Hold Me Tight ( boyslove)

Seharusnya menjadi semakin mudah



Seharusnya menjadi semakin mudah

0Max pun mengambil ponsel yang di letakkannya di saku jas. Menghidupkan layarnya yang mati dan lekas membuka riwayat panggilan tak terjawab. Kali ini sebuah gambar yang di kirimkan membuat pria itu tertarik, tak membuang waktu untuk mengunduhnya, Max pun lantas terpekik singkat.     
0

Sebuah rumah yang jelas di ketahui siapa pemiliknya. Pria mungil yang nampak pucat dengan mata yang memerah pun juga mengirimkan fotonya di depan sebuah gerbang tinggi. Foto di bagian terakhir yang kali ini menunjukkan jari telunjuk yang tengah menekan tombol rumah. Pesan lanjutan yang di kirimnya terakhir pun cukup membuat Max tak habis pikir. "Aku akan menemui orangtua mu dan mengaku tentang hubungan kita. Nath, kau tak perlu khawatir, mereka pasti bisa memahami mu, Nath! Kau tak perlu pergi lagi dan sibuk akan keraguan mu pada hubungan kita. Pintu apartement ku akan tetap terbuka lebar untuk mu. Ku harap kau lekas kembali. Aku merindukan mu, sayang!"     

Max yang membaca baris panjang ungkapan kekasih Nathan malah tak bisa menahan diri untuk menyemburkan tawa. Kalimatnya yang di buat seakan-akan penuh perjuangan, membuat pria itu malah merasa kasihan dengannya yang hanya berharap seorang diri.     

Nathan tak akan di izinkan oleh Max untuk kembali pada cinta main-mainnya. Pria jangkun itu sudah memastikan diri jika kemenangan akan di dapatkan secepatnya.     

Lagi pula pria bernama Rian itu terlalu bodoh untuk menemui mama Nathan yang sangat sempit pemikiran. Alih-alih mendapatkan restu, remaja mungil itu pasti sudah di maki terlebih dahulu. Memang di akui jika Max mendapatkan penolakan yang sama dari ibu mertua. Namun setelah melihat kekasih Nathan yang sesunguhnya muncul, makin memperkuat posisinya. Mama Nathan tak akan membiarkan pria yang tak mempunyai kuasa untuk bersama dengan putranya. Orientasi Nathan yang makin di jelaskan jika tak akan menemui perubahan, orangtua prianya itu pastinya tak akan mewatkan dirinya yang unggul di segala sisi.     

"Hanya bisa menghidangkan teh hangat untuk mu," ucap seorang wanita yang meletakkan segelas minuman di meja hadapannya. Max yang mampak terlalu fokus dengan jelajah galeri di ponsel Nathan pun lekas mengangkat pandang.     

Lisa yang terlihat terlalu tertarik dengan sebuah benda yang ada di genggaman Max pun lantas membuat pria itu tersadar dan segera mengantonginya lagi.     

"Terimakasih," ucap Max yang langsung meredakan perut kosongnya dengan air hangat itu. Lisa yang membalasnya dengan anggukan berulang pun masih berdiri tepat di hadapan pria itu, jarinya yang memilin serentak dengan bibirnya yang di gigit permukaan luarnya.     

Max yang sadar jika di perhatikan, ia pun lantas meletakkan kembali gelas berisi air yang sudah berkurang setengahnya. Pandangannya lagi-lagi harus di angkat, terlalu berbahaya karena sisi tengah bagian tubuh wanita itu nampak mencuat dengan bulatan bentuknya yang makin menjelas.     

"Ada apa dengan mu?" tanya Max yang menjadi lupa diri, kebiasaan berkuasa membuatnya kali ini tak mempedulikan lagi kenyataan.     

Namun agaknya Lisa yang tak terlalu mempermasalahkan hal yang di anggapnya perkara kecil, alih-alih merasa jika dirinya terhina, wanita itu malah kesenangan karena kehadirannya yang selalu tak di perhatikan orang, kali ini mendapatkan pengakuan tak terduga.     

Lagi-lagi berjingkrak kesenangan, Lisa yang tak bisa menahan kesenangannya pun membuat Max lagi-lagi merasa risih. Payudaranya yang cukup besar, milik Lisa itu mengayun-ayun.     

Max pun akhirnya mengalihakan pandang, ludahnya yang di teguk kasar hingga membuat jangkunnya naik turun dengan tempo yang berulang. Bukan karena apa, Max rasanya tak pernah mengklaim diri sebagai gay sepenuhnya. Jelas, godaan yang semacam dengan Lea itu membuatnya harus menahan diri dengan kuat. Max rupanya ingin sepenuhnya mencintai Nathan, ia tak akan tergoda pada hal lain jika milik pria yang di incarnya itu masih menjadi hal yang masih sangat menggiurkan untuk di harapan bisa bersatu dengannya suatu hari nanti.     

"Nama ku Lisa, tuan!" ucapan Lisa yang nampak sudah sangat letih dengan gerakan menggebunya tadi. Dengan napasnya yang memburu serta lengannya yang terulur untuk bisa di jabat dengan Max.     

Pria itu nampak menimbang sesuatu, balasan yang di terima Lisa memakan waktu lama hingga lengannya sampai terasa keram.     

"Jangan memanggil ku tuan karena kau bukan anak buah ku. Panggil aku, Max!" balasan pria itu yang lantas membuat Lisa kesenangan.     

"Max, artinya besar, kan? Apakah milik mu memang besar?"     

Celetukan Lisa yang di iringi tawa cekikannya pun lantas mendapat pandangan datar dari pria itu. Lisa yang menyadari jika leluconnya tak cocok jika di tujukan pada orang yang baru di kenalnya pun lantas menundukkan kepala dengan rautnya yang tiba-tiba saja murung.     

Max yang menjadi pria yang sangat peka pun lantas berucap, "Perubahan raut wajah mu sangat cepat sekali. Membuat ku tiba-tiba merasa bersalah karena tega memutus kesenangan mu."     

Lisa pun kemudian menggelengkan kepalanya, kedua telapak tangannya yang terbuka pun lekas di gerakkan untuk mendukung jawabannya. Dengan mulutnya yang tiba-tiba saja gelagapan karena rasa haru, Lisa pun akhirnya mencebikkan bibir dengan pandangannya yang nanar. "Ini karena aku sedang sangat sensitif… Bayi yang ku kandung terlalu berulang untuk bisa ikut campur," balas Lisa dengan suaranya yang seperti terdengar merengek.     

"Jadi, kau memang sedang hamil? Papanya bukan Nathan, kan?"     

Pertanyaan Max yang seperti sebuah tuduhan pun lekas di tangapi Lisa dengan sangat bersemangat. Kali ini tubuh lincahnya berjalan cepat ke arah belakang tempat duduk sang pria. Penampakan depan rumahnya yang sudah sepi membuatnya lega.     

Wanita itu pun mengambil tempat duduk di sisi terdekat Max. Mengambil jalan memutar, karena di anggapnya tak sopan jika melangkahi tempat tamunya itu.     

"Max… Nathan bukan pria yang menghamili ku, kau tenang saja," balas Lisa yang masih menampilkan rautnya yang ramah.     

"Lalu, kenapa dia sangat perhatian dengan mu? Lagipula kenapa saat kalian keluar dari rumah, sama-sama menampilkan diri dengan tampilan yang seperti habis berbuat mesum?" tanya Max yang masih tak sedikit pun bisa mempercayai dengan mudah. Demi apa pun, ia hanya merasa khawatir jika Nathan yang terlalu sering berdekatan dengan Lisa terlalu dekat akan menimbulkan benih-benih ketertarikan.     

"Kau jangan berpikiran terlalu jauh. Aku dan Nathan tak akan mungkin ada rasa pada masing-masing. Kau tau, dia adalah pria yang sangat baik, aku yang pernah ingin mengakhiri hidup, di cegahnya dengan bujukan mati-matian. Sekarang kami seperti dua orang yang sangat dekat dengan pemahaman masing-masing dari kami yang mendapatkan ketidak beruntungan dalam hidup."     

"Jadi, yang kalian lakukan sesaat sebelum aku bertamu?"     

"Oh, Tuhan… Kau pasti akan terpingkal saat mendengarnya. Kau tau ranjangku kan sangat keras, dan Nathan yang anak orang kaya yang manja itu langsung merengek kesakitan. Aku hanya membantunya saja, merilekskan otot-otot kaku di tubuhnya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.