Hold Me Tight ( boyslove)

Nathan yang malu



Nathan yang malu

0"Kenapa kau bisa sampai kemari?" ucap Nathan yang mengawali percakapan. Wajahnya yang sudah sangat merah dengan dengusan protes yang terus mengepulkan asap di hidungnya.     
0

Telapak tangannya terkepal erat, menahan diri untuk tak merontokkkan deretan gigi yang di perlihatkan oleh pria di hadapannya itu. Memorinya masih jelas teringat tentang pertemuan terakhir mereka yang tak menemui kesepatakan. Kedatangan Max yang tak terduga pun cukup di pahami jika pria itu masih sangat bebal dengan ketertarikan seksual padanya.     

"Kenapa kau marah? Apakah menurut mu, orang seperti ku akan diam saja jika orang yang di cintainya memilih kehidupan yang sulit?"     

"Ehmmm… Sangat romantis…"     

Ucapan Max rupanya begitu membuat satu-satunya wanita itu terhibur. Bekas sembab pada netranya kali ini menampil dengan sangat berbinar. Bibirnya menarik kedua sudutnya dengan begitu lebar. Kedua lengannya yang menangkup di depan wajah, serta tubuhnya yang berjingkrak-jingkrak di tempat.     

Nathan pun memejamkan mata, lengannya terangkat untuk memijat pelipisnya yang seketika berdenyut. Dalam posisi berdirinya, ia pun lantas mengalih dengan meraba terlebih dahulu permukaan pembatas, Nathan menyandarkan tubuh di sana.     

Berhadapan dengan Lisa sesaat lalu, Nathan masih cukup yakin jika ketenangannya untuk menanggapi setiap pembicaraan di pertimbangkan baik-baik atas alasan suasana hati dari wanita hamil yang berubah-ubah dengan cepat.     

Sedangkan kali ini sudah berbeda cerita, Lisa nampaknya sudah sangat tertarik dengan kehadiran pria yang datang di malam hari itu. Perkenalan diri Max yang pasti di anggap benar begitu saja, membuat Nathan tak lagi bisa untuk mentolerir.     

Perpaduan Lisa dan juga Max, agaknya sangat sulit untuk Nathan bisa mengatasinya.     

"Hei, apakah kau baik-baik saja, sayang?"     

"Siapa yang kau panggil sayang, brengsek!"     

Nathan pun sontak tertarik paksa pada usaha penenangan diri. Lengannya yang tanggap pun menepis milik Max yang dengan lancang mengusap permukaan wajahnya. Raut milik Nathan sudah tak bisa terkondisi, terlebih dengan pendengarannya yang mendengar tawa cekikan dari Lisa.     

"Ya, aku salah karena memanggil mu seperti itu tanpa kesepakatan. Tapi kalau saat ini, bagaimana?"     

"Bagaimana apanya?"     

"Perjuangan ku untuk bisa menemukan mu, apakah tak membuat mu jatuh hati dan lantas menerima cinta ku?"     

Nathan menyesal karena bertanya, ia menyesal karena sesaat lalu malah menampilkan wajah yang sangat bodoh dengan raut penasaran. Max yang di ketahuinya berwajah sangat datar dengan kata-kata yang mengelikan, saat ini terdengar untuk menghatuinya lagi.     

"Tunggu dulu, jadi kalian bukan sepasang kekasih?" timpal Lisa yang mengutarakan keingintahuannya.     

"Bukan!"     

"Belum!"     

Nathan dan Max membalas serentak. Jika Nathan keukeh dengan penolakannya, maka pria yang selalu optimis itu mengutarkan kemungkinan besar yang di dapat.     

"Benarkah, lalu di antara kalian, jawaban mana yang benar?" tanya Lisa yang kali ini tak menyembunyikan semenyuman lebarnya lagi.     

"Lis, bisakah kau tak ikut perbincangan? Masuk kamar dan ganti baju mu, kau bisa masuk angin," timpal Nathan yang masih menyelipkan kalimat penuh kekhawatiran.     

"Ishhh… Aku kan ingin mengenal orang yang kau kenal juga, Nath…" rengek Lisa dengan raut wajah memohonnya, terlebih saat lengan itu menggapai milik sang pria dan menggoyang-goyangkannya.     

Max yang mendengarnya pun lantas di ingatkan dengan sebuah potret mesra yang di lihatnya siang tadi. Wanita yang ada di hadapannya memang sosok sama yang membuatnya cemburu tak beralasan. Namun setelah melihat secara langsung, rasanya pemikiran pria itu sedikit goyah jika Nathan tak akan menarik minat pada wanita bernama Lisa yang di kabarkan hamil. Kedekatan keduanya yang bahkan tak ragu di pertunjukkan, apakah Nathan akan semakin sulit untuk di dapatkan?     

"Kenapa kau sangat peduli dengan wanita itu? Perhatikan sendiri dirimu yang tengah bertelanjang dada. Kedua puting mu yang sampai mencuat, kau jelas kedinginan di bandingkan dia!"     

"Hei, matamu sedang menatap apa, eh?!"     

Nathan yang di goda pun langsung berwajah memerah. Kedua lengannya dengan sontak menyilang untuk menghadang pandangan cabul pria di hadapannya itu.     

Tak ingin percakapan mereka terus berlanjut dengan Max yang rupanya memanfaatkan cuci mata untuk melihatnya, Nathan pun segera memasuki ruangan depan yang di tempatinya satu minggu ini. Ia pun lekas membuka lemari dan memilih pakaian yang di izinkan Lisa untuk di kenakan sesuka hati. Nathan pun dengan cepat memakai kaos tipis berwarna merah, celananya yang juga basah terkena minyak pun juga di ganti dengan cepat.     

Nathan yang hendak melangkahkan kaki untuk kembali berhadapan dengan Max pun sontak berhenti di tengah jalan. Jantungnya yang tiba-tiba berdebar sangat kencang dengan tenggorokannya yang terasa sangat kering hingga membuatnya menelan ludah serakus mungkin.     

Nathan tau jika kehadiran Max yang tak terduga di rasakannya terlalu berlebihan. Namun sekali pun tak ingin menganggapnya sebagai bentuk respon kesenangan. Ya, ia hanya terlalu membenci hingga membuatnya ingin cepat-cepat berhadapan lagi dengan Max dan berniat mengusirnya pergi secepatnya.     

"Sial!" umpat Nathan tiba-tiba. Tubuhnya yang sudah siap terarah pada pintu keluar malah kembali putar badan. Nathan merebahkan setengah tubuhnya di atas ranjang, sedangkan kakinya menggantung di pinggir ranjang. Matanya terpejam dengan sangat erat, kedua telapak tangannya yang terbuka lantas mengucek kasar wajahnya. "Ada apa dengan ku? Kenapa rasanya sangat aneh hanya karena kedatangannya?"     

Di balik kebingungan seorang pria yang bersembunyi di sebuah ruangan, pria lain yang jauh lebih frontal dengan kepercvayaan dirinya pun menghadap sang tuan rumah dengan tatapannya yang tak bersahabat. Lisa yang di tatap seperti itu, jelas saja merasa tak nyaman.     

Namun hanya karena kelebihan yang bertumpah ruah di tampilkan, wanita itu pun lantas memaklumi. Tak membalasnya keterlaluan dengan sebuah pengusiran, alih-alih senyum lebarnya yang menyambut. "Kau pasti sangat terkejut dengan orang-orang di kampung ini. Tenangkan diri mu, duduk yang nyaman, sedangkan aku akan membuatkan mu minuman hangat terlebih dahulu."     

Ucapan yang di lontarkan Lisa penuh keceriaan pun membuat Max menggelengkan kepala.     

Saat wanita itu membalikkan badan dan melangkah dengan sesekali melompat girang. Max pun mendudukkan diri pada kursi kayu yang lantas berdecit kala bebannya berlebihan. Pandangannya pun menatap pada tirai usang berwarna merah yang menyembunyikan seseorang di dalam sana.     

Bibirnya tak bisa di tahan untuk mengulas senyum, tingkah laku Nathan yang selalu saja tak bisa di tebak membuatnya malah merasa tertarik.     

Rencana licik pun tiba-tiba saja terbesit, jika keputusan Nathan yang memilih untuk menepi singkat dari rutinitas sehari-harinya, maka pria itu tak akan menjadi sosok menyebalkan dengan memaksakan kehendaknya. Max akan menurut apa pun keinginan pria menggemaskannya. Jika harus berkorban lebih, pria jangkun itu berani jamin jika dirinya sanggup memenuhi.     

Tubuh letihnya pun bersandar, membuka kancing jas kemejanya yang mengekang gerak. Sebuah benda yang bergetar pun lekas di ambil, mendapatkan perhatiannya secara penuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.