Hold Me Tight ( boyslove)

Sangat sulit untuk di jalani



Sangat sulit untuk di jalani

0Hubungan, bukankah kata singkat itu merupakan sesuatu yang jelas untuk bisa mendapatkan timbal balik?     
0

Membutuhkan setidaknya dua posisi untuk bisa saling berbalas. Hubungan percintaan, hubungan kerja, terlebih suatu hubungan yang sangat dekat, seperti keluarga.     

Melibatkan suatu perasaan, melibatkan perkiraan keuntungan yang di dapat jika dekat, atau bahkan harapan untuk mendapatkan kebahagiaan yang utama.     

Hubungan hanya terjalin jika kedua pihak saling membuka diri, mengenal lebih dekat dengan jalan komunikasi intens. Memberi ruang terbuka serta waktu yang sampai di sisakan.     

Sampai saat ini, Nathan belum memikirkan kata singkat itu dengan serius. Hidupnya hanya di jalani sesuai arus membawanya. Nathan cenderung berpikiran sederhana, jika seseorang yang bisa menarik minat untuknya dekat, ia akan melangkah maju terlebih dahulu, seperti saat pertemuannya dengan keempat orang kawannya itu. Mencari jalan gembira dengan sisi yang terlihatnya sangat menantang untuk di hadapi bersama. Kenakalan remaja yang membuat Nathan malah merasa kesenangan. Di situ Nathan menemukan jiwa solidaritas dan kesetiakawanan yang sebenarnya.     

Namun di sisi yang sedikit berbeda, Nathan bisa membuka hati untuk dekat dengan siapa pun yang mempunyai usaha keras dan keinginan penuh untuk bersamanya. Hal ini memang awalnya begitu sangat sulit untuk di bukanya jalan, hanya Rian sang kekasihnya lah yang bisa sampai menembus. Hanya satu-satunya sampai saat ini.     

Sedangkan di sisi berlawanan, ia akan sangat menghindari orang-orang yang membuatnya merasa tak nyaman, hanya bisa membuatnya risih. Max, pria bertubuh raksasa yang menjadi contoh paling utama. Nathan, pria itu tak ada niatan untuk dekat dengan sosok semacam Max.     

Nathan memang terlihat sangat cuek dalam melihat sekitar, lingkupnya yang sempit memang di sengaja. Namun di balik itu semua, ia cukup bisa di katakan tulus untuk hubungan-hubungan yang di tariknya.     

Menghindari seseorang yang seperti tak ada niat untuk ada di dekatnya, Nathan memang layaknya pria tanpa usaha. Di saat desakan dekat untuk sebuah kedekatan yang sudah sangat jelas. Nathan dengan keluarganya.     

Namun memang bukan hal mudah untuk melakukan perbaikan saat di satu yang terpenting malah tertutupi, sebuah rahasia yang membuat Nathan memilih untuk tetap berdiri pada posisinya saat ini. Tanpa merasa kebingungan dan sedih seperti Nathan remaja dulu.     

Memikirkan kejadian yang baru di saksikannya beberapa saat lalu, seorang wanit yang menjerit protes atas sebuah kehendak dari pencipta. Saat nyawa yang sudah habis masa menjadi pemutus mutlak untuk hubungan di dunia.     

Jangan berpikiran jika Nathan tak turut merasa bergetar karena hal itu. Di sudut terdalam hatinya, rasa cinta untuk orangtua juga masih tersisa.     

Kali ini Nathan juga merasakan kesedihan di satu waktu. Bagaimana jika suatu hari ia ada di dalam posisi wanita yang kehilangan tadi?     

Telapak tangan yang tengah memegang sendok garpu itu pun sontak saja bergetar. Kekuatannya seperti hilang keseluruhan, bahkan untuk beban seringan itu.     

Seketika saja kepala Nathan terasa ikut berdenyut, pikiran berat yang secara tiba-tiba datang datang itu tak mampu di tampungnya. Dalam satu waktu, Nathan seperti merasakan banyak hal, sedih, bingung, kecewa, marah dengan diri sendiri, atau pun pada keadaan.     

Di sebuah ruang terbuka dengan dominasi warna putih, orang-orang sangat ramai dengan perbincangan pelan atau pun yang tanpa malu bercanda dengan mengeluarkan tawa keras. Seperti sangat kontras di rasakan pria yang mengenakan setelan rumahan itu, bayangannya yang terlalu melayang jauh tak membuatnya turut serta dalam lingkup.     

Bangku yang pernah di dudukinya, pesanan yang sama saat dua orang mengganggu suapan makannya. Kali ini Nathan malah berpikiran terlalu jauh dengan menyangkut pautkan Max serta Cherlin dalam pengaruhnya. Ya, mereka berdua membuat Nathan waktu itu merasakan sakit hati karena melihat posisi yang dulu di perjuangkannya di geser dengan mudah. Nathan yang dulu ingin sekali dekat dengan sang mama.     

"Nath, makanan di kantin rumah sakit ini rasanya enakkan?" ucap seseorang yang duduk di hadapan Nathan. Pria berwajah sangat mungil dengan kapasitas otak yang terlalu besar hingga membuatnya berhasil menjadi dokter di usia muda. Dia adalah kawan Nathan yang paling polos, Aki.     

Pria yang terlihat sangat lahap dengan mulutnya yang dijejal penuh itu pun sontak saja merasakan ada yang berbeda dengan Nathan, pria itu tak lekas menyahuti ucapan basa-basinya.     

Mencoba menyadarkan, lengan Aki pun seketika saja meninggalkan pegangannya pada alat makan, kali ini pria itu menggapai milik Nathan untuk di sentuh ringan.     

Terlonjak kaget, Nathan pun segera mengembalikkan fokus di tempatnya kini saat Aki menariknya.     

"Hmm..." dehem Nathan dengan kepalanya yang refleks mengangguk. Bibirnya kemudian mengulas senyum, seolah memberi tunjuk jika ia memperhatikan.     

Namun seperti tak sepenuhnya, nyatanya kedua lengan yang menggenggam sendok garpu itu malah mengaduk makanan yang di pesan, seperti makanan itu sangat tak menggugah selera di jam makan siang seperti ini.     

Aki yang lagi-lagi berada di dekap lamunan seseorang itu pun membuatnya sedikit kebingungan. Belakang kepalanya seketika di garuk berulang, Aki merasa gatal tiba-tiba.     

Mencari ide lain untuk bisa menarik komunikasi, Aki pun menemukan cara.     

"Nath, aku mau minta lauk milik mu sedikit, tak apa?" izin Aki yang pura-pura datang untuk mengusik. Di ketahuinya, Nathan selalu saja marah jika ada yang mengusik waktu makannya.     

"Nih, ambil saja," balas Nathan yang ternyata merespon. Kali ini potongan paha ayam yang masih utuh di angsurkan pada piring Aki.     

Milik Nathan pun hanya tersisa nasi utuh dengan sisa bumbu dari masakan. Pria itu lantas menegak minuman dingin yang di pesannya.     

Melihatnya, Aki pun menyerah. Melihat paha ayam menggiurkan, Aki pun seketika saja merasa bersemangat untuk membabat habis.     

"Bagaimana kau bisa terpikir untuk menemui ku, Nath? Bukan hanya untuk menemaniku makan, kan?" tanya Aki setelah menuntaskan habis tak tersisa makanannya, air minum pun turut tandas, tanpa setetes air pun.     

"Itu salah satunya," balas Nathan yang kini menyandarkan tubuhnya di sandaran bangku kayu itu. Lengannya bersendekap.     

"Memang hari ini kau tak ke kantor?" tanya Aki yang mulai ikut bersandar, perutnya begah karena terlalu kenyang.     

"Sedang malas," timpal Nathan dengan entengnya.     

"Oh... Enak sekali menjadi pimpinan, ya!"     

"Aki, menurut mu... Kenapa rasa cinta bisa tumbuh?" tanya Nathan berniat meminta pendapat.     

"Ehm... Cinta yang kau maksud itu seperti, apa?"     

"Semua bentuk cinta, apa pun yang menyangkutnya," ucap Nathan memperjelas.     

"Kau sepertinya kurang tepat untuk membicarakan hal itu dengan ku. Hanya saja, memang aku mempunyai pendapat tentang itu, dengan pikiran ku yang sangat sederhana ini."     

"Memangnya bagaimana?" tanya Nathan yang makin penasaran. Dari ucapan Aki, Nathan merasa jika kawannya yang bertubuh mungil itu memiliki pemikiran sama sepertinya.     

"Cinta, menurutku kata kerja itu sangat sulit untuk di jalani, untuk itu aku tak ada sedikit pun niatan untuk membuang waktu yang hanya berlangsung sangat singkat ini."     

"Hahha... Dasar kau!"     

"Ehmm... Nath! Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal tak penting itu?"     

"Hanya iseng saja," balas Nathan dengan bahu yang di gidikkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.