Hold Me Tight ( boyslove)

Berbagi Cerita



Berbagi Cerita

0"Aku memang tak ingin menangis, hikss… Tapi air mata ku keluar sendiri, hikss…" balas wanita itu yang malah menagis sesegukan. Terlebih dengan usapan perlahan di atas kepalanya, membuat wanita yang sedang sensitif itu merasa terharu.     
0

Sangat tak di sangka, saat kemarin bayangan frustasi wanita itu sudah memperkirakan banyak moment peninggalan yang terkumpul. Perkiraan tentang orang-orang di sekitarnya yang tak akan peduli jika terjadi hal yang mengerikan dengannya. Bukan sakit hati yang terlalu berlebihan saat tak ada satu pun yang menjadi alasannya untuk melanjutkan hidup kembali, rasanya sangat berat untuk menegakkan kepala dan berjalan di atas sorakan suara yang berusaha menenggelamkannya pada palung terdalam.     

Sampai saat pertemuannya dengan seseorang pria yang terlihat sangat baik, pada awalnya memang sempat membuatnya meragu untuk bisa menjalin kedekatan hanya sebatas sahabat. Namun lagi-lagi pria yang mendekapnya kali ini berusaha memberi keyakinan. Bujukan awam yang tiba-tiba menjadi pertimbangan kuat tersendiri untuknya bisa menurut. Menemukan lingkup baru, agaknya hal itu yang menjadi keinginannya saat ini.     

Mendongakkan pandang, pria yang masih tetap perhatian dan sampai bantu memijat pelipis wanita itu pun membuat sosok sedih itu dengan cepat membaik. Saat netra keduanya bertemu, keduanya pun kompak mengulas senyum.     

"Jangan menangis, wajah mu terlihat sangat jelek, tau!"     

"Hahha…"     

"Kenapa tertawa? Aku kan sedang mengolok mu," timpal Nathan yang saat ini memberanikan diri untuk bantu mengusap air mata dari wanita yang di tolongnya.     

"Kau sangat baik, tampan, kaya, apa kekurangan mu?" goda wanita itu. Lengannya yang tadi dengan reflek merangkul sekitaran pinggang sang pria pun lekas di lepaskan. Dengan cepat mengusap wajahnya yang sangat basah.     

"Tak suka wanita, mungkin?"     

Pergerakan wanita itu pun sontak terhenti, kepalanya mendongak lagi untuk menatap pria yang berdiri di sampingnya. "Selalu saja begitu, padahal aku hendak mengincar mu untuk menjadi milik ku," ucap wanita itu dengan bibirnya yang mencebik.     

"Hahah… Tunggu, kau tak mengatakan niatan mu yang sesungguhnya, kan?" tawa Nathan sontak terhenti, lanjutan dari ucapannya seketika saja menjadi sangat datar. Rautnya tak bisa menutupi keterkejutan, bukan hal lucu jika seorang wanita mengejar pria yang masih mempunyai kekasih pria juga.     

Nathan pun memijat pelipisnya, memutar badan untuk kembali pada posisi duduknya yang nyaman sesaat tadi.     

"Kenapa kau mengira aku sedang berbohong?"     

"Hei…"     

"Perlu kau tau jika aku masih dalam hubungan percintaan dengan seorang pria," balas Nathan menekankan dirinya.     

"Meski pun begitu, apakah seorang wanita yang cukup cantik dengan janin di dalam perutnya tak membuat mu tergoda?"     

"Kau mengatakannya sekali lagi, aku akan pergi," balas Nathan yang sampai kepada keputusan final. Wanita yang masih tak di ketahui namanya itu nampak sangat serius, ia yang awalnya mengira jika ucapan wanita itu hanya sebuah candaan lekas berganti was-was.     

"Tak berniat untuk melemaskan telapak tangan mu dengan meremas payudara ku yang cukup besar?"     

Nathan pun sontak menatap tajam pada seorang wanita itu. Napasnya di tarik dengan rakus dan lekas menghembuskannya penuh dengan emosi.     

"Baiklah, aku pergi!"     

Nathan sudah beranjak perlahan dari tempat duduknya. Meringis kesakitan saat otot di bagian pangkal pahanya seperti tertarik mendadak dan salah posisi. Langkahnya masih tak di fungsikan, pergerakannya kaku mendadak.     

"Hahah… Hei, aku hanya bercanda saja, jangan di anggap serius. Duduklah lagi… Kita bahkan belum berkenalan."     

Wanita yang menyemburkan tawa kerasnya itu sontak menarik perhatian Nathan. Wajah wanita yang masih menampakkan jelas bekas gurat kesedihannya kali ini berekspresi berubah seratus delapan puluh derajat. Pria itu pun di buat kebingungan, sedikit merasa kesal karena merasa di permainkan.     

Nathan pun kembali pada posisinya. Selain karena ingin mengobrol dengan sosok wanita asing yang tak jelas ini, ia juga ingin mengistirahatkan diri sejenak. Ia tadi memang hanya menggertak, Nathan tak mungkin pergi cepat-cepat dari kediaman nyaman saat tujuan lanjutannya masih belum terpikirkan. Terlebih dengan asupan kendaraanya yang sudah meringkik untuk minta di isi, sepeser uang pun juga tak ada di dalam kantungnya.     

"Itu yang ku heran dari mu, kau berani menggoda seorang pria asing?"     

"Maafkan aku, aku hanya berusaha menghibur diri ku sendiri. Ku harap kau tak cepat menghakimi ku sebagai wanita murahan. Ya, seperti yang orang-orang katakan," balas wanita itu sembari mengulas senyum. Namun pria itu tak cukup bodoh untuk melihat sorot mata yang tiba-tiba saja menjadi sangat sendu.     

Nathan mengamati wanita yang di terka masih lebih darinya itu. Dengan senyum ayu dan juga permasalahan yang terlihat begitu merongrong sosoknya yang masih tak kuat secara mental. Pada dasarnya mereka sama, dengan versi yang berbeda, Nathan melihat dirinya ada di dalam wanita itu. Frustasi dan rasa memberontaknya pada takdir. Mereka sama.     

"Nathan," ucap pria itu memperkenalkan diri. Tidak dengan jabat tangan yang di sodorkan, ia hanya menganggap dagunya satu kali dengan wajahnya yang kaku.     

"Lisa," balas wanita itu lantas melakukan hal yang sama dengan Nathan.     

"Kau mengizinkan ku untuk mendengar cerita mu?" tanya Nathan lebih untuk memastikan keseriusan dari wanita bernama Lisa. Sungguh, ia tak ingin terlihat lancang dengan terus menjadi pendengar tanpa meminta mengingatkan jika privasi masih ada pada masing-masing. Barangkali wanita itu terlalu senang karena menemukan orang baru, Nathan tak ingin menjadi penyebab masalah lain karena tak secara langsung menyusup pada rahasia. Nathan ingin Lisa mengucapkan niatannya dengan jujur dan rileks tanpa perasaan yang menggebu.     

"Tentu saja, jika kau tak merasa keberatan, Nath."     

"Sama sekali, aku hanya heran saja. Apakah kau mempercayai ku? Mempercayai orang yang baru saja kau temui?"     

"Seperti yang ku katakan, kau adalah orang baik, dan aku membutuhkan orang positif di dalam lingkup terdekat ku."     

Nathan pun sontak menganggukkan kepala. "Niatan mu bunuh diri, jadi karena tak kuat menahan hujatan dari sekitar mu. Menyangka kau wanita murahan karena hamil di luar nikah?" tanya pria itu sedikit berhati-hati.     

"Ya, semua orang yang awalnya sangat baik terhadap ku, perlahan hilang satu per satu karena masalah ku ini," balas Lisa dengan senyum miris.     

"Tak semuanya, kan? Pastinya ada seseorang yang tulus dan datang pada mu tanpa pamrih. Memeluk tubuh mu erat saat kau menangis tersedu, menenangkan mu dengan usapan perlahan di tubuh belakang mu."     

"Hmm… Memang ada, tapi orang itu baru saja datang di hadapan ku saat ini."     

"Hei, kau jangan bercanda. Aku melihat seorang pria yang datang dengan kecemasannya dan lekas memeluk mu di rumah sakit waktu itu."     

"Kau tau aku menangis di rumah sakit karena mama ku meninggal?"     

"Aku tak sengaja melihat mu. Kau yang terlihat sangat terpukul karena kehilangan wanita yang telah melahirkan mu."     

"Semua orang akan seperti itu, Nath?"     

"Benarkah? Tapi ku rasa aku bukan salah satunya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.