Hold Me Tight ( boyslove)

Berkorban tak seberapa



Berkorban tak seberapa

0Drttt     
0

Bunyi ponsel pun terdengar, mengusik dua sosok manusia yang tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri.     

Nathan yang merasa punya pun lekas mencari sumber suara, sedangkan Lisa nampak masih linglung dengan godaan melanjutkan tidur karena merasa bosan. Mulutnya menguap lebar, matanya yang hendak terpejam pun di paksakan untuk membelalak, Nathan menjadi perhatiannya saat ini.     

"Panggilan siapa itu? Kawan mu yang akan membantu ku mendapat pekerjaan?" tanya Lisa yang sontak menjadi sangat semangat. Bekas kantuknya dengan ajaib lenyap seketika.     

Sedangkan Nathan yang masih terfokus dengan nama seseorang yang tampil di layar ponselnya pun sontak terkesiap. Lisa kembali mengusik ketenangan pria itu, lengannya yang mencengkram bahu milik Nathan dan menggoyang-goyangkannya.     

"Bukan, hanya orang tak penting!" balas Nathan yang kemudian mengusir Lisa dengan gangguannya.     

Terpaksa terlepas, calon ibu muda itu pun kembali melemas di tempat. Tubuhnya di sandarkan lagi pada bantalan empuk, lengannya yang tadi melakukan hal tak berguna saat ini terangkat untuk mengelus letak calon bayinya tersembunyi. "Orang tak penting kenapa tau nomor ponsel mu?"     

"Ya, karena terpaksa punya," balas Nathan sekenanya. Ponsel mahalnya pun kemudian di lempar begitu saja ke arah bagian depan mobil.     

Lisa yang melihatnya sampai tak habis pikir. Pria yang ada di sampingnya itu nampak terlihat kesal tiba-tiba. Kali ini wanita itu memandang merek ponsel milik Nathan, pria itu memang benar-benar kaya.     

"Ah ya... Aku paham sekarang... Jangan-jangan kau pergi dari rumah bukan hanya karena alasan keluarga. Membuat mu dalam posisi yang lebih rumit lagi, kau bermasalah dengan kekasih pria mu juga, ya..?" balasan Lisa yang segera mendapat balasan dengusan keras.     

Nathan pun menolehkan pandang pada Lisa, satu alisnya pun terangkat kala wanita itu melakukannya lebih dulu. " Bisa jadi," balas Nathan yang diiyakan secara tak langsung.     

"Oh... Aku paham sekarang," timpal Lisa yang hanya manggut-manggut.     

Lagi-lagi, mereka terdiam untuk batas akhiran yang tak bisa di duga. Untuk beranjak bangkit dan kembali memasuki rumah rasanya sangat berat untuk di lakukan.     

Namun kali ini bukan seperti sesaat lalu yang sibuk memerintah kerja otak, Nathan dan Lisa hanya ingin melamun saja.     

Drttt     

Getar ponsel yang terdengar lagi, namun kali ini sudah tak mendapat perhatian yang terlalu berlebihan seperti sesaat lalu.     

Namun perhatian Lisa malah terus terfokus pada benda mungil itu. Jari telunjuknya di ketuk ketukkan pada permukaan bibirnya. Menimbang untuk mencurahkan pemikiran yang tiba-tiba saja lancang menyahut. Perasaan tak enak pasti ada, namun di samping itu semua keadaan mendesak lebih utama untuk terpenuhi.     

"Hei, aku baru tau kalau kau mempunyai ponsel mahal," ucap Lisa memancing pembicaraan yang akhirnya di katakan.     

"Aku hanya lupa untuk meninggalkannya begitu saja di dalam mobil," balas Nathan yang malah tak mengerti kode dari Lisa. Sangkaannya yang mungkin mengira tak pernah nampak mempermainkan benda canggih itu karena tak punya.     

Wanita itu pun sampai mendesis lirih, tubuh gugupnya yang memang sontak menggeliat di pandang Nathan penuh dengan keheranan. Senyumnya sontak tertawa lebar tertuju pada pria itu. "Ya, kau tinggalkan begitu saja, seperti benda tak penting."     

"Aku hanya malas menggunakannya saja," balasan Nathan sontak membuat Lisa kegirangan.     

"Nath... Dari pada kau abaikan seperti barang tak berguna, bagaimana kalau kita membuatnya menjadi barang berharga?" bujuk Lisa yang memang tak ada jalan lain untuk menyambung hidup. Lengan kanannya terangkat, ibu jari dan juga telunjuknya yang di rapatkan lantas di gerakkan memutar, simbol yang pastinya semua orang tau.     

Pikirnya Nathan akan terus bersama dengannya, oleh karena itu mereka harus bekerja sama, kan? Nathan yang kali ini di harapkan mampu berkorban lebih dulu, Lisa pasti akan membalasnya jika ada kesempatan. Ia pasti akan bisa jika pekerjaan sudah di dapatkan.     

Jujur saja, salah satu alasannya waktu itu hendak mengakhiri hidup karena memang tak ada lagi barang di rumahnya yang bisa di jual. Televisi, cicin emasnya yang kecil, bahkan ponsel jadulnya sekali pun. Lisa tak mungkin meminjam tetangga, uang tak dapat, mungkin malah cacian yang di berikan suka rela.     

"Baiklah, kalau begitu ayo kita jual," ucap Nathan setelah mempertimbangkan keberadaan benda itu sesaat tadi. Manfaatnya jelas untuk memudahkan komunikasi, sedangkan pria itu malah justru ingin menghilangkan sejenak beberapa masalah yang mengungkungnya. Tak ingin ratusan panggilan dari beberapa orang mengganggunya lagi.     

Lisa yang mendengar jawaban enteng Nathan pun sontak menganga lebar. Demi apa pun, ia tak berharap lebih untuk pria itu mengiyakan sarannya.     

Kali ini Lisa malah kebingungan, Nathan sudah membuka pintu mobilnya dan mengeluarkan kedua kakinya. "Nath... Sungguh, kau tak perlu menuruti saran ku."     

"Ayo, Lis... Turunlah!" tegas Nathan dengan anggukan yakin.     

Mereka pun lantas berjalan kaki, menyurusi gang sempit yang padat dengan rumah yang berjajar. Makin memudahkan orang-orang orang-orang di sekitaran mereka untuk menghakimi dengan lirikan mata tajam dan suara yang sengak terdengar.     

"Lihatlah! Kali ini sudah berganti pria."     

"Jangan kaget, wanita seperti itu kan memang mengincar yang lebih kaya."     

"Tapi kenapa sekarang jalan kaki? Mobil yang di pamerkan tempo hari mana?"     

"Entahlah, mungkin saja sudah terjual untuk membeli wanita itu supaya jangka waktunya kebersamaan mereka lama."     

"Hahah...."     

Suara berbalas sekelompok wanita saat Lisa lewat dengan Nathan di sampingnya. Memang tak berniat mengolok tersembunyi, yang ada mereka makin mengencangkan suara saat jarak makin memperlebar karena kedua orang itu nampak tak ingin mempedulikan.     

"Kau ingin aku menegur mereka?" izin Nathan yang berniat menawarkan bantuan. Jujur saja, hanya dengan menjadi pendengar tanpa di sasar, pria itu sudah mereka sangat tersinggung.     

Lisa yang terdiam pun hanya menggelengkan kepala. Pandangan yang sesaat sebelumnya tertunduk pun sontak terangkat, Nathan yang merangkul bahunya memberi dukungan membuat wanita itu merasa terharu. "Tak penting untuk mengurusi mereka, aku hanya ingin kerja dan mengurus hidup ku dengan sebaik mungkin. Kalau ada biaya, sebisa mungkin aku ingin pindah dari tempat itu."     

"Aku akan membantu mu jika ada kesempatan nantinya. Ya, kau harus tau jika anak orang kaya ini masih terkendala dengan uang berlimpah yang belum beratas namakan diriku," balas Nathan yang kali ini mengacak rambut terkuncir rapi milik Lisa.     

"Baiklah... Aku akan menunggu waktu itu tiba. Ku harap kau tak ingkar janji!"     

Nathan dan Lisa pun saling berjabat tangan, tersenyum dengan lebar dengan telapak tangan yang sontak bertaut.     

Langkah panjang keduanya di percepat, matahari yang sudah di atas ubun-ubun membuat mereka jelas kepanasan.     

Uang lembar tertinggi pun di dapatkan mereka cukup banyak. Ponsel mahal yang tak mungkin di beli pada counter kecil, membuat Lisa dan Nathan harus lelah bersusah payah menyusuri jalanan besar. Seorang pria gempal yang datang mencegat awalnya membuat mereka ketakutan, namun tak lagi setelah kepastian harga barang di setujui.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.