Hold Me Tight ( boyslove)

Remaja asing



Remaja asing

0Suara musik mengalun sangat memekak telinga, menjadi ciri khas tersendiri dengan pencahayaan minim dan lebih di dominasi oleh kerlip warna-warna yang membentur ke setiap sudut ruangan.     
0

Semua orang nampak sangat gembira, meliukkan tubuh yang sudah terserang pengaruh dari alkohol yang mengalih pemikiran. Tak ada keraguan untuk bersentuhan dengan orang asing, menyentuhkan tubuh sensitif tanpa kenal malu. Hanya demi kegilaan semalam suntuk.     

Aroma menyengat jelas menyasar ke seluruh sudut bagian. Campuran tembakau yang terkirim lewat asap yang membumbung, tak sedikit pun membuat orang salah satu dari mereka merasa terganggu.     

Layaknya di sebuah meja dengan enam orang yang menempati, masih terus riuh dengan dengan pertandingan dadakan yang menguji kejantanan. Mengejar poin penting dengan tegukan alkohol sebagai caranya.     

Mereka adalah Tommy, Galang, Ilham, dan juga Aki, datang di saat bersamaan dan di susul terlalu lama oleh Nathan dan Max. Pertemuan lengkap setelah Nathan membuat drama untuk menghilang sejenak.     

Jelas saja merasa sangat rindu, pertemanan mereka sudah sangat erat jika terhitung mulai masa remaja. Saling berpelukan, rasanya masih kurang cukup untuk memeriahkan pertemuaan baik ini. Tommy yang memberi solusi untuk pertandingan, dan Max yang geram karena tak bisa mengatur Nathan yang sudah meneguk minuman di luar batasannya.     

"Huuuu... Masih tak ada yang menyerah.... Mari kita tuang lagi..."     

"Wooo...."     

"Ku bilang hentikan!"     

Max yang sudah tak bisa mentolerir baik tentang perkara satu ini, Nathan sudah benar-benar hilang kendali, wajahnya memerah dengan tubuh yang bahkan sudah sangat sempoyongan. Rautnya memang sangat girang, namun Nathan sudah benar-benar sudah bicara melantur.     

Sampai separah itu, bahkan Nathan masih tak mau menyerah dan masih saja menyodorkan gelasnya untuk bersulang.     

Nathan yang di tahan pergerakannya, jelas saja membuat protesan dengan pandangannya yang sontak menyorot tajam pada sang pelaku.     

Yang lain pun kompak terdiam, menggantung gelas mereka di atas udara. Memaku objek yang sama tentang bagaimana interaksi Nathan dan Max yang membuat curiga. Nathan yang nampak sangat manja, dengan bibirnya yang mengkerut seiring dengan bola matanya yang memutar.     

Sontak saja Aki, Galang dan Ilham saling pandang, Max yang langsung mendekat tubuh Nathan sebelum jatuh ke sandaran sofa empuk.     

Max melakukannya dengan sangat perlahan, meletakkan gelas minum, dan mengambil beberapa lembar tisu untuk menyeka keringat Nathan yang membanjiri. Ya, hanya Tommy yang dapat memahami arti pandangan Max yang nampak sangat intens itu.     

"Ya... Dan kita melupakan kalau Nathan tak kuat mabuk," ucap Tommy untuk mengalihkan diskusi kode tatapan dari Aki, Ilham dan juga Galang.     

Mereka pun akhirnya mengangguk setuju, dan mengikuti gelas Tommy yang di letakkan di atas meja. Setelahnya hanya terdiam, tak ada yang berani bersuara, dominasi dari pancaran emosi milik Max masih dapat di rasakan, dan Tommy adalah sasaran yang pasti.     

"Kenapa berhenti, emmphh… Di antara kita belum ada pemenangnya…"     

Nathan yang bersuara, lengannya menepis milik Max dengan pandang yang masih memperingati. Bangkit dari sandarannya, kali ini menyasar satu persatu wajah yang menatapnya terlalu intens. Ya, pastinya karena kedekatannya dengan Max.     

"Kau sudah mabuk parah, bisakah sedikit saja menurut?"     

Max jelas saja membentak Nathan yang sudah kembali menggapai gelasnya. Memperebutkan bilah bening berisi cairan itu hingga membuatnya secara tak sengaja tumpah mengenai kemeja yang di kenakan oleh Max.     

"Sial!"     

Keempat orang yang lainnya langsung mengalih pandang karena tak ingin berurusan dengan kejadian tak terduga antara Nathan dan Max itu. Terasa pasti, lingkup tak baik di rasakan yang lain.     

Nathan yang memperlihatkan ekpresi keterkejutannya, suaranya memekik dengan pupil matanya yang di lebarkan. Kesadarannya yang memang sedikit bermasalah sesaat lalu, perlahan mulai berganti sesal terlebih dengan Max yang sampai mengumpat keras.     

"Maafkan aku, Max…."     

"Tak masalah, ini bisa di bersihkan. Yang penting kau tak melanjutkan lagi kegilaan mu."     

Max menerima permintamaafan Nathan, hanya saja dengan sorot matanya yang menatap dengan sangat tajam tak di rasa bisa cukup melegakan. Terlebih dengan pria jangkun itu yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan melenggang pergi.     

Nathan mengikuti pergerakan Max yang membelah kerumunan orang, masih terus di ikuti sampai sosoknya benar-benar menghilang dari balik ruangan bersekat. Setelah itu, Nathan lantas menundukkan pandang.     

"Di tak marah pada mu, Nath… Malah ku rasa, Max sangat perhatian kepada mu."     

Ilham berusaha menghibur, dalam posisi terdekat, ia pun merangkul tubuh Nathan. Aki, Galang dan Tommy pun lantas mengangguk serentak. Seakan permasalahan singkat tak menjadi masalah, kelima orang itu sudah benar-benar melupakan wajah Max yang nampak sangat berang itu.     

Masing-masing dari mereka mengambil gelas mereka lagi, terkecuali untuk Nathan yang mendapatkan kawalan peringatan dari Tommy.     

Nathan pun hanya menyanggupi, karena memang tak ingin membuat Max makin punya alasan untuk memarahinya. Kembali menyandarkan tubuh dengan senyumannya yang melebar, Nathan hanya menjadi juri untuk lanjutan pertandingan dadakan itu. Berkali-kali keempat kawannya mendentingkan gelas, namun satu pun di antara mereka tak ada yang menyerah. Ya, jelas saja Nathan dan Max tak tau, keempat pria itu bertaruh dengan uang, Tommy yang tengah mencari keuntungan dan kesenangan di satu waktu.     

Max masih saja belum muncul, Nathan yang sudah sangat penasaran sampai mengalihkan pandangan dari kawan-kawannya yang sudah mulai mabuk sepertinya, lewat sudut yang sama saat pria jangkun itu pergi, masih tak menunjukkan tanda-tanda sekembaliannya lagi.     

"Wouuuu….."     

Suara musik yang makin mengencang, serentak dengan pemandu yang bersorak meminta suara dukungan. Bahkan kawan-kawan Nathan pun turut melakukanya, mengangkat kedua tangan dan melambai serentak bersama dengan orang-orang yang sudah bersemangat di lantai dansa.     

"Lihatlah wanita di sana, sangat seksi dengan pantatnya yang nampak sangat bulat," ucap Galang yang memulai perbincangan seru, lengannya menunjuk tepat pada seorang wanita yang tak jauh berjarak dari mereka. Yang lain pun mengikuti pandang, hanya Nathan yang pasrah saat Ilham merangkul dan mendesak fokus yang sama.     

"Ya-ya… Ada yang satu pemikiran dengan kita, lenganya pria cabul sudah mengerayah di sana," Ilham yang kali ini menyahut, sedangkan Nathan hanya ikut mengangguk untuk menyetujui.     

"Hahah… Dengan muka tua dan tampilan semacam itu, aku yakin wanita itu akan segera berbalik dan mencapkan telapak tangan di wajah mesum pria itu."     

"Kau salah besar kawan… Mereka sedang berdiskusi tentang harga. Uang yang bicara, lihat… Wanita itu menyerahkan diri untuk mengangkang di ranjang pak tua itu."     

Makin memekakkan telinga, semua orang lantas terpacu semangat untuk lebih meliukkan tubuhnya semenarik mungkin. Bahkan ucapan Tommy dan Aki yang mengakhiri komentar pada salah satu objek yang di komentari, Nathan sudah benar-benar tak tertarik untuk ikut tertawa bersama kawan-kawannya. Pria yang sudah melepaskan hoodie tebalnya itu merasa cemas dengan Max, kemarahannya yang sangat mudah untuk tersulut menjadi alasan utama.     

Pandangan Nathan terus di alihkan pada bagian ramai di sisi belakangnya. Sorot matanya yang sudah sangat sayu, sampai di usahakan untuk memperjelas lebih.     

"Hei, apakah di sini menerima rekan?"     

"Secara kebetulan, lima lawan sama, eh?"     

Nathan tersentak saat lagi-lagi Ilham menepuk bahunya, ia pun sontak mengangkat kepala untuk mempertanyakan maksud.     

"Ajaklah wanita itu berdansa."     

"Kenapa harus aku?"     

"Semua orang sudah tersedia. Ayolah, Nath… Jangan membuat wanita secantik itu bersedih."     

Galang yang turut menimpal. Semua kawan-kawannya pun sontak pergi, bergabung di lantai dansa dan meninggalkan peran terakhir Nathan di sana. Seorang wanita yang mengenakan gaun ketat dan sangat minim berdiri di hadapannya, memberikan sambutan yang terlewat manis meski dengan jujur tak taruh minat oleh gay semacam dirinya.     

"Apakah aku tak cukup menarik? Menurut mu, payudara ku kurang menampilkan promosi?"     

Nathan jelas saja tercekat, wanita asing itu tiba-tiba saja mengambil posisi tempat di hadapannya dan membungkukkan badan. Suaranya yang membisik erotis, langsung saja di ikuti pergerakan liar lanjutnya. Tak cukup dengan belahan dadanya yang terlihat, wanita itu bahkan mempromosi diri dengan menarik gaunnya turun. Demi apa pun, payudaranya yang besar sudah menampak jelas di hadapan wajah Nathan yang langsung saja gugup.     

Nathan tak tau caranya menghindar dari objek penglilhatannya yang menyasar objek tak semestinya itu. Pandangannya sudah meliar, jangkunnya naik turun karena benar-benar seperti tak bisa lari dari situasi yang sangat gila ini.     

"Milik mu sepertinya tak beraksi walau aku menunjukkan keistimewaan ku yang banyak di gilai para pria ini."     

Nathan seperti layaknya seorang yang sangat pengecut walau untuk menolak sekali pun. Tubuhnya bahkan di sandarkan berniat untuk memberi jarak. Namun wanita di hadapannya itu nampak benar-benar tak gentar untuk menjauh, tubuhnya ikut menempel dengan lengan yang menummpu di pungung sofa.     

Posisi yang benar-benar sangat gawat jika di lihat oleh Max. Sungguh, Nathan tak ingin mengambil resiko dengan lubangnya yang di rajam habis-habisan.     

"Kau pastinya seorang pria gay, ya? Posisi bawah?"     

Perkara yang sangat sensitif lekas saja mengambil alih semuanya. Nathan yang bersembunyi dari orientasi seksualnya yang menyimpang, sangat tak layak dengan sekali pembenaran mudah semacam itu.     

Tak lagi mementingkan resiko yang lebih besar yang jelas akan menanti, kali ini Nathan menerima tawaran dengan sangat tanggap. Tubuhnya banggit, lantas merangkul pinggul seksi wanita itu.     

Menyelam pada ratusan orang yang memenuhi lantas dansa. Nathan merapatkan tubuh pada wanita asing yang bahkan tak di kenalnya itu. Saling meliuk mengikuti irama, Nathan berusaha menunjukkan diri jika anggapan wanita itu salah besar.     

Melancarkan telapak tangannya untuk meraba tubuh rekannya itu, diam-diam Nathan mengambil petunjuk dari sepasang kekasih yang tak jauh dari posisinya.     

Nathan menang benar-benar tak menikmati, walau wanita yang ada di depanya sudah menyentuh balas pada bagian yang sensitif. Pandangannya masih tertuju pada jemari milik pria yang meraba kekasih wanitanya, Nathan merekam dengan baik dan langsung mempraktikkan.     

Karena terlalu serius, kali ini bahkan Nathan sudah tak menyadari jika seorang yang di perhatikannya itu malah menertawai.     

"Bokong wanita mu besar, remas yang kencang paman yang manis…"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.