Hold Me Tight ( boyslove)

Sangat possesif



Sangat possesif

0"Paman yang lain ada di sana, dan dia sudah menatap ku dengan sangat tajam. Lengannya juga sudah mengepal dengan sangat erat, pasti kali ini dia tak akan bisa lagi untuk menahan diri. Aku pasti akan di hajar habis-habisan."     
0

Pria bernama Jevin itu lagi-lagi membisik, lantas di sahut cepat oleh Nathan yang memahami siapa yang di maksudkan.     

Pandangan Nathan sontak mengikuti yang di arahkan Jevin. Sesuai dugaan, dalam pencahayaan seadanya dan hanya dengan gangguan silau yang warna-warni yang menyorot berganti.     

Mike di sana, melangkah cepat membelah kerumunan tanpa sekali pun sopan santun. Raut wajahnya sudah di pastikan sangat tak baik-baik saja walau hanya sekedar untuk mengulas senyum pada Nathan yang di puja.     

Jelas saja bisa di terka kelanjutannya, dan Nathan yang sudah tak ingin berada dalam situasi tengah pun langsung membuat hadangan, memundurkan satu pihak yang menjadi lawan.     

"Kekasih mu menunggu di sana sedari tadi. Dari pada melanjutkan ketidakjelasan mu untuk bicara dengan ku, lebih baik kau mengikuti saran ku untuk menghindar," bisik Nathan yang tak perlu repot-repot untuk membalikkan badan, Jevin masih tetap berdiri sangat dekat di posisinya, bahkan menyambung dengan tubuh jangkunnya yang masih di tundukkan.     

Jevin hanya tersenyum mendengar ucapan pria yang lebih tua darinya itu. Pandangannya masih mengamati seseorang yang berdiri di membelakangi posisinya, dalam jarak yang sangat dekat meneliti wajah yang terpahat sangat indah.     

Nathan menepukkan punggung tangannya ke bagian dada milik Jevin, mendorongnya untuk lekas menurut pada perintah. Mike sudah semakin dekat.     

Masih merasakan, hembusan napas dan juga hawa yang sedikit panas di belakang tubuh, rupanya remaja pria itu sangat bebal hingga Nathan yang harus menghadap lurus untuk memaksa Jevin pergi.     

"Bukan waktunya untuk menjajal kekuatan mu saat ini. Di bandingkan beberapa pasukan murid dari pihak lawan, dia masih tak bisa untuk ditandingi,"     

.... Hanya berupaya untuk membalas olokan orang asing dengan kebaikan, aku hanya tak ingin ada keributan. Cepat, pergilah!"     

"Baiklah, tapi tunggu waktu untuk kita bisa bertemu lagi, paman!" balas Jevin yang masih tetap untuk menebar senyum. Pandangannya menyorot cepat untuk menggambar sketsa wajah pria itu di ingatannya.     

Tak menunggu waktu lebih lama lagi, meski harusnya Jevin tak kenal takut untuk menghadapi siapa pun. Hanya tak ingin lebih membuat pria itu kesal, ia pun lantas mengambil jarak jauh setelah sempat menyeringai pada pria dewasa dengan parasnya yang terlihat oriental.     

"Brengsek! Jangan Menghalangi ku untuk kali ini, Nath! Aku benar-benar akan menghajarnya!"     

Jevin yang memutuskan untuk beralih pergi, lantas di sasar Max yang malah berniat untuk mencengkram balas. Praktis Nathan yang bergerak dengan tanggap, menghentikan pergerakan marah Max dengan pelukan erat di belakang tubuhnya.     

Beberapa orang di dekat mereka pun sontak menaruh perhatian dengan berlebih. Kemarahan Max yang di sasar utama, terlebih dengan pria bernama Jevin yang rupanya masih menampilkan raut wajahnya yang sangat mengesalkan.     

Brakkk     

Max yang jelas saja bertenaga ekstra, bertambah sangat menyeramkan dengan emosinya yang turut mengepul. Bahkan Nathan yang masih berusaha sangat keras untuk meredam, harus jatuh karena tak sengaja tertepis lengan berotot milik Max.     

"Aouchh!"     

Nathan yang otomatis mengaduh kesakitan, bagian bawah tubuhnya yang terhempas lebih dulu, makin memperparah kesakitan pada bagian lubangnya yang masih sangat perih.     

Praktis membuat orang-orang di sana gaduh dengan sorot mata yang menyalahkan tindakan kasar Max.     

Pria berwajah oriental itu pun tanpa pikir panjang langsung bersimpuh, menakup rahang Nathan, yang malah masih menatap remaja pria yang berposisi jauh.     

"Harusnya aku meminta maaf pada mu karena membuat mu terjatuh dan tak sengaja membuat hidung mu keluar darah. Tapi sungguh, Nath... kau membuat ku sangat emosi dengan pembelaan kedua mu pada padanya dan tatapan intens itu kali ini. Kau benar-benar membuat ku cemburu."     

Deg     

Jantung Nathan otomatis saja berdebar dengan sangat kuat, niatannya sama sekali tak ingin membuat perkara dengan Max yang bahkan sudah memperingatkan sejak awal jika dirinya memang dominan yang sangat posesif.     

Memang waktu yang tak tepat, maksud Nathan yang mengkode gerakan henti pada Jevin yang malah berniat untuk menghampirinya.     

Nathan yang jelas tak ingin upaya gagal untuk mencegah kejadian yang tak di inginkan, malah mendapat kesialan beruntun. Terlebih dengan ucapan dingin dan sorot mata tajam yang menyasarnya, Nathan bisa mengerti dengan sangat jelas hukuman yang akan di terimanya nanti.     

"Hei, Nath... Apakah kau tak apa?"     

"Hidung mu berdarah, mau aku ambilkan es untuk mengompres sementara?"     

Kawan-kawan Nathan datang tak lama setelahnya, menampilkan raut wajah panik dan penasaran di satu waktu. Baik Nathan atau bahkan Max tak ada yang menimpali.     

Max masih tetap di posisi yang sama, tak melakukan pergerakan apa pun, bahkan lengannya yang menakup rahang Nathan sudah terlepas.     

Masih meneliti tingkat kemarahan Max yang sepertinya sudah tak main-main. Hawa tubuhnya sudah menyeruak panas, di rasa Nathan yang sampai merinding sekujurnya.     

Nathan ketakutan, itu tak dapat di pungkiri. Bahkan berkas pandangannya sudah sedikit memburam, sejalan dengan darah di hidungnya yang makin mengalir turun, sudah akan mengenai area bibirnya. Ia menunggu Max yang masih punya hati untuk bantu menyeka.     

Namun hanya makin membuat Nathan kesal, karena Max malah berpaling dan bangkit dari posisi bersimpuhnya.     

Nathan pun menunduk dalam, rahangnya mengetat dengan lengannya yang mengepal sekali. Ia sangat tak menyukai cara ketakutannya menyeruak hanya karena rasa bersalah yang di seakan di limpahkan penuh kepadanya. Ia sangat tak menyukai tentang cara Max yang mendominasi segala hal yang menyangkut tentang dirinya, terlebih dengan kelemahannya yang menanggapi.     

"Aku akan membawa Nathan pulang, kalian lanjut bersenang-senang saja dan lupakan kejadian tak terduga ini."     

Max berbicara pada kawan-kawan Nathan, hanya saja tak fokus di dengarkan oleh pria yang tengah berjibaku dengan pemikirannya sendiri itu.     

Max yang rupanya masih menaruh perhatian di saat hatinya tengah terbakar habis oleh kecemburuan. Membuat Nathan yang jelas saja terpekik kaget, pria yang tengah menampilkan sorot wajah dinginnya itu membawa ringan tubuh sang pria incaran pada gendongannya.     

"Max..." lirih panggil Nathan yang masih dalam keterkejutannya itu. Tubuhnya terangkat tinggi, lengan besar milik pria itu menyangga tubuh belakangnya dan juga belakang lutut. Netranya membelalak, memandang intens pada Max yang membalaskan hal sama.     

Tak lepas membuat sorot pandang di sekitarnya menjadi mengerut heran karena drama perhatian berlebih yang di tampilkan oleh dua orang pria, tak berbeda jauh dengan kawan-kawan mereka yang berpikiran terlalu jauh.     

"Sampai bertemu di lain waktu untuk melanjutkan keseruan di malam hari ini," ucap Max yang bahkan tak teralih pandang sedikit pun dari Nathan.     

Ilham, Aki, dan Galang pun hanya manggut-manggut, perwakilan balas dari Tommy yang sudah mengerti keadaan dan menyembunyikan tawa cekikikannya. "Ya, Jangan lengah konsentrasi di jalan, yang penting sampai rumah terlebih dahulu."     

Max yang langsung membawa Nathan untuk berlanjut menyusuri lautan manusia. Pria yang merangkulkan lengannya di sekitaran leher Max pun lantas seperti tersentak kondisi. Situasi yang membawanya pada keramaian dengan perhatian Max kali ini.     

Sontak saja Nathan meronta, pandangannya yang tak bisa mengalihkan rasa penasaran dari sekeliling membuatnya bertambah gugup saat selebihnya orang malah menertawai.     

Namun jelas tak berlaku pada Jevin yang telah terlewat abai, dengan seorang wanita yang ada di rangkulan, perasaannya malah membawa tak nyaman untuk pria asing yang menyorot perhatiannya itu.     

Tak di sadari sosok remaja pria yang mengesalkan Nathan sedari tadi, pria itu malah terlalu fokus pada sekitarannya yang tak sedikit menghakimi.     

"Max... Turunkan aku, cepat!" pinta. Nathan dengan menggeram jengkel.     

"Tidak, atau kau dengan perhatian mu yang akan membela remaja asing tadi."     

"Kau salah sangka, aku hanya akan mengambil hoodie ku yang tertinggal di tempat kita tadi..."     

"Aku bisa membelikan mu lebih banyak yang seperti itu."     

Alasan Nathan yang berusaha membujuk malah mendapatkan jawaban dari Max yang nampak sangat serius.     

Nathan pun lantas memberenggut, satu lengannya di lepas sementara untuk menyeka noda darahnya yang mengganggu, sangat kekanakan saat setelahnya ia malah memeperkannya pada kain kemeja di bagian dada milik Max. Tak lepas membuat pria jangkun itu menggelengkan kepala dengan bibirnya yang tertarik kedua sudutnya.     

"Orang-orang sudah pasti akan menganggap kita sebagai sepasang gay."     

"Kalau begitu aku yang suka anggapan orang-orang. Tak masalah aslinya, yang terpenting kau terlihat menjadi milik seorang Maxime Nandara."     

Nathan yang tanpa sadar malah mengamati keseriusan Max sangat menyatakan kepemilikan sepihak. Masih dengan wajah yang dominan kaku, terlihat sangat yakin jika suatu hari Nathan akan menjadi miliknya.     

Tanpa sadar wajah Nathan memerah, sangat panas yang lantas menyebar ke sekujur tubuh. Masih mendapat keyakinan akibat efek alkohol yang di tenggaknya berlebihan, alih-alih menyasar praduga salah saat sudut bibirnya sudah berkedut, memaksa untuk menarik senyum.     

Nathan yang berharga diri tinggi jelas saja menahan diri dengan mati-matian. Bahkan hanya dalam waktu sekejap sudah melupakan ratusan pasang mata yang menggangunya tadi. Max mengalih fokus Nathan secara keseluruhan.     

Sampai di parkiran mobil yang kali ini sedikit ramai orang di sekitarnya, masih terus lancang untuk melirikkan mata memandang Max yang memperlakukan Nathan dengan sangat spesial.     

Meninggalkan udara luar yang berhembus dingin, lantas beralih lebih baik saat suhu di dalam mobil sudah melingkupnya.     

Max duduk di balik kemudi, langsung memberi intens pada Nathan dengan beberapa lembar tisu yang menghapus darah di bawah hidung pria itu.     

"Apakah kau tak berniat untuk meminta maaf karena telah membuat ku seperti ini?" tanya Nathan dengan lengan yang menghentikan pergerakan Max. Secepat kilat juga dengan pandangan tajamnya yang di balaskan.     

"Apakah tidak terbalik? Harusnya yang meminta maaf justru diri mu, kan?"     

"Loh! Kenapa malah aku?"     

"Jangan belagak bodoh dan tak tahu apa pun. Bukankah kau sudah ku peringati untuk tidak macam-macam, karena aku sangat mudah cemburu,"     

... Sekarang pilih, mau hukuman di dalam mobil atau di dapur kita. Jelas kau tak akan bertanya tentang maksud hukuman dari orang seperti ku, kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.