Hold Me Tight ( boyslove)

Sebelum terlambat?



Sebelum terlambat?

0Menemui Max untuk menempuh jalan perjanjian rupanya bukan hal mudah seperti yang di bayangkan. Memutus pangkal mengerikan tentang pernyataan cinta tempo hari rupanya bukan perkara sepele saat Max malah dengan percaya dirinya menggoda Nathan habis-habisan.     
0

Pria dengan tubuh raksasa itu dan juga tampilannya yang terkesan kuno itu malah memberikan pertanyaan yang seketika saja membuat Nathan tak bisa berkutik. "Memangnya kau suka wanita?"     

Bagaimana Max bisa berucap sefrontal itu? Pria yang memiliki raut wajah tegas itu seperti sangat yakin dengan ucapannya yang menuduh Nathan. Apakah ia memata-matai Nathan selama ini? Apakah Max mengetahui fakta jika Nathan mempunyai kekasih seorang pria?     

Gawat! Jika hal itu memang benar adanya. Max yang mangaku ketertarikan pada Nathan malah semakin tak tau diri lagi dengan usaha pendekatannya. Setelah tadi dengan beralibi untuk bantu membersihkan bekas semburan kopi, yang ada malah lengan berotot milik pria itu yang tak tau diri meraba-raba paha terbuka Nathan.     

Sungguh, Nathan tak bisa membayangkan lagi bagaimana aksi Max selanjutnya. Lubang pantatnya bisa saja terancam dalam waktu dekat jika ia tak menjaganya baik-baik. Ya, Max bisa saja melakukan pemaksaan dengan dominasi tubuh besarnya, kan?     

Pergi secepat mungkin dari lingkup Max yang menatap cabul, Nathan pun tanpa sopan santun mengabaikan tawaran pria itu yang ingin mengajaknya jalan.     

Nathan sangat tak sudi jika harus berdekatan dengan seorang pria selain Rian. Demi apa pun, Nathan sama sekali tak ingin menyelam terlalu dalam dengan hubungan sejenis. Di akuinya memang hanya Rian yang mampu membawanya pada perasaan mendamba. Cukup hanya satu, kekasihnya seorang.     

Melajukan mobilnya kencang, sesekali pandangannya menatap spion di depan untuk mengawasi keadaan di belakangnya. Saat ini Nathan merasa sangat was-was, Max bisa saja mengirim orang lain untuk mengikutinya, kan?     

Tak ada tanda gerak-gerik mencurigakan, Nathan pun segera membelokkan arah mobilnya memasuki gedung apartement yang di tempati oleh kekasihnya itu.     

Nathan tak berniat pulang ke rumah dan malah membuatnya tenggelam pada kecanggungan bersama wanita paruh baya itu.     

Melenggangkan kaki dengan penuh percaya diri, tampilan santainya masih tetap membuat tampan secara keseluruhan. Banyak wanita yang menaruh minat kepalanya, Nathan sangat menyadari itu saat netranya tak sengaja melirik ke sekitaran. Ya, Nathan memang sangat tampan.     

Menekan bel pada unit apartement milik sang kekasih, Nathan bersiap untuk menabrakkan dirinya dalam ciuman bernafsu bersama sang kekasih.     

Masih tak ada jawaban, Nathan pun kembali menekan bel ulang. Untuk beberapa kali, Devan langsung saja mengumpat dengan desisan sarat akan kejengkelan.     

Hari apa ini? Kenapa kesialan tak henti-hentinya terus datang secara beruntun untuk mengusiknya. Di awali dengan pagi harinya yang rumit karena semalaman memikirkan Max dengan desakan meminta maaf dari kawan-kawannya. Lantas berlanjut dengan perbincangan sang mama melalui telepon dengan seseorang yang asing, wanita paruh baya itu terlihat sangat sedih, Nathan yang tak ada niatan untuk dekat pun masih saja tak bisa mengelak kekhawatirannya. Dan yang kali ini juga melengkapi, kekasih yang di harapkan menjadi solusi dari permasalahannya itu malah tak ada di sampingnya. Ya, Rian seperti banyak menghilang tanpa kabar akhir-akhir ini.     

Pasrah, Nathan pun kembali memasuki kotak besi untuk mengantarkannya cepat menuju lantai bawah, kembali.     

Memasuki mobilnya kembali dan berdiam selama beberapa saat, Nathan tak tau harus pergi kemana saat ini. Menemui Tommy, tak mungkin. Dia ada di kantor yang di pimpin Nathan, apa kata orang -orang kalau sampai memergokinya membolos kerja?     

Ke bengkel milik Galang, Nathan sedikit ragu, kehadirannya bisa saja mengganggu waktu kerja pria itu. Ya, meski pun dia adalah pemimpin yang mempunyai bisnis, Galang masih sangat suka untuk membenahi motor milik pelanggannya.     

Aki. Ya, salah satu yang di harapkan adalah pria itu.     

Menancap mobil untuk untuk membelah jalanan aspal yang mulai memanas, hari mulai siang. Perut Nathan sudah sangat keroncongan.     

Namun, kali ini Nathan sangat tak berminat untuk memasuki restoran dan menikmati makanan seorang diri.     

Bangunan yang berdiri kokoh dengan warna putih keseluruhan. Terdapat taman yang mengelilinya, rumput hijau dengan bunga wara-warni yang tumbuh menghiasi. Bangku taman pun banyak tersebar di beberapa titik, keadaannya sangat ramai dengan kumpulan orang.     

Nathan yang telah turun dari mobil terparkirnya pun segera saja melewati jalan yang di paving untuk sampai ke dalam tempat itu. Sebuah rumah sakit tempat Aki dinas, dan juga mamanya yang pernah di opname beberapa hari di sini juga. Ah ya, tempat Max yang juga bertingkah kelewatan dengan menciumnya di lantai teratas gedung.     

Sial sekali! Kenapa Nathan terus menghubungkan nama Max dalam setiap ilusinya, sih?     

Mencoba fokus, Nathan yang telah berdiri di lantai dua itu tak mengetahui ruangan Aki. Menepuk dahinya keras, ia pun segera mengambil ponsel miliknya berniat untuk menelpon.     

"Akhhh... Tidak! Mama ku pasti masih bisa di selamatkan! Lepaskan aku suster! Aku ingin membangunkan mama ku!" jerit seorang wanita yang tiba-tiba saja keluar dari suatu ruangan dengan air mata yang berlinang. Kedua orang yang mengenakan seragam putih pun lantas mengikuti dengan berusaha menenangkan wanita dengan rambut hitam terurainya itu.     

"Harap bersabar dulu nona, mama anda memang sudah tak bisa di selamatkan lagi," ucap seorang wanita lain yang mengenakan seragam tugasnya berupa terusan sebatas lutut.     

"Kalian pembohong! Uang yang sudah ku keluarkan sangat banyak, apakah masih kurang untuk membuatnya kembali hidup?" jerit wanita sedih karena berduka itu, tubuhnya memberontak tak ingin seorang pun menggenggamnya.     

"Kami sudah berupaya semampu dan sebisa kami, Tuhan yang menjadi penentu, nona."     

"Lis!"     

"Leo! Mereka tak bisa menyelamatkan mama ku! Semua usaha ku tak membuahkan hasil apa pun, semua orang itu pasti tak berusaha dengan keras untuk menyelamatkan mama ku, kan?"     

Seorang pria yang datang dari arah belakang Nathan dengan berlari itu pun segera saja menimpali kegaduhan yang terjadi. Pria yang lekas memeluk erat wanita itu, karena ketidak terimaan atas kepergian orang yang di cintainya, wanita itu masih terus mengadu.     

"Hei, apa yang kau lakukan disini?" sentak Aki yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depan Nathan yang terdiam mematung. Ya, rupanya salah satu tokoh yang menjadi penenang dengan seragam tugasnya itu adalah Aki. Nathan tak menyadari itu.     

"Hanya melihat wanita yang sedang menangis itu. Ku rasa dia sangat mencintai mamanya," ungkap Nathan. Lengannya yang terangkat dengan ponsel yang di dekatkan pada telinga itu pun langsung saja di turunkan.     

Nathan masih menimpali percakapannya dengan Aki, meski pandangannya terus saja tertarik untuk melihat kesedihan wanita yang ada di dalam dekapan teman prianya itu.     

"Ya, beginilah kondisi di rumah sakit. Kau pasti banyak melihat kesedihan serta tangis karena perpisahan yang menyangkut maut semacam itu," ucap Aki memberitahu.     

"...."     

"Makanya, cintai orangtua mu sebelum semuanya terlambat," tambah Aki saat Nathan hanya diam. saja.     

"Tapi bagaimana ya, Aki... Kalau mereka tak akan pernah bisa membalas perasaan tulus ku atas mereka, aku terlalu lelah untuk terus mencoba. Mereka terlalu abai pada ku sejak dulu, Lebih baik aku di posisi ku sekarang saja," ungkap Nathan seperti sedikit linglung, pandangannya sekarang malah terlihat kosong.     

"Ehm... Bagaimana kalau kita sekarang ke kantin? Aku lapar."     

Salah, masukan yang di berikan Aki malah tak tepat, ia seperti melupakan sesaat hubungan Nathan dengan orangtuanya yang tak harmonis. Aki pun coba untuk mengalihkan pembicaraan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.