Hold Me Tight ( boyslove)

Masih sahabat



Masih sahabat

0"Kau sangat tampan..."     
0

Pujian itu nampaknya hanya sebuah basa-basi. Karena setelahnya, pergerakan brutal yang sama sekali tak sesuai dengan ucapan manisnya di lakukan segera.     

Wanita liar itu sudah meraba seluruh bagian wajah milik pria beraut dingin itu. Seakan-akan berniat untuk mengingat setiap jengkal dari tampilannya yang seringkali menyihir setiap pandang yang melihat.     

Penolakan ringan Max yang masih berusaha bersikap tenang, semakin lama agaknya malah di jadikan kesempatan untuk menguji kesabaran dari sosok pria jangkun itu.     

"Eunghh... Max..."     

Lea sudah seperti terbakar oleh hawa napsu, caranya mendesah karena sentuhan mengaguminya pada sang sahabat di perdengarkan begitu dekat dengan bagian tubuhnya yang bertugas. Tiupan pelan yang di maksudkan untuk merangsang menjadi percobaan selanjutnya.     

Wanita itu masih tak berpuas diri dengan tingkah main-mainnya. Bibirnya yang di poles tebal dengan gincu berwarna merah darah mengambil andil. Mencetakkan bentuk bibirnya yang menggoda pada beberapa area. Mulai dari pelipis, turun perlahan dengan masih menyentuhkan perpindahannya ke tulang hidung. Pandangan mereka yang akhirnya bertemu, Lea pun memberikan kedipan seksinya. Di saat bersamaan, telapak tangannya juga mencengkram surai kecoklatan milik Max yang selalu tersisir rapi.     

"Kau sangat seksi, sayang."     

Pujian selanjutnya pun terdengar. Bibirnya yang di hentikan tepat di depan milik Max pun lantas menunjukkan senyum seringainya. Tubuhnya tak ingin diam terlalu lama, Lea pun menggeliat dengan buah dada besarnya yang di tamparkan pada sisi tubuh pria yang masih merespon kaku.     

"Katakan pada ku, apakah kau tak tergoda dengan wanita liar seperti itu? Sedikit pun apakah milik mu tak bisa bangun?"     

Sudah di batas kesabaran, Max pun segera mencekal erat pergelangan lengan kecil wanita di atas pangkuannya itu. Lea sudah bertingkah terlalu jauh jika di katakan sebagai keseruan semata. Sasaran sensitif yang ada di pertengahan kakinya sudah tak bisa di maafkan lagi.     

Menyentak tubuh wanita itu untuk memberi jarak pandang yang nyaman. Max yang kali ini menjadi pengendali pun meremas lengan atas milik Lea. Rautnya sudah sangat tak terkendali, rahang tegasnya yang di perketat dengan giginya yang sontak bergemelutuk, urat di dahinya pun sampai nampak jelas terlihat.     

"Max... Ini sangat sakit... Tapi sungguh, aku memahami diri mu yang memang menyukai kekerasan dalam bercinta."     

Tak waras, memang hanya kata itu yang dapat menggambarkan betapa menjengkelkannya sikap wanita itu. Bukannya merasa takut dengan Max yang jelas sedang emosi, wanita itu malah membalasnya dengan senyum lebar yang sangat menjengkelkan.     

"Sejujurnya aku sangat tak menyukai mu, namun gelar sahabat yang sudah sangat lama ada melabeli kita, masih sangat di sayangkan untuk terhapus begitu saja. Namun semakin hari, gairah mu yang tak jelas ini membuat ku semakin bertambah muak. Aku sangat tak mempermasalahkan sifat mata duitan mu, karena ku anggap itu sebagai bayaran yang setimpal karena sudah membantu ku untuk menjadi kekasih pura-pura di depan orang tua ku."     

Max pun terus mengawasi perubahan raut wajah Lea yang sayangnya masih tak terlihat. Seperti kalimat panjang yang di lontarkan pria itu hanya sebagai gurauan semata, senyum yang masih terulas menjadi bukti.     

"Ku rasa kau sudah menjelma menjadi pria yang sangat kolot. Pria lain yang ada di posisi mu ku rasa tak akan menyia-nyiakan sedikit pun harta yang sudah di keluarkan banyak. Tugas ku yang hanya belagak santun di depan orang tua mu, rasanya tak sebanding dengan segala yang kau keluarkan sebagai imbalan," balas Lea.     

Seperti merebut posisi dominan, wanita yang sudah tak mempedulikan tempatnya berada pun lekas menghempas lengan Max yang coba menggertakknya.     

Lea pun memberontak, Max yang tak begitu saja terpengaruh pun tetap tenang dengan telapak tangannya yang mencengkram pergerakan bebas wanita itu.     

"Mike, lepaskan aku!" peringat Lea dengan suaranya yang menjerit. Kulit wajahnya yang pucat sampai berubah memerah, wanita itu sudah sangat geram dengan segala tingkah bodoh sahabatnya.     

"Tidak jika kau masih terus bertingkah menyebalkan layaknya wanita jalang!"     

"Sudah pasti, kau kembali menjadi gay lagi, Max!"     

Balasan Lea membuat pergerakan mereka sontak terhenti. Keriuhan beberapa saat lalu pun tiba-tiba saja senyap dengan pandangan mereka yang berbalas intens.     

Ingatan keduanya tertuju pada satu waktu, batas lampau yang tertembus pun tergambar dengan jelas. Cinta segi tiga yang menjadi awal mula permasalahan remaja yang melibatkan Max dan Lea.     

Bukan sekedar perkara mudah, bukan hal yang di anggap sepele jika rasa sakit yang dulu masih terasa berdenyut jika di tersentuh memorinya. Bukan saat yang tepat pula untuk menjelaskan lebih detail, banyak kenyataan yang masih tak di akui oleh salah satu pihak. Kedua pihak yang masih terus berkomunikasi, tanpa sadar masih berada dalam bayang-bayang ketidak pastian dari seseorang yang sudah menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.     

Brakk     

"Akhh..."     

Max memberi pergerakan untuk menghentikan kedekatan yang malah beralih canggung. Membanting wanita yang dalam hitungan sesaat lalu masih termenung. Membaringkannya di atas sofa dengan satu lengan berototnya yang tertimpa, pria tampan itu pun malah mengungkung Lea di dalam kuasa.     

Kali ini Max mengkode Lea untuk tutup mulut, pupil matanya yang berwarna mengesankan pun di perbesar. Sangat tak di duga jika hal sekecil itu nyatanya bisa lekas di turuti.     

"Akan sangat baik untuk mu jika kau tutup mulut seperti ini. Kita saling bekerja sama dan memberikan keuntungan masing-masing yang di butuhkan. Aku membutuhkan kehadiran di sisi ku untuk membantu ku menyelesaikan masalah, sedangkan kau membutuhkan aku untuk memenuhi tuntutan kemewahan mu. Tetap seperti itu, dan tak akan bisa di rubah dengan jalan apa pun." bisik Max penuh dengan penegasan di setiap kalimat. Lengannya yang bebas kali ini terangkat untuk menyibak helai rambut yang menutupi pandang wanita itu.     

Lea yang nampak terdiam pun cukup di pandang sebatas balasan menurut yang di butuhkan.     

Namun, seperti halnya menjinakkan hewan buas yang terlanjur menikmati aroma darah, menyodorkan dedaunan yang malah mematikan sosok baik dengan meraup lengan yang terulur dengan niatan baik.     

Lea memang sudah tak bisa di bujuk lagi dengan kata-kata halus. Menempatkannya pada posisi titik tetap tak bisa lekas membuatnya menurut.     

Max yang sudah sangat berantisipasi pun malah saja kecolongan. Pria itu terlalu lembut untuk memperingati sahabat wanitanya. Lengan kecil yang di kalungkan pada sekitaran leher milik sang pria tak cukup, kali ini wajah keduanya yang masih berjarak pun lebih di dekatkan.     

Cup     

Lea mencium Max tanpa izin, pria dewasa itu tak bisa begitu saja menyingkir, permukaan bibir bawahnya di gigit oleh wanita cerdik itu.     

Saat rasa anyir darah mulai terasa, Lea pun dengan sadisnya menjilat noda merah yang setitik namun tak henti menunjukkan liquid lainnya yang terus menyusul.     

"Aku masih belum menandai bibir mu dengan lipstik merah ku, sayang..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.