Hold Me Tight ( boyslove)

Sahabat?



Sahabat?

0Bukan sebuah rasa yang timbul sementara. Bukan semacam barang yang akan terus berganti seiring dengan perkembangan yang sedang populer di minati. Bukan kedengkian yang kehausan yang haus untuk mendapatkan milik orang lain.     
0

Bukan selayaknya kalimat kosong yang di lontarkan. Bukan seperti ucapan tak bermakna hanya untuk sebuah jebakan. Nyatanya semuanya hal yang sudah di ungkapkan, melewati proses panjang penuh pertimbangan.     

Bukan hal yang patut di persulit untuk sesuatu yang sangat berat di gapai. Bukan pula menjadi alasan untuk menyerah di tengah jalan dan dengan gampangnya bisa di lupakan. Cinta miliknya tak rapuh itu.     

Seperti menjadi hal baru setelah sekian lama terlupakan, pria dengan paras tampannya di batas rata-rata itu sudah sangat yakin tentang sosok yang menjadi sasaran untuk hatinya bisa berlabuh. Bukan tentang perbedaan yang jelas dari selera orang lain, menjadi pecinta dari seseorang yang berjenis kelamin sama dengannya tak perlu di perdebatkan.     

Tak ada yang salah dalam cinta. Tak ada yang perlu di benarkan untuk itu, semua sama, timbul dari lubuk hati terdalam dan sudah menyinggahi kasih sayang terbesar di sana.     

Nathan, pria itu tak ada sedikit pun kelebihan yang nampak dari luar, selain dengan senyum seringainya yang sering kali di tampilkan. Bukan tipe pria manis dengan perbuatan tanpa sadarnya seperti seseorang di masa lalu, namun menjadi sangat mengherankan jika ia malah seperti mencandu untuk terus berada di dekat pria itu. Max yang menaruh minat pada Nathan, rasanya tak perlu menjabarkan tentang detail terkecil yang membuatnya terpesona.     

Max tak pernah memposisikan selera, hanya debaran jantung dan juga rasa menggebu untuk bisa memilikinya sudah di rasa cukup. Pria yang sudah memutuskan sosok yang patut di perjuangkan, hanya akan terus berusaha untuk mendapatkannya dengan cara apa pun.     

Hari berganti dengan kesibukan paginya yang merongrong untuk hadir ke dalam pertemuaan penting. Mengenakan setelah mahal dan duduk mendengarkan dengan malas atas semua penjelasan dari masing-masing devisi. Semua hal yang sudah terasa sangat memuakkan, kewajibannya sebagai pimpinan terus menjadi alasan untuknya wajib bersikap profesional.     

Terlebih tentang memori beberapa hari lalu, saat sang pujaan hati berada dalam lingkup terdekatnya. Melakukan hal terkecil apa pun untuk bisa di pandang terkesan.     

Max yang menggoda Nathan dengan pembicaraan cabul. Max yang bangun lebih pagi hanya untuk menyiapkan makanan. Nathan yang sering kali mendekam dalam kamar tamunya tak di permasalahkan. Sekalipun jejak peninggalan dirinya dengan beberapa barang dari sang pemilik yang menjadi berantakan. Bukan mempredikatkan pria menggemaskan itu dengan sebutan tak tau diri, Max malah sangat senang karena Nathan terlihat menerapkan kalimatnya untuk menjadikan unit apartement itu sebagai miliknya juga.     

Kali ini pria bersurai kecoklatan itu malah sangat menyesalkan, akibat dari lagak bicaranya yang memaksa Nathan untuk berdamai dengan masalah. Pria itu pergi begitu saja, bahkan sebelum sempat Max menyusup masuk ke dalam selimut tebal yang melingkup kecintaannya itu.     

Berdiri melamun, lengannya yang bersendekap di dengan dada, pandangan pria itu sudah hilang dengan fokusnya yang berlayar jauh meninggalkan tempat. Raut dominan tegasnya selalu menampil, kali ini lengkap dengan gertakan gigi saat pintu ruangannya terbuka tanpa izin.     

Tak Tak Takk     

Suara langkah kaki dari sepatu tinggi yang di pastikan berharga mahal. Bunyi kerincing yang sangat lirih dari perhiasan mewah yang bergerak mengalun seirama dengan tubuh yang membawanya. Aroma wewangian yang tercium semakin jelas sudah cukup membuat Max berada pada hari buruknya.     

"Hai, sayang... Kau senang dengan kehadiran ku?"     

Benar saja, pemilik suara manja yang di kenalnya sebagai pelaku. Lengan kurusnya yang menyusup tanpa tau malu, kali ini malah mengikis jarak dengan pelukan eratnya dari belakang.     

Menghembuskan napas panjang, netra hijau keabuannya terlihat semakin menajam, terlebih dengan lekuk tubuh di belakangnya yang terasa menggelikan saat menempel di belakang tubuh besarnya.     

"Kau butuh uang berapa untuk bisa meninggalkan ku saat ini juga?"     

"Brengsek, apa yang kau katakan? Apakah membawakan makan siang untuk kekasih ku sendiri sangat mencurigakan?"     

Max membalikkan tubuh atletisnya saat wanita yang datang tanpa permisi itu melepaskan jeratan. Meninggalkan pemandangan indah berupa langit cerah dengan tampilan di perkecil dari ribuan bangunan yang berderet. Pria itu memilih ketidak sepadanan karena wanita di hadapannya ini semakin membuatnya bertambah muak.     

"Kenapa raut mu sangat masam saat menatap ku? Apakan tampilan ku yang cantik dan seksi ini masih sangat kurang?"     

Wanita itu nampaknya terus akan bertingkah. Penolakan yang sudah jelas nyatanya tak di pedulikan sama sekali. Wanita dengan polesan rias berlebihannya itu sudah kembali melemparkan tubuhnya pada dekapan berbahaya milik pria dingin itu.     

"Apakah kau tak khawatir jika aku akan melemparkan mu dari atas ketinggian gedung ini?" ancam Max yang terkesan main-main itu malah membuat sang wanita meresponnya dengan tawa renyah. Wajah cantiknya yang menempel di dada bidang Max pun di lepas, pandangannya terangkat untuk menatap pria yang masih di dekapnya itu.     

"Yang benar saja? Lelucon mu sangat menggelikan untuk di perdengarkan. Dari pada melempar wanita cantik seperti ku pada pelukan kematian, kenapa tidak kau manfaatkan saja aku lebih dulu? Menghabisi ku di atas ranjang, misalnya?"     

Max yang mendengar ucapan wanita yang sialnya adalah kawannya lamanya itu, tak ada respon lain terkecuali wajah datar yang di tunjukkan. Jika berbalas kata-kata, di akui ia masih sangat kalah dengan rubah betina ini.     

"Dari pada kita terus berdiri berhadapan dengan berbalas kata-kata tak berguna, alangkah baiknya jika kau duduk tenang dan menikmati makanan yang ku bawakan untuk mu."     

Wanita bernama Lea itu pun menarik lengan Max untuk mengikutinya, menempati sofa empuk dengan posisi duduknya yang menempel. Max yang sudah sangat gerah pun menepis lengan milik Lea yang masih saja lancang untuk meraba area kejantanannya.     

"Jika makanan yang kau sajikan dalam maksud mesum, bukankah kau sudah memperkirakan penolakan ku?"     

"Akhh... Kau sangat bodoh untuk terus menyia-nyiakan aku di sisi mu, Max!" dengus Lea yang tak terima karena terus di perlakukan seperti ini.     

"Aku tak pernah merasa jika aku menyia-menyiakan diri mu, karena aku mengetahui posisi kita masing-masing."     

"Oh, ayolah... Memangnya sebagai seorang sahabat tak bisa memiliki kedekatan yang lebih? Bukankah saat tubuh kita menyatu hanya akan ada kenikmatan saja? Perasaan atau apa pun yang menjadi pertimbangan mu, tak akan berlaku sedikit pun dalam bercinta."     

Kali ini Lea sudah sangat gila. Saat dekapan eratnya tak berpengaruh, sosok wanita yang terkenal dengan tindakan nekatnya itu sudah mendudukkan dirinya di pangkuan Max. Rok ketatnya yang sangat minim bahkan di tarik ke atas, pangkal pahanya sudah sampai terlihat. Dalam berwarna hitamnya menghadap tepat pada area kejantanan milik pria dewasa itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.