Hold Me Tight ( boyslove)

Rasa menjengkelkan yang tak bisa di mengerti



Rasa menjengkelkan yang tak bisa di mengerti

0"Hei, sudah ku taruh lamarannya. Mereka bilang akan menghubungi ku segera jika untuk wawancara kerja. Max, aku sangat senang...!"     
0

Wanita itu terus berjingkrak dari tempatnya. Raut yang benar-benar menunjukkan luapan lega di hatinya, Lisa yang bertambah sangat cantik.     

Nathan yang sudah ada dalam jarak yang sedikit jauh, jelas saja mendengar dengan jelas suara khas yang sangat di kenalnya itu.     

Dengan cepat, ia membalik badan, namun senyumnya yang malah hilang. Tak bisa untuk di kendalikan, tubuhnya kaku tanpa alasan yang jelas. Sungguh, Max dan Lisa hanya sedang berpelukan erat di depan umum. Hanya seperti itu, tapi kenapa Nathan menjadi sangat berlebihan untuk merespon?     

Mencoba menyingkirkan perkara yang mengada-ngada, Nathan pun bersiap untuk bergabung.     

Sangat perlahan, bahkan dalam satu ketukan detik yang pasti, pria itu bahkan tak sampai menghabiskan satu keramik untuk di lalui, terlebih melihat pergerakan Max yang tiba-tiba saja melepaskan diri dari jerat wanita itu.     

Bukan karena alasan yang terlalu konyol, semisal pria berwajah oriental itu yang melihat Nathan yang terlihat tak baik-baik saja di jarak mereka yang terbilang jauh.     

Seperti hal yang jauh lebih penting, mendesak pria bertubuh raksasa itu untuk lekas berpindah tempat.     

Terlalu berlebihan, belasan kantung beranja yang ada di tangannya sampai terhempas jatuh dan mengeluarkan sebagian isi di dalamnya yang masih baru. Max yang memasuki gerai pakaian di hadapannya dengan terburu-buru.     

Jelas bukan hal yang baik, bahkan melihat Lisa yang mengikuti Max secepatnya.     

Bughh     

Bughhh     

Max membuat ulah. Nathan yang ada di ambang pintu itu pun tak bisa mengendalikan keterkejutannya. Kelopak matanya membelalak, serentak dengan mulutnya yang menganga.     

Menghempas barang belanjaannya begitu saja, Nathan pun memecah kerumunan dengan Max yang lekas di tarik menjauh dari seorang pria yang sudah dalam kondisi sangat parah, darah keluar begitu banyak di hidungnya.     

"Apakah kau gila? Membuat orang asing sampai terluka parah seperti itu. Kau mau membuat masalah?" teriak Nathan dengan lengan terkepalnya yang menghantam dada milik Max.     

Pria berwajah kecoklatan yang saat menampilkan raut yang tergambar jelas emosi. Napasnya yang sampai menderu dengan rahang yang mengetat.     

"Kau tau jika aku tak seberandal itu. Terkadang orang yang sangat bajingan perlu di berikan pelajaran, kan?" balas Max yang seperti tak merasa bersalah sedikit pun.     

Nathan yang mengedarkan pandang, semua orang yang kebanyakan pengunjung toko, menjadikan pria di hadapannya sebagai objek hinaan.     

Nathan tak bisa berbuat apa pun untuk membungkam mulut karyawan toko yang terus saja berceloteh untuk lebih menghancurkan citra Max yang sedang keluar tanduk iblis.     

"Hei, kau harus menghubungi kantor pengaman, beri pelajaran yang setimpal untuk pria yang tak beretika itu."     

Seorang wanita paruh baya berteriak untuk memberikan masukan. Semua orang yang nampak mengangguk setuju pun tak bisa di elak lagi kelanjutannya. Terlebih seorang karyawan wanita yang sudah mengangkat ganggang telepon dan menekan nomor darurat untuk pusat perbelanjaan ini.     

Nathan pun memijat pelipis, Max yang tak berupaya untuk damai, tak bisa juga untuk di paksakan.     

Lisa yang awalnya hanya diam diam di pojokan pun lantas bergerak cepat dengan merebut ganggang telepon, meletakkannya dengan bantingan keras.     

Semua orang jelas menjadikannya sebagai sasaran pandang utama. Lisa pun meneguk ludah berkali-kali, kedua lengannya di kepalkan sangat erat. Tak lama setelahnya, kepalanya yang menunduk lantas terangkat tinggi.     

Langkah kecilnya yang terbalut sepatu selop, mendekat pada kerumuman. Bibirnya yang mengulas begitu lebar pada Max, lagi-lagi membuat Nathan tak habis pikir.     

"Apa yang kau lakukan wanita gila! Harusnya orang sok keras itu di seret paksa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya!"     

Lagi-lagi, seorang pengunjung yang berteriak penuh amarah.     

"Max hanya memberikan ku bentuk pembelaan. Kalian jangan cepat menghakimi, justru pria yang mengenakan setelan rapi dengan dandanannya yang mahal ini yang lebih keterlaluan,"     

Lisa berteriak keras, mengusahakan semua orang untuk membuka lebar-lebar pendengaran mereka. Sebuah keras kecil yang terkepal di genggamannya pun di lemparkan pada tubuh terkapar yang tak berdaya itu.     

"Aku hanya wanita miskin yang sedang di pusingkan untuk mencari. kerja, apakah pantas di perlakukan dengan sangat rendahan? Pria itu memberiku sebuah alamat, yang nyatanya adalah tujuan hotel. Dan saat ku pikir itu normal, dan aku pun pamit pergi, tapi dia malah meremas bokong ku. Jelas, itu pelecehan seksual!"     

Semua orang yang mendengarnya pun lantas terdiam. Wanita yang paling lantas membenci pun sontak tertunduk malu.     

Tak berapa lama, sorakan pun berganti kepada pria yang di sangka awal sebagai korban kekerasan.     

Nathan pun memandang Max dengan ulasan senyum tipis, namun harus kembali di hilangkan saat Lisa datang untuk memberikan pelukan lagi pada Max. Sangat erat.     

"Max, terimakasih banyak telah melindungi ku. Sungguh, sebenarnya aku sangat tak mengharapkan untuk mu bertindak terlalu jauh. Ku pikir aku hanya akan memaafkannya, karena ketidakberuntungan saja yang ku anggap," ucap Lisa sembari meneteskan air matanya.     

"Dia pantas mendapatkan luka itu. Sungguh, jangan katakan hanya untuk pelecehan seksual."     

Ketiga orang itu lantas melenggang pergi dengan dagu yang terangkat tinggi, cukup puas untuk bisa membuat toko butik itu langsung senyap tak ada satu pun pengunjung.     

Kembali pada mobil mewah yang membawa mereka melintasi perjalanan dengan cepat. Hanya kebungkaman yang jauh berbeda dengan kesenangan yang setitik di rasakan mereka tadi.     

Max yang fokus pada jalanan di depannya, meninggalkan prasangka yang berlebihan pada Nathan yang hanya di diamkan.     

Sungguh, bukannya Nathan berharap untuk di goda, hanya saja rasanya tak nyaman karena Lisa yang terus saja terlihat menatap Max dan balik kaca spion yang di hadapkan keduanya tepat.     

Menghembuskan napas dengan sangat perlahan, Nathan pun memutuskan untuk memejamkan matanya saja, berpura-pura tidur.     

Saat perjalanan sudah mencapai tujuan, rupanya Lisa yang sudah tak berniat lagi untuk menyuruh Max membuka kap mobil atas, seperti tak ada gairah untuk membuat wanita itu harus merasa pamer.     

Berhenti di depan rumah. Lisa pun memutuskan untuk keluar terlebih dahulu untuk membawa semampunya barang belanjaan, yang ada di sampingnya.     

Nathan yang menampilkan wajah memberenggut, jelas tak ada hubungannya dengan apa yang telah di alami Lisa Lisa tadi.     

Max pun menggenggam erat lengan milik Nathan saat pria itu akan membuka pintu mobil.     

"Ada apa dengan mu?" tanya Max yang langsung tanpa tedeng aling-aling.     

Nathan yang mendengarnya pun lantas langsung merubah raut, dahinya berkerut dalam dengan kedua alisnya yang menukik. "Memangnya aku terlihat seperti apa hingga membuat mu perlu bertanya? Sudahlah, Max... Aku sangat lelah hari ini, tak ingin membuang energi percuma untuk sekedar memarahi mu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.