Hold Me Tight ( boyslove)

Pengalihan



Pengalihan

0Tebakan Mike yang tepat sasaran. Seperti langsung menancap di dada milik pria yang nyatanya masih lekat dengan seluruh masalahnya. Menampakkan dirinya yang penuh belas, tanpa terduga jika sebelumnya rasa bergelolak nyaris membuatnya menyerahkan diri secara cuma-cuma kepada orang yang masih di lingkup kebenciannya itu.     
0

Nathan yang kali ini sudah beraut sendu, kalimat yang di lontarkan Max memang adalah kebenaranya. Ketakutannya pada kelangsungan hidup kedepannya yang menjadi salah satu alasan yang di lakukannya saat ini, memilih pergi.     

Nathan agaknya sudah tak ingin lagi di berikan harapan palsu. Semua orang yang seperti berusaha menampilkan diri sebaik mungkin di hadapannya, Nathan hanya menjadi sosok bodoh yang tak tau apa pun. Jika orangtuanya yang memilih jalan terpisah masih sangat di maklumi, namun alasan di baliknya lah yang membuat pria itu merasa ketakutan.     

Nathan takut akan kenyataan-kenyaatan yang tak terduga. Mamanya yang jelas membenci sejak dulu, masih tak lebih baik dari papanya yang memilih membina keluarga dengan orang lain. Meski pun sudah seperti sangat lama ia tak melihat sosok dewasa yang dulu selalu melindunginya, Nathan masih jauh merindukan papanya itu. Sosok gagah yang mungkin sudah ada di bingkai foto besar dengan seorang wanita yang mampu menakhlukkan hatinya.     

Sungguh, Nathan tak merasa bermasalah akan keputusan papanya yang menikah dan sama sekali tak memperkenalkan sosok pendampingnya itu. Ia yang hanya berharap jika kebahagian akan menyelimuti keluarga baru papanya, meski pun tak lagi melibatkatkan dirinya.     

Anggapan Nathan masih keukeh tentang mamanya lah yang menjadi sumber masalah di keluarga. Terlebih dengan kecurigaannya yang di balas gelagat berlebihan oleh sosok wanita paruh baya itu.     

Ketidak pastian bahagiannya bersama dengan sang kekasih pria, makin membuat langkahnya berat untuk menjadi sosok kuat dan baik-baik saja. Semua seperti bersama-sama untuk menekan ketakutan Nathan di setiap detik. Rian yang di harapkan sebagai sosok yang sedia untuk selalu menemaninya, rupanya tak memberikan pengaruh apa pun. Hati Nathan masih sangat kosong.     

Nathan yang jelas sudah terlalu drastis dalam kejatuhannya, sampai dalam upaya Max yang sudah sangat maksimal untuk menahan diri.     

Pria yang menjadi sosok pengamat pun lantas menarik napas panjang, mengeluarkannya dengan hembusan yang sangat perlahan. Pandangannya yang sesaat tadi memilih untuk menghindar pun lantas di tarik untuk memandang Nathan dengan intens lagi.     

Satu lengannya yang menumpu tubuh di alih tugas. Telapak tangan besar miliknya pun kembali meraba permukaan wajah lembut milik Nathan. Pria itu sudah bermain-main dengan telunjuknya yang di gerakkan memutar di pipi Nathan yang sudah tak menggembung seperti awal mereka bertemu.     

"Kau coba mengalih gairah ku pada pembicaraan serius ini?" tanya Max dengan jangkunnya yang naik turun. Kelopak matanya sontak terpejam, miliknya yang sudah siap tempur malah dengan tak tau malunya membangunkan lawan tersembunyi di bawahnya.     

Nathan yang melihat Max nampak kepayahan, secepat kilat merubah raut wajah sendunya. Bibirnya yang di desak untuk tertarik, di gulung ke dalam supaya tak menyemburkan tawa. "Tidak juga, hanya kata-kata itu yang ingin ku sampaikan untuk mu," balas Nathan dengan kedua bahunya yang di gidikkan.     

Max yang mendengarnya pun tak pelak mengulas senyum seringai. Netranya yang tersembunyi pun lantas menampil, Nathan yang tengah mengangkat satu alisnya menjadi pemandangan. Max yang gemas pun lantas bertanya, "Jika kau tanpa izin langsung mengutarakan anggapan mu sendiri, bukankah aku memiliki hak yang sama?"     

"Heh, kenapa harus meminta izin. Katakan saja anggapan mu tentang ku."     

Deg     

Nathan tiba-tiba saja berdebar tak karuan. Jika sebelumnya ciuman intens di bibir membuat gairahnya terpanggil. Namun, kali ini dengan sangat tak di sangka, Max yang hanya mendekatkan wajah dan menempelkan bibir di keningnya itu mampu meninggalkan perasaan baru untuk Nathan.     

Max menciumnya sangat lama. Rasa hangat pun sampai terasa ke sekujur tubuh. Hembusan napas pelannya yang mengenai surai milik Nathan, mampu menggoyangkan helai rambut basah miliknya. Hati pria yang tengah rapuh itu seperti mendapatkan suntikan energi, tak di sangka jika Max menjadi sangat berpengaruh untuknya.     

Saat pandangan pria itu pun akhirnya kembali, Nathan yang malah membalasnya konyol dengan kedipan berulangnya. Wajah Nathan yang sudah seperti sangat tercengang dalam artian terbaik membuat Max yang nampak sangat gemas pun lantas mencubit pucuk hidung milik pria incarannya,     

"Jika kau katakan diri ku tepat untuk menjadi seorang papa dari beberapa anak, maka ku bayangkan diri mu sebagai sosok pendamping ku. Mengurus keperluan rumah tangga, memasak, merawat anak-anak kita, dan mengantarkan mereka ke sekolah-" Max menghentikan ucapannya hanya untuk melihat ekspresi keterkejutan dari Nathan.     

Max pun memberi kecupan singkat bertubi-tubi pada permukaan bilah lembut milik Nathan. Ia pun lantas melanjutkan, "Aku mengharap mu untuk ada di sisi masa depan nanti. Memberi ciuman selamat pagi, bantu menyiapkan kebutuhan ku ke kantor, membantu ku menggosok punggung, menyiapkan bekal makanan yang lezat untuk makan siang. Dan yang menjadi hal utama, aku ingin kau sesering mungkin di ranjang ku untuk ku kerjai."     

Nathan yang masih menahan napas pun harus memasok oksigen dengan bantuan mulutnya yang terbuka. Namun upaya penyelamatan diri Nathan itu malah di manfaatkan oleh Max yang lekas memasukkan lidahnya untuk menyelam pada ciuman bersama lagi.     

"Uhuk-uhuk!"     

Nathan yang tak siap pun lantas tersedak lidahnya yang terus di dorong oleh pria di atasnya itu. Lengannya pun lantas memberi pelajaran dengan memukul dada Max dengan keras. Dengan wajahnya yang memerah, Nathan pun lantas berkata, "Kau berniat membuat ku cepat mati hanya dengan mencium ku seperti itu, ya?"     

"Hei, kenapa aku ingin membuat mu mati jika keinginan ku untuk menjadikan mu istri ku belum terpenuhi?"     

Nathan yang mendengar jawaban enteng dari Max pun lantas mendesis, lantas membalas dengan tersengut-sungut. "Istri? Dari penjelasan awal mu tadi ku, ku rasa kau lebih mendeskripsikan seorang pengasuh yang di punggawai oleh bayi besar. Lagi pula aku seorang pria, mana mungkin mendapat panggilan seperti itu?"     

"Jelas-jelas kau yang mengatakan jika aku adalah sosok papa. Jika aku ingin bersama mu, jelas kau di posisi sebagai istri, kan? Merawat anak-anak lucu, ku rasa dengan baju terusan yang di gunakan Lisa tadi juga sangat seksi."     

Nathan semakin menggulung permukaan bibirnya yang sudah sangat berkedut itu, kedua alisnya menukik tajam. Kali ini rasa tidak terima membuatnya kembali menimpali. "Rupanya kau lupa jika aku adalah seorang pria dengan penis yang bisa di adu besarnya dengan milik mu itu. Sampai kau menyemburkan milik mu ke dalam lubang ku sampai penuh sekali pun, tak akan mungkin bisa menghasilkan anak!"     

"Kenapa kau berkata seperti itu? Coba bercinta dengan mu saja belum."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.