Hold Me Tight ( boyslove)

Harus memilih



Harus memilih

0Nathan memikirkan ucapan Max sepanjang malam, hingga sekali pun tak bisa membuatnya untuk memejamkan mata.     
0

Punggungnya menyandar pada bangku penumpang, kepalanya mendongak serta kedua lengannya yang bersendekap.     

Pembicaraan tentang kepulangannya, merentet serta pada wanita yang saat ini sudah menjadi bagian penting untuk hidupnya. Dan di sisi lain,     

pada seorang pria mungil yang saat ini sangat di rindukannya.     

Menjadi keputusan yang sangat sulit untuk di ambil, Nathan harus mengambil salah satu kedekatannya, tetep pergi dan mengasingkan diri dari kehidupannya, atau memaafkan segala hal yang sudah di lakukan oleh Rian dan kembali pada hubungan tersembunyi mereka.     

"Kau belum tidur?"     

Sebuah suara membuat Nathan tersentak, matanya hanya di lirikkan tanpa perlu susah payah untuk mengalihkan perhatian berlebih.     

Max bangkit dari tempatnya, menggeliat singkat dan mengucek matanya dengan punggung tangan.  Bahkan dalam keadaan mulut yang terbuka lebar karena menguap, Max masih begitu sempurna, tak ada cela.     

Menipis jarak antara keduanya, pria yang tengah bertelanjang dada itu mengusap permukaan wajah milik Nathan, setelah sebelumnya memberikan kecupan basah di pipi menggemaskan itu.     

"Cckkk!" Nathan berdecih, telapak tangannya mendorong pada wajah Max yang selalu tampil mesum.     

"Kau pikir, tubuh ku yang sejak tadi terus saja kau hantam tak remuk? Lubang ku sangat sakit hingga duduk dalam posisi terus seperti ini membuat ku sangat tersiksa."     

Mendengar Nathan yang tak hentinya mengomel, Max pun mengambil tindakan untuk membawa pria itu pada pangkuannya lagi.     

Bukan perkara yang di buat sulit, porsi tubuh Nathan jauh lebih ringan dari yang di kira.     

Lengan Max merangkul dengan sangat erat, pandangannya terangkat untuk bisa menatap lekat pada manik mata Nathan yang sangat kelam, membuatnya seolah tenggelam pada pusaran yang lebih dalam.     

"Milik mu menduduki kejantanan ku tepat, Nath. Bagaimana kalau kita mengadakan sesi lanjutan?"     

Plakk     

"Kurang ajar, lepaskan aku!"     

Tanpa pikir panjang, Nathan sontak saja menampar wajah oriental milik Max, membuat pandangannya terlempar.     

Nathan yang hendak bangkit, jelas saja masih di tahan dengan jerat sang dominan yang makin erat.     

Pria yang mengenakan kaos panjang yang sebelumnya di gunakan oleh Max, terus memberontak dan memberi pukulan bertubi pada dada pria mengesalkan itu.     

Tak lekas membuat menyerah, Max yang hanya menampakkan senyum seringai dengan alis kanannya yang di naik turunkan. Nathan pun mengeram, kekalahan yang di dapatkannya lagi-lagi.     

"Bukankah dalam posisi ini lebih baik?" tanya Max dengan lengan yang mendorong kepala Nathan untuk membuatnya bersandar, kali ini tak ada penolakan.     

Nathan yang menempelkan wajah pada bahu lebar milik Max, sedikit lembab karena keringat dan dingin di satu waktu. Penciumannya jelas saja makin sensitif, dominan aroma yang seperti terus menyuarakan gairah yang berlebih.     

Namun Nathan tetaplah pria dengan ego yang tinggi, tak ingin mengaku pada kelebihan Max yang sampai di detail terkecil itu. "Jauh lebih buruk, keselamatan lubang ku di pertaruhkan. Bisakah kau perintah pada milik mu itu untuk diam saja? Rasanya dengan gerakan kedutannya bisa membuat kain celana ku robek."     

"Hhaha.... Bukankah itu jauh lebih bagus? Aku bisa masuk pada mu tanpa harus melepaskannya."     

Balasan Max tak lekas di balas oleh Nathan, pria menggemaskan dengan pipinya yang di gembungkan itu nampaknya sudah menemukan titik nyamannya. Wajah milik Nathan di tempelkan pada ceruk leher milik sang dominan.     

Max yang merasakan hembusan napas normal milik Nathan, singkat membuatnya mengira jika pria yang dipangkunya itu sudah tertidur. Namun saat makin dekatnya wajah Nathan di tempelkan, serta merasakan buku jari milik pria itu di pinggangnya, Max pun dapat mengerti kegelisahan pria yang di incarnya itu.     

"Kau tak pandai berbohong sejak awal," ucap Max, menarik pembicaraan awal setelah percintaan mereka usia beberapa saat lalu.     

Nathan yang sudah menyangka akan sikap Max yang belagak tahu, terlebih dengan sertaan perhatian yang di tunjukkan. Telapak besar milik pria berkulit kecoklatan itu sudah merayap lancang ke setiap bagian tubuh yang di kuasai.     

Nathan yang terus saja di buat jengkel. Sungguh, Max dan gairah kepadanya, apakah memang tak ada habisnya?     

Coba untuk melepaskan diri, sudah tak bisa di tolerir lagi saat Max yang mengambil kesempatan untuk menyusupkan lengan di celananya yang longgar.     

"Apakah kau tak bisa mengerti ucapan ku?" geram Nathan dengan netranya yang dibelalakkan. Tubuhnya yang sudah berhasil memberi jarak tanpa kungkungan penguasaan. Kali ini coba untuk memberikan balasan, satu lengannya yang hampir tak cukup untuk mencengkram rahang milik Max. Alhasil yang terjadi, Nathan malah menakup rahang milik pria yang menatapnya seolah penuh dengan kekaguman.     

Pandangan keduanya sontak meliar, saling kejar untuk mendapatkan kejujuran. Napas mereka beradu, di saat yang cepat membawa serta hawa panas yang melingkup keduanya makin sempat.     

Nathan pun menyentuhkan dahinya pada milik Max, melesaknya hingga membuat kepala sang dominan menyandar nyaman.     

Cupp     

Max membawa satu lengan Nathan untuk di kecup, serta yang lainnya membalas takupan rahang yang sama.     

"Aku sangat mengerti ucapan mu, hanya saja kau seringkali nampak ingkar dengan keinginan hati mu. Jika kau katakan untuk melepaskan dekapan ku, namun kau membuat ku terkecoh dengan raut wajah mu yang seolah ingin aku lebih dekat. Sedangkan di saat yang sama, kau mengatakan baik-baik saja, aku tau kalau kau sedang di pusingkan dengan sesuatu,"     

... Kali ini, aku benar-benar ingin mengenal mu lebih dalam, hingga tak perlu repot-repot untuk ku mengeja mu."     

Nathan yang mendengar nada suara Max yang sangat dalam dan berat, sontak merasa berlebihan jika sampai bisa membuat bulu-bulu halusnya meremang.     

Nathan pun menjauhkan diri, melepaskan juga takupan telapak tangannya.     

"Aku sudah memutuskan, ku harap akan menjadi hal baik untuk semua orang."     

Waktu pun berputar dengan sangat singkat. Langit gelap dengan memori tentang kebimbangan membawa serta  pada keputusan. Bahkan sampai suasana sejuk dengan teman matahari yang mulai menampak malu-malu, masih harus tetap mempertahankan jalan yang telah di ambil.     

Nathan membuka mata, hanya terdiam dalam posisi yang masih sama, berada di pangkuan sang dominan.     

"Selamat pagi."     

Suara sapaan yang kini menyambut. Nathan pun perlahan menjauhkan diri dari tubuh Max yang disandari.     

Nathan pun menggeliat di tempatnya, melenguh serta saat tidurnya yang sudah di rasa cukup.     

Max yang jelas menatap Nathan penuh dengan pujian. Membuat lengannya yang sudah gatal untuk mencubit pipi menggemaskan milik Nathan.     

"Apakah kau harus mencubit pipi ku? Kau pikir yang kau perlakukan seperti ini wanita, apa?"     

"Salam pagi ku belum kau jawab, dan kau sudah mengomel panjang lebar, seperti ibu ku saja."     

Nathan yang tiba-tiba saja terdiam, satu sosok wanita paruh baya yang lantas terbesit di bayangannya. Apakah wanita paruh baya itu merindukannya?     

"Aku keluar dulu. Tunggu sampai beberapa saat lalu kau boleh mengikuti."     

Nathan memperingati, sedangkan Max yang di tinggalkan begitu saja menjadi tak habis pikir.     

"Kenapa harus menuruti perintahnya? Apakah terlihat sangat buruk jika tertangkap basah setelah berduaan dengan ku di lingkup sempit?"     

Max pun lantas keluar dari mobilnya, tak mempedulikan titah Nathan atau sekali pun dengan tubuh atasnya yang masih telanjang.     

Tak heran jika para wanita yang sedang berkerumun pagi-pagi dengan tukang sayur itu sampai terpekik girang. Pemandangan indah menyegarkan mata.     

"Kenapa belum masuk?" tanya Max dengan lengannya yang menepuk bahu Nathan yang hanya menaik-turunkan pegangan pintu saja.     

"Ini terkunci," ucap Nathan dengan rautnya yang menunjukkan kecemasan.     

"Dia mungkin saja masih tertidur, ketuk pintunya sedikit keras."     

Tok Tok Tokkk     

Max dan Nathan mengetuk pintu secara bergantian. Makin kencang saat di rasa sama sekali tak ada sahutan.     

"Aku sangat khawatir, bagaimana kalau Lisa ada apa di dalam?"     

Nathan yang makin panik. Wajahnya tiba-tiba saja pucat pasi. Permukaan bibirnya yang terasa kecil lantas di kulum ke bagian dalam mulut.     

"Tenang saja, tak akan terjadi apa pun padanya. Mungkin saja dia sedang berbelanja?"     

"Tapi bagaimana kalau Lisa berniat buruk seperti dulu?" lirih Nathan dengan kepalanya yang menunduk dalam. Tumpuannya sudah seperti tak stabil, hingga membuat kakinya terus saja bergerak-gerak.     

"Lisa tak akan mungkin bertingkah macam-macam, kau terlalu jauh berpikir," ucap Max berusaha menenangkan. Namun yang ada, niat baiknya malah di hempas jatuh, Nathan mendorong tubuhnya hingga membuat pria jangkun itu mundur beberapa langkah.     

"Kau tak akan tau apa yang di alami oleh orang-orang yang di liputi rasa kesepian. Kau tak pernah tau saat merasakan orang yang kau cintai meninggalkan mu secara berturut-turut. Bukankah kau pria kaya yang sangat kaya dengan keluarga harmonis? Eh?!"     

... Sial!" Nathan mengumpat setelahnya, tanpa sadar meluapkan emosinya keiriannya pada cerita Max yang sangat singkat tentang sosok yang melahirkannya itu.     

Kedua lengan Nathan terangkat, menyunggar surai lembabnya yang di pengaruhi oleh otak yang sontak mengepul. Nathan mendesis, rupanya Lisa memang se berpengaruh itu padanya.     

"Nampaknya kau se khawatir itu dengan Lisa, kau suka dia, Nath?" tanya Max yang tiba-tiba saja terbesit.     

"Brengsek! Lisa adalah kawan ku, jelas aku mengkhawatirkannya. Perhatikan saja diri mu yang bukan siapa-siapanya Lisa itu."     

Nathan yang kesal pun meninju dada bidang Max dengan kepalan tangannya. Hanya setelah itu, arah perhatian pria itu sudah beralih, Nathan membenturkan tubuhnya pada pintu yang sudah lapuk itu.     

Badum     

"Eungh... Brengsek, pintu ini tak se lapuk yang ku kira."     

Nathan yang emosi lantas menghantamkan kepalan tangannya pada permukaan keras pintu.     

Max yang sudah tak tahan dengan kecemasan berlebih Nathan pun lantas mengambil alih posisi depan.     

Max menendang bagian permukaan pintu, saat di rasa tak adil jika Nathan yang sudah susah payah dan membuka badan remuknya bertambah sakit.     

Masuk pada rumah kecil itu, pintu yang sudah terjerembap terbuka lebar menjadi jalan masuk.     

Nathan sontak membelokkan jalan ke kamar mandi, namun saat ketukan pintunya yang tak ada sahutan, pria itu pun mengikuti Max yang sudah ada di dalam kamar sang pemilik rumah.     

"Apa itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.