Hold Me Tight ( boyslove)

Max yang lupa batasan



Max yang lupa batasan

0Hari ini adalah batas akhir masa rehat Nathan dari tingkah kekanak-kanakannya. Mengemban tugas yang sudah di abaikannya terlalu lama.     
0

Mengawali hari dengan lebih pagi, Lisa yang menyusup sebagai pengingat membuat kelopak mata Nathan ampuh terbuka. Ya, layaknya calon ibu yang sangat gemar memasak, penggorengan serta spatula yang didentingkan lengkap dengan suara toa miliknya yang menggelegar ke seluruh ruangan.     

"Bangun... Bangun... Bangun... Ini sudah pukul setengah tujuh pagi," teriak Lisa dengan menggunakan nada plesetan dari sebuah lagu sorak.     

"Sial, bisakah kau tak membuat gaduh? Lagi pula bagaimana cara mu masuk ke dalam ruangan ku?"     

"Nathan yang menyuruh ku, lagi pula dia sendiri yang membuka pint- Akkkhhhh....!"     

Pranggg     

Lisa menghentikan ucapan penjelasnya, menghentikannya dengan jerit yang lebih keras dari pada nyanyiannya tadi. Peralatannya tempurnya di hempas jatuh begitu saja, menggelinding dan bertabrak dengan permukaan lantai keramik.     

Max yang tengah kesal karena di ganggu, begitu saja memberi balasan dengan menarik lepas selimut yang menutup penyatuan tubuhnya dengan Nathan. Sepanjang malam, sang dominan yang masih tak rela untuk melepaskan kehangatan.     

"Dasar wanita tak waras!" olok Max yang melihat reaksi Lisa yang malah membelalakkan mata, sekali pun tak berguna dengan telapak tangan beralibi menutupi malah jemarinya yang di renggang.     

Max yang dengan tak rela melepaskan diri milik Nathan, masih meninggalkan kecupan di bahu telanjang pria yang membelakangi posisinya itu.     

Mengenakan celana pendek, Max yang masih mengamati Lisa dengan pandangan tajam pun lantas melenggang pergi ke dalam kamar mandi, meninggalkan Nathan malu setengah mati menjadi sumber keingintahuan wanita hamil itu.     

Bangkit dari posisi baringannya, lantas bersandar pada kepala ranjang, selimut di tarik untuk menutupi tubuh telanjangnya. Lisa yang datang dengan wajah berseri dan mendudukkan diri di samping kawannya.     

Menakup wajah Nathan yang memerah, lantas mempermainkan pipi yang sedikit menggembung milik pria itu.     

"Apa yang kau lakukan?" tanya Nathan dengan usahanya melepaskan diri dari wajah Lisa yang menggodanya habis-habisan.     

"Harusnya itu yang ku tanyakan kepada mu, apa yang kau lakukan, sayang..."     

Semburat kemerahan langsung menyebar di wajah Nathan, jangkunnya naik turun, bola matanya meliar untuk menghindar dari tatapan intens milik wanita hamil itu.     

"Jangan jadi menyebalkan seperti Max, Lis!"     

"Hei, memang apa yang ku lakukan hingga mampu di samakan dengan suami mu itu. Sungguh, aku tak pernah menyentuh atau pun berniat menggerayai mu seperti yang di lakukan Max, kan?"     

Lisa yang bertepuk tangan girang, telunjuknya bahkan mencolek bawah dagu milik Nathan, menggelitiknya layaknya anakan kucing yang di manja. Terlebih dengan pandangan usil Lisa yang seperti ingin menembus bagian yang di sembunyikan Nathan rapat-rapat.     

"Apa yang sedang aku lakukan? Jangan menghambat pagi ku dengan godaan semacam ini, menjadi makin memperburuk suasana hati ku saja."     

"Benarkah suasana hati mu sedang buruk? Kenapa aku tak dapat melihat dari sudut mana pun di wajah mu, ya?"     

"Sial!"     

Nathan hanya mampu mendesah, mengumpat geraman rendahnya sekalian. Perkara Max yang mempermalukannya, kali ini bertambah Lisa yang sudah menyangka macam-macam tentang kedekatannya dengan pria jangkun itu yang pastinya di sangka serius dan saling cinta mati.     

"Nath, tak berniat kah kau mempersingkat waktu dengan saling bantu menggosok punggung?"     

"Huaa...."     

Ya, sekalian hancur akibat Max yang melemparkannya undangan untuk segera datang pada pintu kamar mandi yang telah terbuka. Lisa yang lagi-lagi menjadi pemandu sorak untuk memeriahkan runtuhnya harga diri Nathan di hadapan Max. Ya, hanya bisa menurut.     

Siap datang ke meja makan yang sudah di hidangkan sarapan lezat, Lisa yang melakukannya dengan suka rela, bahkan tak mau berhenti walau Nathan sudah menunjukkan kekhawatiranya untuk wanita hamil itu. Wanti-wanti tak boleh sampai terlalu lelah, hanya bisa di pesankan untuk Lisa.     

"Tak ku sangka, kau akan sangat mengagumkan dengan setelan rapi seperti ini, Nath."     

"Terimakasih."     

Puji Lisa yang sontak langsung menarik dasi yang di genggam Nathan, bantu untuk menyimpulkannya dengan sangat rapi.     

Max yang sudah lebih dulu duduk di atas meja makan, menyeruakkan tatapan tajam akibat kedekatan Nathan dan Lisa yang sudah seperti di luar batas. Bagaimana tidak, wanita itu sudah dengan lancangnya mengecup pipi sang pria incaran, dan bodohnya lagi Nathan yang malah membalas keromantisan yang sama, menyapa keponakan dengan mengelus perut Lisa yang sudah menggembung.     

Sudah tak ada gairah kesenangan di wajah Max, ia hanya menjadi pelengkap kehadiran dari canda tawa Nathan dan Lisa di sela makan.     

"Pakaian ini ukurannya sangat pas untuk ku, terlebih dengan warnanya, aku suka, beri pujian untuk orang mu yang melakukan pekerjaan dengan sangat baik."     

Bisik Nathan tepat di depan pendengaran milik Max, sama sekali tak menyadari aura kelam dari pria yang duduk di bangku penumpang bersamanya itu, alih-alih merasa sungkan dengan dua orang yang duduk di bangku depan dengan setelan hitamnya.     

"Niel, kau di puji oleh pria di samping ku ini."     

"Terimakasih tuan."     

Nathan yang membelalakkan mata dengan bibirnya yang menganga terbuka lebar. Demi apa pun, Max mengabaikan dirinya dan yang lebih parah lagi menggunakan kata ganti yang membuat kehadirannya nampak asing di hidup pria berparas oriental itu.     

Mengulas senyum untuk seorang pria yang duduk di kursi penumpang depan karena sudah di sangkut pautkan, kali ini menyasar Max yang duduk di sudut terjauhnya.     

"Demi apa pun, ada apa dengan mu kali ini, eh?" tanya Nathan dengan suaranya yang menggeram pelan, masih usaha melingkup pembicaraan pribadi hingga membuat wajahnya di dekatkan pada posisi Max.     

"Pura-pura tak menyadari sesuatu, memang kebiasaan mu, kan?" balas Max jelas dengan nadanya yang dingin. Bahkan Nathan yang mengambil harga diri rendah untuk mendekat pun tak juga di gubris.     

"Brengsek! Bagaimana aku tahu salah ku jika kau hanya diam dan menghakimi ku yang paling bersalah di sini?"     

Kelepasan bicara, suara Nathan yang meninggi lepas volume juga yang mengeras, dua orang di bagian depan pun sampai refleks mengalih pandang untuk mengintip kondisi tak baik antara Nathan dan Max.     

Sekali lagi, Nathan hanya mengulas senyum supaya dua orang di depannya itu lekas mengalih pandang.     

Menghembuskan napas panjang, Nathan pun menyandarkan tubuhnya yang sudah sangat remuk karena percintaannya semalam yang tak kenal batas lelah. Masih Max yang menjadi perkara utama untuk suasana hatinya yang memburuk.     

Hanya bungkam, bahkan Nathan sudah mengikuti cara Max yang mengamati pemandangan luar.     

"Kali ini sudah di putuskan, selain Rian atau pria siapa pun, kau tak boleh terlalu dekat dengan Lisa."     

Nathan yang sontak saja memijat pelipisnya yang tiba-tiba saja berdenyut menyakitkan, harusnya di ketahui sejak awal jika Max yang sangat posesif adalah juga pencemburu berat.     

"Hanya karena bantuannya untuk mengikat simpul dasi?"     

"Dan jangan lupakan bagian terpentingnya, dia mencium mu dan kau balas mengelus keponakan ku. Ah tidak, secara harfiah... Kau mengelus bagian perutnya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.