Hold Me Tight ( boyslove)

Pada cinta lain



Pada cinta lain

0Seorang pria nampak bersiap diri, mematut tampilannya di depan kaca. Seolah tak ada kecacatan, ia hanya memutar kancing lengan kemejanya saja.     
0

Berwarna biru cerah dengan celana bahan kain, pria itu seperti tak menggambarkan sama sekali tampilannya yang menunjukkan semangat. Bibirnya terkatup rapat, wajahnya yang sangat lugu tiba-tiba saja menjadi dominan yang sangat dingin. Pandangannya yang tak lagi teduh, hanya tersisa sosok yang tak tersentuh.     

Hari sudah semakin siang, merujuk pada pukul tepat yang dijanjikannya pada seseorang.     

Melengkapi aksesoris tampilannya dengan jam tangan mewah yang baru saja di beli. Ia pun memutar badan dan melenggang pergi dari bias sempurnanya se badan.     

Mengenakan jas hitamnya dengan sembari langkah panjang terburu-buru, pria itu pun meninggalkan lantai dua, meniti undakan dengan melewati dua bagian sekaligus.     

Saat langkahnya akan menetap sempurna di lantai dua, suara seseorang lain menghambat jalannya. "Mau kemana, rapi sekali, Ham?"     

Pria bernama Ilham itu pun lantas menoleh pandang. Menemukan asal suara tanpa harus membuang waktu lebih.     

Tiga orang pria sedang bertingkah tak sopan dengan menamakan diri sebagai tamu. Tommy yang menguasai sofa besar dengan toples makanan ringan yang di sangga tepat di atas dada. Meskipun tak lebih buruk, hanya saja Aki dan Galang yang sedang bermain ludo dengan uang sebagai pertaruhan itu membuat meja ruang tamu milik Ilham berantakan.     

"Kalian nampaknya menelan mentah-mentah arti kata anggaplah seperti rumah sendiri," balas Ilham dengan kepalanya yang di geleng-gelengkan, bibirnya berdecih, sedangkan satu lengannya memijat pelipis.     

"Jam tangan berharga mahal dengan tampilan serapi ini, kau ingin menggaet wanita terhormat siapa, Ham?"     

Mendengar godaan Galang, secepat kilat Ilham menarik garis lengkung di wajahnya, nampak sangat dingin.     

Ketiga kawan Ilham pun lantas di buat terheran-heran dengan perubahan sosok pria pemilik rumah itu.     

Ilham menundukkan pandang, meneliti tampilannya yang terkesan sangat formal dan berlebihan. Galang yang sampai mengira jika ia berniat menemui wanita cantik dengan gelar terhormat.     

Bagaimana mungkin wanita tak tahu diri dengan menyodorkan tubuh dengan harga murah itu mendapatkan sambutan tampilannya yang seperti ini? Wanita yang penuh tipu daya dan hanya berniat untuk meraup uang banyak dalam satu waktu, bagaimana bisa Ilham sudah akan pergi satu jam waktu sebelum datang selambat-lambatnya? Bagaimana Ilham bisa sangat bodoh?     

Lisa, wanita itu sama sekali tak berhak untuk di perlakukan istimewa. Wanita itu hanya layaknya lacur saja.     

Menghembuskan napas panjang, Ilham pun coba untuk menampilkan diri selayaknya dirinya di hadapan kawan-kawannya itu. Telapak tangan terkepalnya yang sampai membuat buku jarinya memutih, lantas di bebaskan.     

"Kau belum menjawab pertanyaan kami, tuan pemilik rumah. Kau kira sopan untuk meninggalkan tamu mu ini begitu saja?"     

"Baiklah, aku akan tetap di sini, sampai dua jam kemudian."     

Ucapan Galang di balas cepat oleh Ilham. Pria yang sudah sangat rapi dengan tampilannya itu pun mendudukkan diri, menggeser Tommy yang seenaknya.     

"Kau bisa duduk di sana, kenapa harus mengusik kenyamanan ku, sih?!" sewot Tommy dengan memberenggut. Meski pun begitu, perhatiannya pada layar ponsel dan makanan ringan itu masih tak bisa teralih.     

"Aku hanya bercanda, Ham... Kalau kau sedang ada urusan penting, pergi saja," ucap Galang yang menolehkan pandang. Pria itu duduk di bawah dengan Aki di sampingnya, hambal lembut melindungi dari dingin lantai keramik.     

"Ya, kau pergilah, Ham. Dan aku akan merampok semua barang berharga mu. Kau yang akhir-akhir ini terlihat sangat sering mengenakan pakaian atau pun aksesoris mahal, membuat ku dengki!     

... Sial!"     

Balasan Tommy yang terdengar sangat sewot. Tak lama setelahnya, ketiga pria lainnya itu di buat terkejut akan umpatan pria berpenampilan berantakan itu. Lengannya yang mencengkram surainya dengan cengkram keras, membuat Tommy makin menampakkan dirinya penuh belas.     

Ilham yang terdekat pun langsung menepuk bahu milik Tommy dan berucap, " Lupakan masalah kepergian ku, kau boleh bercerita tentang apa yang kau alami, Tom..."     

Tommy dan Aki pun lantas mengangguk setuju.     

Sedangkan Tommy yang berpura-pura sibuk dengan ponselnya lagi.     

Semua orang terdiam, memberi jeda untuk tak mendesak balasan. Sedangkan pandangan yang di arahkan intens pada satu objek yang sama jelas mengundang risih.     

Tommy pun menghembuskan napas panjang, ponsel yang hanya menampilkan layar tampilan utama lekas dihempaskan ke samping tubuh. Kepalanya menunduk dalam, lantas mencebik dalam dengan sorot mata yang sayu. "Aku di pecat."     

"Huh?!"     

Pekikan keterkejutan dari ketiga kawannya yang mendengar itu.     

"Kenapa bisa? Kau tertangkap basah saat bercinta di kamar mandi kantor?" tanya Aki dengan pandangannya yang nampak sangat polos.     

"Oh ayolah, Ki... Aku hanya berbohong pada mu atas cerita menggelikan itu. Tak menyangka jika kau percaya saja," balas Tommy dengan gemasnya sampai mengacak surai lembut milik Aki.     

Sedangkan Galang dan Ilham yang berpandangan, menyasar pada satu pertanyaan besar. "Kenapa kau begitu saja di pecat? Apakah Nathan tak membantu mu?"     

Pertanyaan Ilham membuat Tommy seketika saja bungkam. Tak mungkin untuk karyawan biasa sepertinya lancang menyebarkan rahasia walau pun hanya sebatas pada kawan-kawannya itu.     

Seorang wanita paruh baya mendatangi Tommy beberapa hari yang lalu, memberikan pertanyaan yang tak di sangka atas kenyataan Nathan yang ternyata melarikan diri.     

Tommy jelas tak mengetahui apa pun, Nathan memang kawan dekatnya, namun kalau sampai pada batas permasalahan keluarga tak perlu untuknya merasa perlu untuk tahu, begitu juga dengan Galang, Aki dan juga Ilham. Rasanya mereka sudah di dewasa secara keseluruhan sejak lama.     

Nathan yang diketahui Tommy menjadi seorang pria menawan yang dapat menggaet hati sang titisan dewa seperti Max. Masih di ketahui sebatas itu sampai akhirnya mama Nathan yang memberikan informasi secara tak sengaja, Nathan adalah seorang gay yang sudah mempunyai seorang kekasih. Bukan Max, nyatanya ciri-ciri yang di berikan sangat tak cocok untuk menjadi dominan.     

Ya, seorang pria yang memperkenalkan diri dengan mudahnya sebagai seorang calon mantu, dan Tommy yang tak tau apa pun di anggap andil atas persembunyian kawannya yang menghilang itu.     

Tak punya pekerjaan, bahkan usahanya untuk mencari di perusahaan lain tak kunjung mendapat balasan. Ya, memang di akui jika keberhasilannya masuk di jajaran perusahaan besar itu atas dasar bantuan orang dalam yang merupakan kawannya sendiri itu.     

Namun sampai saat ini Tommy tak juga berniat untuk memberi tahu kawannya yang lain, biar saja Nathan yang membuka diri tentang kebenaran dirinya sendiri.     

Lagipula Tommy juga tak terlalu khawatir pada Nathan, Max sudah pasti menjadi pelindung untuk pria yang di cintainya itu.     

Tommy yang terlalu lama membuat penasaran pun lantas di sentak Aki yang sudah balas gemas, lengan kecilnya memukul paha milik pria itu sampai memerah.     

"Akhhh... Kau gila ya, Ki?"     

"Kalau gila tak mungkin menjadi dokter golongan termuda, wekkk!" balas Aki dengan lidah yang dijulurkan untuk meledek.     

"Sungguh, kau sangat kejam. Saat satu waktu aku mengatakan kesialan ku, dan kau malah membanggakan diri dengan profesi mu?" timpal Tommy yang tak sampai hati, lengannya mengurut dadanya yang tiba-tiba saja tersentil.     

Galang hanya terkekeh melihat interaksi antara Aki dan Tommy yang seperti anak kecil.     

Sedangkan Ilham yang kembali lupa diri. Pandangannya terus saja menilik pergerakan waktu di jam tangannya. Seperti orang yang sangat bimbang, pria itu bahkan sampai menggeram merasakan kebodohannya sendiri.     

"Lupakan tentang ku. Bagaimana kalau kau lekas temui wanita mu segera? Demi apa pun, ini bahkan tak sampai sepuluh menit dari waktu yang kau janjikan."     

"Tidak, yang ku temui tak sepenting itu. Tom, ceritakan saja alasan sebenarnya, apakah mungkin Nathan setega itu terhadap mu?" tanya Ilham yang coba untuk mengulur waktu, namun yang terjadi malah kaki yang yang terus di bergetar seolah memaksanya untuk lekas melangkah pergi, menemui wanita murahan itu.     

"Lagipula aku heran, kenapa pula Nathan tak lagi berkumpul dengan kita? Apakah terjadi sesuatu dengannya?" timpal Galang yang sampai mengerutkan dahinya.     

Tommy yang di tatap intens oleh kawan-kawannya pun lantas menggelengkan kepala dengan telapak tangan terbuka yang di goyang-goyangkan. "Aku tak tahu apa pun, jangan anggap aku yang paling mengetahui rahasia Nathan hanya karena aku satu lingkup pekerjaan dengannya. Kita semua sama, kawan-kawan Nathan."     

Ucapan Tommy dengan lagak penghindaran yang terlalu berlebihan bagi Galang dan juga Aki. Sedangkan Ilham di malah di fokus terjauh, semakin ia menahan dirinya lebih lama, pria itu seperti dilanda kecemasan saat memikirkan Lisa yang mungkin saja menunggunya di ruang hotel yang sudah di pesankan.     

Lantas langsung berdiri. Ilham yang nampak kebingungan dengan keinginan hatinya yang berlainan itu sampai harus menggeram frustasi. Kedua lengannya mengepal, sorot perhatian dari kawannya itu sudah tak di perhatikan.     

"Kau yang sampai seperti itu, apakah gugup karena akan menemui wanita yang di calonkan pada mu?"     

"Serius, Ham... Apakah orangtua mu menjodohkan mu?"     

"Tidak, seperti itu. Aku hanya anak angkat, tak terlalu harus di perhatikan sampai detail terjauh dari kedua orang itu."     

Jawab Ilham menepis pertanyaan yang bernada pernyataan dari Galang dan juga Aki itu.     

"Setidaknya sudah sepuluh menit. Kalian anggaplah rumah ku ini seperti milik kalian sendiri," lanjut Ilham dengan tubuhnya yang sudah melenggang pergi.     

Sampai di ambang pintu, Ilham pun kembali berucap, "Namun kau masih tak begitu memelas untuk ku izinkan merampok rumah ku, Tom! Sampai jumpa!"     

Memasuki mobil yang sudah terparkir tepat di depan pintu. Sudah di panasi pagi-pagi sekali.     

Agaknya Ilham sudah berlebihan hanya untuk menemui wanita bernama Lisa itu. Kecepatan mobilnya sudah sampai mencapai batas. Meliuk-liuk sesuka hati di jalanan padat.     

Klakson yang dengan gencar terus di arahkan pada mobil mewah yang juga masih baru, mereka yang jelas saja tersinggung saat jalannya di serobot.     

Tak memakan waktu lama, bahkan Ilham sudah melemparkan kunci mobilnya pada petugas yang dengan tanggap menangkap.     

Memasuki bilik besi yang sudah membawanya pada lantai yang di tuju. Sekali lagi, pandangannya pun menatap pada jam tangannya yang masih menunjukkan waktu selang aman.     

Tiba-tiba saja bibir pria itu menyeringai, kepuasan intim akan di dapatkannya segera.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.