kemudian menempati sisi kosong di samping Nathan, membaringkan tubuh lelahnya di sana.     

Nathan masih memberenggut, menarik lepas lengan Max yang mencoba untuk menggenggamnya.     

"Memanggilkan dokter karena melihat kondisi ku yang seperti ini, kau mengatakan sebagai bentuk perhatian? Bukankah harusnya itu semacam bantuan sosial kemanusiaan saja?"     

Max pun menarik napas panjangnya lagi, entah pengaruh dari kepalanya yang terluka atau suatu hal yang tengah mengganggu suasana hati Nathan. Yang pasti, telinga sang dominan sudah sangat pengang untuk menerima suara tinggi milik Nathan secara bertubi-tubi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.