Hold Me Tight ( boyslove)

Cemburu dengan orang asing



Cemburu dengan orang asing

0"Apakah kau berusaha untuk mengendalikan diri ku?"     
0

"Tidak, hanya supaya kau tak melewati batas saja. Supaya kau ingat, hubungan gila kita ini, hanya akan menjadi rahasia untuk kita berdua saja, orang lain bahkan kawan kita sekali pun, tak ada yang boleh tau."     

Max menghentikan langkahnya tepat di tengah pelataran yang gelap. Matanya menyorot tajam pada sesosok pria menggemaskan yang mengenakan tudung di kepalanya.     

Ucapan yang di lontarkan Nathan memang sangat keterlaluan, terlebih dengan sifat ego yang begitu tinggi untuk di taklukkan.     

Max memang selayaknya memposisikan diri dengan sangat rendah untuk pria incarannya itu. Namun di balik sosok yang sebenarnya, pria berparas oriental itu jelas saja berharga diri tinggi. Pendengarannya rasanya menjadi sangat sensitif untuk menyaring hal-hal yang dapat melukainya, termasuk dengan penolakan Nathan yang mutlak.     

Sebelum jarak duanya jauh, pri jangkun itu lantas melenggangkan langkahnya yang panjang. Saat aroma tubuhnya telah tercium dengan sangat jelas, tak lagi basa-basi untuk menempelkan tubuhnya yang terus mendamba.     

"Ahhh... Max!"     

Pria itu sontak saja terpekik, lengannya yang melingkup di saku tiba-tiba saja terlepas, dan tak menunggu waktu untuk tubuhnya di alihkan paksa. Jelas saja yang menjadi tersangka adalah pria berparas oriental itu.     

Tubuh yang lebih kecil itu di dekap dengan begitu erat. Pemilik wajah dengan proporsinya yang sangat sempurna itu bahkan menunduk dalam untuk bisa membuatnya makin mendominasi.     

Nathan yang jelas saja gelagapan. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang seiring dengan napasnya yang lantas menderu.     

Bahkan tak terpacu pada satu objek pandang, dengan kecemasannya yang berlebih, ia turut mengedarkan pandang ke sekeliling.     

Memang masih sangat sepi, bagian yang menghimpit keduanya adalah kendaraan yang terparkir rapi. Namun jelas tak ingin mengambil resiko apa pun, Nathan tak ingin di hakimi dengan cara pendekatannya bersama dengan seorang pria semacam ini.     

"Apakah kau gila! Jika di ruang tertutup bisa ku maklumi, tapi apakah gairah besar mu ini sama sekali tak memandang tempat? Kita ada di luar ruangan, Max! Gawat jika ada orang yang memergoki."     

Nathan yang jelas saja memberikan peringatan. Di sisi pandangnya yang meliar ke sekeliling, tubuhnya pun menggeliat dengan kepalan tangannya yang memukul dada milik pria jangkun itu.     

"Kau tau kalau aku sangat tak suka untuk di atur," balas Max yang kali ini tak lagi bisa untuk menahan rasa gemasnya. Menjadi sasaran yang tepat, area bawah telinga milik Nathan menjadi sasaran. Lidahnya. menjulur, memaksa untuk menikmati bagian kulit mengkilap yang menyeruakkan keringat sekali.     

"Eunghh... Kau gila. Cepat lepaskana aku!"     

Nathan yang jelas saja merontak untuk minta di lepaskan. Kepalanya yang terus di alihkan untuk menghindar, layaknya tak ada keberhasilan yang di dapatkan sedikit pun, Max masih menikmati sebagian titik tubuhnya. Ya, menjadi hal lumrah jika kejantanan mereka yang bertumbuk ikut bereaksi.     

Max yang memang sudah tak waras, sedangkan Nathan yang masih berusaha untuk mendapatkan akal sehatnya kembali.     

"Max... Aku tahu kalau kau tak menyukai kata-kata ku. Sungguh, aku tak ingin menjadi pengendali saat kau jauh hebat dalam hal itu,"     

Max menyorot pandangan penuh pada Nathan di sana. Pria menggemaskan dengan wajahnya yang memerah itu akhirnya dapat menemukan celah untuk menarik obrolan pada Max. Lengannya menakup pemilik rahang tegas itu.     

... Hanya saja kita memang perlu aturan. Tak bisa menunjukkan kita yang seterbuka itu pada orang lain."     

"Karena kau belum bisa membalas perasaan ku, atau malu untuk berada pada golongan penyimpang?"     

Nathan tak mengelak, kepalanya di anggukkan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan Max. Bahkan Nathan yang kali ini turut menambahkan satu alasan terpentingnya. "Aku masih punya kekasih, dan kau terlihatnya malah lebih serius dari ikatan pertunangan mu dengan Lea."     

"Wanita itu tak bisa masuk hitungan, tapi yang ku bingungkan, kenapa kau masih memikirkan pria itu? Apakah kau lupa jika saat ini kau berada di posisi sama sepertinya?"     

Max menunduk, mendekatkan bibirnya pada pendengaran milik Nathan yang untuk memberikan kalimat tambahan. "Lubang ketat mu sudah berhasil ku tembus, sayang..."     

"Sial kau!"     

"Setidaknya berikan aku sedikit kompensasi untuk menjadi pria dominan yang penurut."     

Max malah terkekeh tak jauh bedanya dengan Nathan yang menertawakan ironinya sendiri.     

Seolah tak mempedulikan apa pun, kali ini Nathan bahkan terhipnotis dengan pandangan Max yang sangat dalam.     

Cupp     

Pria jangkung itu menundukkan sedikit wajahnya, Nathan yang mendongakkan pandang turut mempermudah pertemuaan bilah bibir keduanya.     

Sejenak lupa dengan posisi, kenikmatan yang di tawarkan oleh Max jauh lebih dengan debar jantung yang makin mengencang.     

Saling membuka mulut untuk menerima, lidah keduanya yang bertaut, turut menyodorkan rasa masing-masing.     

Penerangan yang sangat minim dengan hanya berkas sinar warna-warni dari hias tulisan yang menyambut area kedatangan utama.     

Tempat yang di rasa cukup tersembunyi, membuat lengan sang dominan tak ragu untuk mengambil kesempatan, menyusup pada bilah bokong yang menjadi candu utama.     

Max yang makin gencar, menjalankan dua misinya sekaligus. Menghabisi bibir Nathan dengan menggigit permukaannya rakus. Di lakukan pada waktu bersamaan, lengan besar Max yang menakup, terus mengulen bokong seksi milik sang dambaan.     

Membentur kejantanan mereka sesekali, sedikit kepuasan sudah akan di rasa dari sentuhan romantis ini. Sebelum suara asing yang memutusnya.     

"Sial! Kenapa kita malah bertemu sepasang gay mesum, sayang?"     

"Kau mengatakan konteks yang sedikit sama untuk kita, sayang... Bagaimana kalau kita segera masuk saja?"     

Nathan yang jelas saja terperanjat, secepat kilat lompat dan menjaga jarak dari dekapan Max.     

Sekujur tubuhnya yang panas sontak saja bergelagat kikuk. Bibirnya yang basah hanya di gigit erat. Pandangan yang secara otomatis menyasar pada sepasang pengusik yang ada di belakangnya, Nathan seolah lupa untuk menutup diri dari cap buruk orang asing.     

Sedangkan Max di sisi lain, kesenangannya yang terputus di tengah jalan jelas saja membuatnya geram setengah mati. Terlebih dengan umpatan yang terdengar dari mulut sepasang kekasih remaja itu.     

Max bahkan siap untuk mengambil ancang-ancang, menerjang sosok pria muda yang tengah sibuk membantu wanitanya untuk membenahi gaun mininya yang tertarik lepas dan memperlihatkan bagian payudaranya itu. Ya, bahkan Max yang sudah menitik tujuan di wajah mengesalkan itu untuk di habisi, harus terhenti akibat lengan seseorang yang menghadang.     

"Kau mau memukuli ku, paman? Tak masalah untuk ku... Sekalian agar kau merasakan bagaimana bertarung dengan anak SMA seperti ku!"     

Max berdecih, jelas saja terpancing dengan lagak remaja bau kencur yang yang mengangkat dagu untuk menantang itu.     

Sedangkan Nathan yang ada di posisi pertengahan, otomatis membentangkan lengan untuk menghadang ke orang yang saling terpacu emosi yang tak penting itu.     

"Max, sudahlah... Tak ada gunanya marah pada anak kecil."     

"Kau bilang aku anak kecil? Apa kau tak melihat tubuh ku yang tinggi besar melebihi mu ini? Tak masalah jika paman itu mengajak ku berduel, secara kebetulan aku ingin mengasah kemampuan ku untuk tawuran besok. Ayolah... Tak akan ku laporkan pada polisi."     

Max yang jelas di kenal Nathan memang sangat mudah untuk terpancing emosi. Lantas membuat satu-satunya orang yang berpikir dengan akal sehat itu membuat langkah perdamaian.     

Alih-alih mendinginkan Max yang sudah terbakar emosi dan gairah di satu waktu, Nathan malah mendekat pada pria asing yang tak terpegang kendali menyebalkannya dari sang wanita.     

"Situasi dan tempat yang salah, harusnya tak membuat kita terjebak pada pertengkaran konyol, kan?"     

"Dia sudah mengolok mu buruk, Nath. Aku bahkan sudah sangat siap untuk menghabisinya."     

Ucapan Nathan pada remaja pria di hadapannya itu malah mendapat balasan penolakan dari Max.     

"Lagi pula apa yang salah dengan pekikan keterkejutan ku? Bukankah kalian memang sepasang gay yang mesum?"     

"Tak melihat diri sendiri, lantas apa yang kau lakukan pada wanita mu tadi?"     

Nathan yang tak ada sela untuk menyela ucapan. Max dan remaja jangkun di hadapannya itu sudah kembali untuk adu mulut.     

Mengangkat tangan saat kedua orang di belakang dan depannya itu sudah saling mengambil pergerakan untuk beradu fisik.     

Nathan pun berbalik pada hadapnya dengan Max, pandangannya menyorot tajam.     

"Berusaha membela mu, kenapa kau malah memeloti ku seperti itu?"     

Ucapan protes Max lantas di balas Nathan dengan kedua bola matanya yang di putar.     

Suara cekikan di belakang Nathan malah memancing emosi lebih.     

"Bisakah melupakan hal tak penting ini? Terlebih untuk menyia-nyiakan waktu menjadi tak berguna. Di depan kita sudah ada tempat yang sangat menyenangkan. Sungguh, terbakar oleh alkohol jauh lebih menyenangkan ketimbang emosi kemarahan."     

Nathan menyuarakan nasehat panjangnyal. Sorot pandangnya yang membagi tujuan pada sang kekasih dan pria muda di hadapannya itu.     

Max yang merasa sangat terpukau dengan sang kekasih, tanpa pikir panjang langsung menarik sosok pria yang jauh lebih kecil darinya itu untuk di dekap. Ya, selain karena pandangan remaja itu yang sudah mulai memperhatikan Nathan dengan sangat intens. Demi apa pun, Max adalah dominan yang sangat posesif.     

"Perhatikan wanita mu!"     

Max yang berucap tegas, lantas menarik Nathan untuk mengalih posisi dari titik nya yang sudah tak nyaman.     

"Aku tak tahu jika hanya dengan perkara kecil bisa membuat mu terpancing emosi. Sungguh, Max.... Kita yang memang salah mengambil tempat untuk kedekatan intens semacam tadi. Wajar saja jika kedua remaja itu terkejut," ucap Nathan dengan tubuhnya yang lepas dari dekapan Max.     

"Ya, ku akui aku memang salah karena memancing mu dan ternyata berhasil."     

Mendengar nada suara Max dingin membuat Nathan yang kembali tak habis pikir.     

"Bukan perkaranya, tapi cara mu menanggapi remaja ingusan itu dengan berlebihan yang lebih ku tekankan."     

Nathan menghentikan langkahnya, Max yang lebih dulu mengawali. Pandangan yang di terima oleh pria yang mengenakan hoodie tebal itu sungguh tak sesuai dengan yang di harapkan.     

"Baiklah, aku tak akan mengungkit kejadian yang berlangsung di menit lalu itu."     

Nathan yang sudah siap melenggangkan langkah untuk berlanjut, malah lagi tertahan dengan cekalan tangan besar milik Max.     

"Setelah berhasil ku taklukkan, aku tak yakin jika rasa cemburu ku masih bisa di redam. Bahkan hanya dengan pandangan intens dari remaja itu yang masih mengikuti mu. Aku memang benar-benar seemosi itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.