Hold Me Tight ( boyslove)

Pergi



Pergi

0"Ma, bisakah kita berjalan sendiri-sendiri? Jadilah seperti sifatmu yang dulu, karena kau yang sangat ini berhadapan dengan ku, bisa saja ku benci," ucap Nathan yang lantas bangkit dari tempatnya. Melepaskan cekalan tangan milik wanita paruh baya yang membuat pria itu tak nyaman.     
0

Langkahnya di bawa untuk menjauh, keluar dari zona lingkaran yang sama sekali tak menguntungkan baginya. Setelah hatinya rapuh karena ketidak pedulian, orang yang menjadi alasan hidup kesepiannya itu malah tiba-tiba datang dan mengadu tentang segala hal padanya. Mama Nathan itu seperti tanpa rasa bersalah sedikit pun, menjelma menjadi sosok paling menderita. Wanita paruh baya itu jelas tak sedikit pun melihat kesedihan Nathan selama ini.     

"Hei, bagaimana bisa kau meninggalkan mama yang tengah bersedih ini. Kau bilang akan membenci ku?"     

Sebuah ucapan singkat yang membuat Nathan menghentikan langkah pelannya di ambang pintu. Tak berniat untuk membalikkan tubuh dan menatap wanita yang terdengar menangis tersedu. Nathan tak ingin sedikit pun terpengaruh, ia hanya ingin bergerak sesuai keinginannya sendiri.     

Tanpa sadar, kelapanya yang tertunduk dalam itu meneteskan air mata, mengenai telapak tangganya yang terangkat sampai batas perut. Butiran air kesedihan yang di ikuti yang lain setelahnya, telapak tangan terbuka Nathan menjadi basah sekarang.     

Tempat yang sesaat lalu di sentuh oleh wanita yang melahirkannya ke dunia. Bekas hangatnya masih sedikit terasa. Rasa yang di nantikan setelah sekian lama. Tapi kenapa hanya karena suatu masalah yang datang menimpa saja wanita itu datang? Kenapa hanya baru-baru ini? Di saat kekecewaannya seperti sudah sangat menumpuk.     

"Jawab mama! Apa kau akan meninggalkan mama seperti orang lain? Apakah kau sama dengan mereka, Nath?!" jerit Rara yang kali ini mengepalkan erat buku jarinya. Kukunya panjangnya yang terawat itu bahkan sudah memberi luka pada telapaknya.     

Rasa sesal, jelas saja wanita paruh baya itu sangat menyesal dengan tingkahnya yang selama ini tak bisa fokus pada orang-orang yang mencintainya dengan tulus. Ia hanya terpaku pada obsesi untuk mendapatkan perhatian dari pria yang di cintainya saja. Buah hatinya, satu-satunya, kini malah pergi karena kebodohannya itu.     

Berpaling dari wanita yang melahirkannya, memunggunginya tanpa sedikit pun ada pertanda untuk melakukan pergerakan untuk memeluk tubuh rapuh wanita yang melahirkannya itu. Tangisnya sudah sangat membanjiri wajah, keringat dingin seluruhnya keluar, sangat menguras perasaan.     

"Ma, kita bertemu lagi setelah keadaan kita membaik. Ku harap di saat itu, kau memang benar-benar membutuhkan ku, membutuhkan cinta tulus ku," balasan Nathan yang memang dipikirkannya matang-matang.     

Sedih, memang sangat sedih. Tapi hubungan mereka tak bisa hanya sekedar memberi lingkup pribadi dengan kesibukan masing-masing. Keluarga, Nathan juga mengharapkan definisi sesungguhnya dari sebutan itu. Jika pun dalam waktu dekat ini mustahil, pria itu lebih baik memilih untuk pergi. Nathan tak ingin sebuah kepalsuan yang menariknya mendadak pada kebahagiaan sementara.     

"Tidak, tidak bisa seperti itu, Nath! Kembali kepada mama, sayang...!"     

Langkah Nathan kembali di lanjutkan, kali ini tanpa adanya keraguan untuk pergi. Jerit protes dari sang mama yang berusaha menghadang kepergiannya itu sama sekali tak diindahkan. Menuruni tangga dengan melangkahi dua undakan sekaligus, Nathan membuka lantas menutup pintu depan dengan bantingan keras. Menghilangkan suara tangis wanita paruh baya yang ternyata mengikutinya itu.     

Memasuki mobil merah yang baru sebentar di parkirnya itu. Mengkode seorang penjaga untuk segera membukakannya pintu. Melesat dengan terburu-buru hingga melajukan kendaraannya dengan kecepatan tak kira-kira.     

Mengusap air matanya yang menggenang, membuat pandangannya sedikit memburam. Wajah Nathan sangat merah, kepalanya sekarang juga teramat sakit karena memikirkan begitu banyak hal.     

Tak ada seorang pun yang kali ini berkemungkinan untuk di datanginya, kawan-kawannya jelas sibuk dengan urusan masing-masing. Lagipula, tak sangat kekanakan untuk mengusik salah satu dari mereka hanya untuk mendengarnya menangis seperti sekarang ini.     

Nathan akan lari kemana? Ia sama sekali tak ada tujuan. Bahkan kekasihnya yang di kira bisa memberi lingkup pribadi dengan hanya berisi kesenangan itu kini semakin berubah, mereka saat ini begitu sangat jauh. Nathan benar-benar sendiri, saat ini.     

Pikirannya kalut, tangis wanita itu masih jelas terngiang di benaknya. Sejenak, Nathan memang sedikit tersentuh dengan perasaan sayang dari wanita paruh baya yang tiba-tiba mendatanginya itu. Nyatanya ia hanya salah kira, segala kata-kata yang di bawa sosok mamanya itu hanyalah sebuah hasutan untuk menutup dunia dari pandangannya. Menutup kesalahan wanita itu sendiri dengan papanya yang terlihat berkhianat dengan menikahi orang lain, dan kata-kata lain yang di sangkut pautkan wanita itu tentang Max, pria berparas tampan yang mengaku menyukai Nathan     

Ya, Max yang terlihat dekat dengan mamanya itu bahkan segera mendapat kebencian hanya karena perbedaan orientasi saja. Max yang seperti itu saja lantas di hempas menjauh, bagaimana Nathan yang hanya ada di batas hubungan tertulis? Tanpa sedikit pun cinta dan perhatian, bukankah Nathan akan lebih mudah di jauhi oleh mama nya itu? Setelah mamanya mendapat bahagianya sendiri, Nathan mana mungkin di ikutkan?     

"Aku tak peduli, aku tak peduli!" umpat Nathan dengan mempererat kedua tangannya, memuku-mukul kemudi dengan keras dan berulang.     

Mobil miliknya masih melaju dengan kencang, Nathan mulai sedikit tak konsentrasi dengan jalanan yang memang lumayan sepi itu. Pikiran mirisnya terlalu membawa jauh. Jiwa Nathan seperti tak ada di tempat, pria yang terus saja menangis itu lalai. Pandangannya sudah tak memberikan keadaan di depan sana.     

Hanya seperti itu, Nathan seperti memasrahkan hidupnya dengan kejadian yang bisa saja terjadi, pria itu seperti ingin melayang dengan beban ringan yang seperti tiba-tiba saja terangkat. Ya, sangat nyaman. Nathan seperti menghilangkan sedihnya untuk detik itu.     

"Nath... Nathan..."     

Sebuah ilusi suara lantas hadir tiba-tiba. Seperti hendak menarik pria itu untuk segera tersadar. Tersentak, kelopak mata Nathan pun segera berkedip cepat. Napasnya sedikit tercekat, itu yang membuat Nathan lantas menarik napas dengan cepat dan rakus.     

Masih dalam posisi mobilnya yang sangat cepat, melaju tak ada sedikit pun halangan baik di depan atau pun sisi berlawanan. Memasuki kawasan yang memang lumayan sepi.     

Mengumpat pada diri sendiri, Nathan hampir saja celaka karena ketidak fokusannya itu. Perasaan miliknya tadi yang sedikit menyerah sampai ingin mengorbankan hidupnya itu merupakan hal yang sama sekali tak setimpal. Natha belum merasakan sedikit pun kebahagiaan. Ia ingin seperti orang lain yang bisa menikmati hidup.     

Memelankan laju mobilnya, kali ini Nathan sedikit memberikan ruang untuk dirinya sediri bisa bernapas. Kepalanya menyandar pada sandaran kursi, dan sedikit merilekskan tubuhnya yang kaku.     

Sampai pada seseorang asing yang menyita perhatiannya. Dia adalah seorang wanita, terlihat hendak memanjang batas jembatan. Apa yang dia lakukan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.